Site icon SumutPos

Sempat Sedih & Merasa Dibohongi Karena Ditolak Ikut

Foto: Bagus Syahputra/Sumut Pos
Nenek Kelvin Zeriansyah, Supiani.

SUMUTPOS.CO – Rasa sedih keluarga yang kerabatnya hilang dalam peristiwa tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin (18/6) lalu, masih belum pupus. Kelvin Zeriansyah misalnya, remaja 14 tahun yang kedua orangtua dan dua adiknya ikut tenggelam bersama kapal, masih sedih. Apalagi, ia sempat minta ikut ke Danau Toba, namun ditolak ibunya.

——————————————–

BAGUS SYAHPUTRA, Medan

——————————————–

 

Sabtu (14/7) sore, wartawan Sumut Pos mendatangi rumah Kelvin di Jalan Alumunium I Gang Tompo, Kota Medan. Saat itu, Klevin sedang tidak berada di rumah. Kelvin, Supiani (62), menyebut Kelvin sedang main-main sama temannya di luar..

Namun mengetahui maksud kedatangan awak media ini  untuk wawancara dengan Kelvin, si nenek menyuruh anaknya menjemput Kelvin. Sekitar 5 menit kemudian, Kelvin pulang ke rumah dijemput pamannya menggunakan sepeda motor.

Mengetahui maksud kehadiran awak media, remaja 14 tahun itu tampak tertunduk sedih. Kelvin merupakan anak sulung dari 3 bersaudara, anak pasangan suami-istri Saputra Handoko (40) dan  Hawaleni Saragih (35). Kedua adiknya, masing-masing bernama Fikri Zeriansyah (10) dan Attahyatul Husna (8). Keempat keluarganya itu menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun dan dinyatakan hilang hingga saat ini.

Setelah berbasa-basi, siswa kelas IX di SMP Negeri 24 Medan itu menuturkan kronologis kenapa dirinya tidak ikut menjadi korban KM Sinar Bangun saat itu.

Awalnya, Kelvin bersama kedua orangtua dan adik-adiknya, pulang kampung ke rumah keluarga besar ibunya di Kota Pematangsiantar, Jumat (15/6) siang, untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri 1439 H. Mereka menginap selama 3 malam di Pematangsiantar. Kemudian, pada Senin (18/6) pagi, 17 anggota keluarga menggunakan mobil secara berombongan, berangkat hendak liburan ke Danau Toba. Karena jaraknya hanya 1 jam perjalanan dari Siantar.

“Mamak bilang cuma ke Pantai Pasir Putih saja, tapi tidak menyebrang. Saya terus meminta ikut pergi bersama mereka. Tapi mereka menolak,” tuturnya sedih.

Kelvin malah disuruh kedua orangtuanya pulang ke rumah mereka di Medan. Ia a sendiri tidak tahu apa maksud kedua orangtuanya tersebut. “Senin pagi itu, ayah dan mamak menyuruh aku pulang dan membersihkan rumah. Sebenarnya aku tidak mau dan minta ikut ke Danau Toba. Tapi tetap disuruh pulang. Jadi aku pun pulang ke Medan meski sedih karena tak diajak,” tutur Kelvin.

Setiba dirinya di Medan, pada Senin sore ia sempat melihat video yang diupload salah satu kerabat keluarganya, di Instagram. Di video itu, tampak kerabat keluarga sedang cerita di atas Kapal Motor Sinar Bangun.

“Sempat aku dalam hati merasa dibohong mamak. Katanya mereka cuma ke Pantai Pasir Putih di Danau Toba. Tapi ternyata mereka menyeberang naik kapal. Malamnya sekitar pukul 01.30 (Selasa 19 Juni 2018), aku menelpon ayah. Namun handphone ayah tidak aktif. Aku pun ngantok dan langsung tidur,” kata Kevin.

Saat bangun pagi harinya, Klevin melihat tayangan berita di televisi. Ia melihat Kapal Motor yang tenggelam sama seperti kapal yang dilihat dia pada video di Instagram. Sontak ia berlari keluar rumah dan mendatangi rumah neneknya, yang tak jauh dari rumah Kevin.

