Site icon SumutPos

Gepeng, Anjal dan PSK Mau Dibawa ke Mana?

Setelah Dirazia tak Ada Tempat Penampungan

MEDAN-Persoalan gelandangan dan pengemis (gepeng), Anak Jalanan (Anjal) dan Pekerja Seks Komersial (PSK) masih belum bisa teratasi oleh Pemerintah kota (Pemko) Medan. Usut punya usut, penampungan bagi mereka yang telah dirazia ternyata tak ada.

Setidaknya hal ini diungkapkan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disosnaker) Kota Medan, Mara Husin Lubis.  Diakuinya, penertiban yang dilakukan pihaknya masih sulit dikarenakan belum adanya tempat penampungan bagi gepengn
anjal dan PSK yang terjaring razia.

“Karenanya, kita terus berkoordinasi dengan Komisi B DPRD kota Medan guna mencari solusi dalam penanganan gepeng ini. Apakah dengan mendiskusikan untuk pengadaan panti penampungan atau memberikan modal usaha sekaligus mendampingi mereka sampai dapat muncul kemandirian,” ungkapnya.

Saat ini, lanjut Mara Husin, pihaknya terus gencar melakukan razia terhadap para gepeng yang tersebar di Kota Medan, sehingga kota terbesar ketiga di Indonesia ini terlihat bersih dan asri dari gepeng, anjal dan PSK.

Selain itu, Mara merasa prihatin dengan keberadaan gepeng, anjal dan PSK. Pasalnya, 75 persen dari mereka bukan warga Medan. “Dari seluruh gepeng yang tersebar dan beroperasi di Kota Medan mayoritas berasal dari luar Kota Medan. Banyaknya gepeng yang masuk ke kota Medan karena penghasilan yang didapat lebih besar ketimbang mereka bekerja di tempat asalnya,” kata Mara.

Dari pantauan Sumut Pos, di beberapa persimpangan jalan di Medan memang masih ditemukan gepeng, anjal dan PSK. Tanpa malu-malu dengan menunjukkan kelemahannya, gepeng yang mempunyai penyakit kusta dan cacat di bagian tubuh meminta-minta kepada masyarakat, khususnya pengguna kendaraan roda empat dan dua.

Selain itu, anjal yang hidup berkelompok juga bersaing dengan gepeng untuk mendapat kasihan dari masyarakat. Dengan bermodalkan gitar, para anjal mendatangi pengguna kendaraan untuk dapat diberi imbalan sebagai jasanya mengibur masyarakat dipersimpangan lampu merah.
“Memang kehidupannya kami banyak merugikan orang lain, banyak mengganggu arus lalu lintas maupun keamanan. Tapi, mau bagaimana lagi, kami sudah tidak ada pilihan lain. Kami harus melakukan ini untuk menutupi biaya hidup,” kata seorang anjal yang ditemui Sumut Pos di persimpangan Jalan Ir H Juanda, Minggu (15/4) sore.  (adl)

Exit mobile version