Site icon SumutPos

Waisak Makna dari Budha Gautama

MEDAN- Sekretaris Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Sumatera Utara, Tomi Wistan mengatakan, peringatan Tri Suci Waisak ini dimaknai untuk meniru dari sifat kebajikan serta perjalanan sang Budha.

RITUAL: Umat Budha saat mengadakan acara ritual dalam memperingati Hari Waisak di Medan. Sementara, seorang SPG berpose didepan patung Budha Tidur di Sun Plaza.//AMINOER RASYID/SUMUT POS

Dikatakannya, ada tiga peristiwa penting dalam kehidupan Budha Gautama, yakni pertama adalah kelahiran Pangeran Siddharta di Taman Lumbini tahun 632 sebelum masehi (SM),  kemudian yang kedua adalah penerangan sempurna menjadi Budha di Bodhi Gaya tahun 588 SM, dan terakhir adalah  wafatnya sang Budha Parinibbana tahun 543 SM di Kusinara.

“Secara pribadi, tiga peristiwa penting ini saya implementasikan ke dalam kehidupan saya, karena semua kejadian penting tersebut mempunyai filosopi yang sangat baik dan mulia jika kita bersungguh-sungguh,”ujarnya saat dihubungi, Kamis (15/5).

Dipaparkan Tomi, saat pangeran Sidharta lahir kedunia sebagai seorang Bodhisatva atau Calon Buddha yang merupakan calon seseorang yang akan mencapai kebahagiaan tertingggi dimaknai, setiap kehidupan merupakan anugerah yang mulia, jadi bertindaklah dengan mulia.

Semasa hidupnya, pangeran Sidharta merupakan orang yang mulia. Sebagai seorang pangeran, dia rela meninggalkan kenikmatan yang dia punya dan kemudian membaur dengan kehidupan sosial ummatnya.

“Pada tahap ini, kita mencontohnya untuk lebih mementingkan kepentingan masyarakat daripada kelompok atau diri sendiri,”jelasnya.

Yang kedua, lanjut Tomi, pencapaian penerangan sempurna. Pada saat ini, beliau pergi meninggalkan istana dan pergi menuju hutan untuk mencari kebebasan dari usia tua, sakit, dan mati. Kemudian saat Purnama Sidhi di bulan Waisak, Pertapaan Sidharta mencapai Penerangan Sempurna dan mendapat gelar Sang Buddha. Untuk tahap ini, sangat banyak hikmah yang bisa diambil. “Meskipun sudah menjadi manusia besar, namun Pangeran Sidharta terus belajar hingga mencapai penerangan sempurna. Maknanya, kita juga harus terus belajar dan belajar. Kita tidak boleh merasa sok tahu dan sok pintar atau menganggap ilmu yang telah kita miliki sudah cukup,”ujarnya.

Sementara untuk tahap ketiga adalah pencapaian parinibbana. Pada usia 80 tahun sang Budha Wafat atau Parinibbana di Kusinara. Pada saat ini, semua mahkluk memberikan penghormatan kepada Sang Budha dan begitu juga Para anggota Sanggha, mereka bersujud sebagai tanda penghormatan terakhirnya kepada Sang Buddha. “Pada tahap ini dimaknai dengan ketidakkekalan hidup. Sesiapapun, apapun jabatannya, setampan apapun, sekaya apapun, semuanya akan sirna. Dan sebaik-baiknya adalah menjaga nama baik,”jelasnya.

Pada waktu yang berbeda, Ketua PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) kota Medan Halim Loe mengatakan, makna tri suci waisak ini adalah pengembangan cinta dan kasih kepada setiap makhluk hidup, merenungi segala perbuatannya dan setiap saat selalu hidup dengan rasa cinta-kasih tanpa kebencian, seperti yang tertulis di dalam Dhammapada. “Kebencian tidak akan selesai jika dibalas dengan kebencian, tetapi hanya dengan memaafkan dan cinta-kasihlah maka kebencian akan lenyap”ujarnya.

Sementara itu, rangkaian kegiatan yang dilakukan anggota PSMTI yang beragama Buddha merupakan kegiatan sosial dengan pemberian bantuan berupa sembako kepada masyarakat yang kurang mampu.

Pantauan Sumut Pos, sementara ribuan umat Budha yang merayakan hari besar tersebut di Vihara Borobudur jalan Imam Bonjol Medan memperingatinya dengan suka cita. Bahkan, mereka mengadakan kegiatan puja bakti selama tiga hari berturut-turut yang dimulai pada 13 hingga 15 Mei 2014.

Perayaan  Hari raya  Waisak dengan tema ‘Buddha Memimpin Kita Hidup Bahagia’ itu berlangsung aman dan tentram. Ketua Yayasan Vihara Borobudur Ir Lindawaty Roesli mengatakan, Hari Raya Tri Suci Waisak adalah Hari Raya Agama Budhha untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Budhha Gautama.(tri/azw)

Exit mobile version