“Nekk.. Nenekkkk… kapal yang dinaiki ayah dan mamak tenggelam,” teriaknya panik saat itu. Ia tak menyangka ketidaksertaan dirinya ke danau Toba, justru menjadi keselamatan bagi dirinya dan bencana bagi keluarganya.

Hingga berminggu-minggu, Kevin terus dilanda kesedihan dan rasa hampa.

“Kalau sekarang, aku sudah ikhlas,” ucapnya, tetap dengan nada sedih.

Kini, Kevin menjadi yatiu piatu. Neneknya Supiani mengambil alih pengasuhan atas dirinya.

Supiani sendiri mengingat, pada 1 Syawal 1439 H, sudah tampak tanda-tanda lain atas putranya, Saputra Handoko.

“Mereka mau pulang kampung ke Pematangsiantar, ke tempat keluarga istrinya, Hawaleni Saragih. Mereka membawa ketiga cucu saya, termasuk si Kelvin ini. Pada Jumat siang, mereka masih salam-salaman di rumah ini,” kata Supiani.

Hari itu, Saputra sempat keluar masuk ke dapur Supiani, seperti orang kebingungan. “Sebelum berangkat pergi, Saputra bilang: ‘Mak lihat sepatuku… cantik ‘kan? Harganya mahal,” kata putranya.

Saat itu, Supiani tidak memperhatikan kejanggalan dengan tingkah anaknya. “Belakangan setelah kejadian, Nenek baru merasakan memang tingkah Saputra sedikit aneh pada Lebaran pertama itu,” jelas Supiani.

Awalnya, Supiani tidak mempercayai anak, menantu, dan cucunya menjadi korban kapal tenggelam. Meski Kelvin sudah mengabarkan. “Baru percaya setelah dikabari polisi melalui telepon,” ucapnya lirih.

Dari 17 anggota keluarga besar menantunya yang berlibur di Danau Toba, hanya satu yang selamat. Yakni Dita Saragih, adik dari menantu Supiani.

Pada Selasa (19/6) siang, pihak keluarga berangkat ke Tigaras, Kabupaten Simalungun, untuk mencari informasi. Namun hingga hari berakhir, pencarian yang dilakukan Basarnas tidak membuahkan hasil.

“Kami menggelar tahlilan. Sekarang, saya sudah ikhlas. Kalau sudah begitu jalannya, mau bagaimana lagi? Biarlah Kelvin saya rawat seperti anak sendiri,” katanya.

Pihak keluarga kini mempertanyakan soal santunan dari Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Sosial dan PT Jasa Raharja. Pasalnya, dari 4 orang keluarga mereka yang menjadi korban, hanya Saputra dan istrinya yang mendapatkan santunan yang diberikan ahli waris. Dua anaknya yang ikut menjadi tidak korban, tidak diberi santunan.

Kapal Motor Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba (Senin (18/6) sore, dalam pelayaran dari Pelabuhan Simanindo, Kabupaten Samosir menuju Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun. Saat itu, cuaca dengan hantaman putting beliung yang datang mendadak. Ditambah, kapal penyebrangan kelebihan muatan dengan mengangkut ratusan penumpang dan puluhan sepeda motor.

Tali kemudi KM Sinar Bangun putus, menyebabkan kapal tidak bisa dikendalikan oleh nakhoda, sehingga kapal terbalik dan kemudian tenggelam.

Proses pencarian korban dilakukan Tim SAR Gabungan selama dua pekan lebih. Namun hanya 24 orang yang bisa dievakuasi. Yakni 21 orang selamat, dan 3 orang meninggal dunia. Sedangkan 164 orang lagi dinyatakan hilang hingga saat ini.

Atas kejadian ini, Polda Sumut menetapkan 5 orang tersangka, yakni Kepala Dinas Perhubungan Samosir, Nurdian Siahaan, Nakhoda Kapal Motor Sinar Bangun, Poltak Soritua Sagala, Kepala Pos Pelabuhan Simanindo, Kabupaten Samosir, Golpa F Putra. Kemudian, Kepala Bidang Angkutan Sungai dan Danau Perairan (ASDP) Kabupaten Samosir, Rihad Sitanggangm dan anggota Kapos Pelabuhan Simanindo, Karnilan Sitanggang. (gus)

Exit mobile version