Site icon SumutPos

Tata Hutan Reklame di Medan

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS–Videotron di depan pintu masuk Merdeka Walk di jalan Balai Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Sudah selaiknya Kota Medan meninggalkan media konvensial berupa papan reklame. Dengan perkembangan teknologi saat ini, videotron dinilai lebih baik sebagai lokasi beriklan dan investasi. Tak hanya itu, unsur estetika kota menjadi lebih mudah terpenuhi sehingga imej Medan hutan reklame perlahan akan sirna.

“Ya, memang sudah saatnya kita tinggalkan media konvensional seperti itu. Karena selain memakan ruang, konstruksinya juga cukup mahal. Kemudian secara estetika kota sangat mengganggu,” kataPengamat Tata Kota dari Universitas Panca Budi Medan, Bhakti Alamsyah kepada Sumut Pos, Rabu (15/2).

Menurut Alamsyah, Pemko Medan dan pelaku usaha periklanan sudah mulai berpikir memanfaatkan iklan melalui teknologi. “Sebagai contoh videotron. Karena dari situ bisa menghimpun beberapa iklan yang terpampang pada ruas jalan di Kota Medan,” katanya.

Apalagi, lanjut dosen pengasuh konsentrasi arsitektur Unpab ini, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung mulai meminimalisir pemanfaatkan media luar ruang seperti papan reklame atau konvensional. Bahkan ia mencotohkan, seperti Jepang saat ini justru memilih memanfaatkan bangunan-bangunan besar disewakan untuk videotron.

“Jadi di Jepang itu ada satu kawasan khusus yang memang disewakan untuk videotron. Itu pun bukan sekadar videotron, namun bentuknya seluas bangunan Centre Point kayak di Medan ini,” katanya.

Dengan begitu, kata Alamsyah, seluruh informasi dapat disampaikan dalam satu layar videotron ibarat sedang melihat iklan di televisi, dengan durasi satu sampai dua menit. “Nah, kalau gagasan ini bisa disepakati bersama, saya kira dari sisi kuantitas keberadaan papan reklame bisa dikurangi. Kemudian juga tidak membahayakan keselamatan masyarakat karena sewaktu-waktu bisa tumbang,” ujarnya.

Menurutnya Kota Medan sudah pantas berbenah ke arah sana. Apalagi sudah mulai banyak bangunan-bangunan besar dan tinggi. Hal itu pula yang harus dimanfaatkan oleh Pemko maupun pelaku bisnis periklanan.”Dalam waktu tiga tahun ke depan karena sebagai periode peralihan, mungkin keberadaan papan reklame bisa dikurangi. Lalu zona-zona tertutup untuk reklame mulai diperbanyak, termasuk untuk videotron. Sehingga secara bertahap artinya reklame bermuatan teknologi bisa terealisasi,” katanya menyarankan.

Pemko Medan masih punya pekerjaan rumah (PR) dalam hal pembongkaran reklame tak berizin. Tidak hanya di 13 ruas haram sesuai aturan, ruas lain juga kian tumbuh subur papan besi raksasa. Menyikapi ini Alamsyah mengajak agar seluruh pemangku kepentingan kota bisa duduk bersama membahas ini.

“Sebagai contoh ketika ada reklame yang tumbang, siapa yang bertanggungjawab? Pemko atau perusahaan reklamenya? Tentu tidak ada asuransi bagi korban yang terkena imbasnya, bukan? Jadi untuk itu ayo mulai kita tinggalkan yang konvensional dan beralih kepada teknologi. Dan kita apresiasi apabila Pemko siap membuka diri membahas penataan reklame ini kedepan,” pungkasnya.

Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution sebelumnya mengatakan, Pemko Medan siap membuka diri dengan kepada pengusaha periklanan di Medan untuk penataan papan reklame lebih baik ke depan. Terutama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia Sumatera Utara (P3ISU), guna meminta masukan terkait penataan reklame di Medan. “Medan inikan rumah kita, jadi ayo kita bicarakan sama-sama. Kami butuh masukan dan kritik membangun dari semua pihak termasuk P3I,” kata Akhyar.

Ia menjelaskan, P3ISU sebagai pelaku perlu dimintai masukannya dalam hal ini. Dengan catatan ada konsekuensi Kota Medan bisa lebih tertata. “Jangan kanibalisme seperti sekarang. Apalagi selama ini kanibalismenya antara mereka sendiri. Inilah yang harus kita perhatikan. Dalam aturan harusnya berjarak 500 meter dari setiap billboard,” ujar mantan anggota DPRD Medan ini.

Dirinya juga mengaku akan  menjadwalkan pertemuan dengan P3ISU membicarakan hal ini. “Minimal dari situ kita duduk bersama dulu, mendapat masukan seperti apa penataan reklame di Kota Medan kedepan,” katanya.

Apakah Pemko siap merevisi Perda 11 tahun 2011 tentang Pajak Reklame dan Perwal 19/2015? Akhyar terlihat enggan menjawab sampai ke arah sana. “Belum sampai ke sana dululah. Yang jelas Medan ini rumah kita, ayo dong kita bicarakan sama-sama. Kasih kami masukan untuk penataan reklame lebih baik lagi. Kalau tidak bisa ketemu langsung, bisa melalui kawan-kawan media memberikan pendapatnya. Tetapi kalau bisa jangan sepotong-sepotonglah, harus komprehensif. Sehingga kami punya banyak masukan sebelum mengeluarkan kebijakan,” tegasnya. (prn/ila)

 

Exit mobile version