Site icon SumutPos

Sekwan Antar Dua Kardus

foto-foto: danil siregar/SUMUT POS DIPERIKSA: Mantan anggota DPRD Sumut (dari kiri) Rizal Sirait, Hasbullah Hadi, Bustami, dan Hamsal Nasution datang ke Mako Brimob, kemarin.
foto-foto: danil siregar/SUMUT POS
Mantan anggota DPRD Sumut (dari kiri) Rizal Sirait, Hasbullah Hadi, Bustami, dan Hamsal Nasution datang ke Mako Brimob Sumut, Selasa (15/9/2015).

SUMUTPOS.CO- Sebanyak 18 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut periode 2009-2014 memenuhi panggilan penyidik KPK pada pemeriksaan hari kedua di Mako Brimob Polda Sumut di Jalan Wahid Hasyim, Medan. Menjelang berakhirnya pemeriksaan, Selasa (15/9), Sekretaris Dewan (Sekwan) Randiman Tarigan tiba-tiba datang membawa dua kardus penuh berkas.

Selama proses pemeriksaan berlangsung, Randiman terlihat datang dua kali ke Mako Brimob. Kehadiran pertama pada pagi hari sekitar setengah jam. Namun dirinya langsung meninggalkan kompleks Mako Brimob. Kehadiran kedua terlihat pada sore hari atau sekitar 90 menit sebelum seluruh penyidik KPK di Mako Brimob keluar meninggalkan lokasi.

Randiman yang didampingi Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Alinafiah tampak membawa dua kardus penuh berisi berkas untuk diserahkan kepada penyidik KPK di salah satu ruangan.

“Ya, ini cuma kertas saja. Mohon maaf ya, saya tidak bisa jelaskan,” sebut Randiman yang mengaku datang sebatas mengantarkan berkas yang diminta penyidik KPK.

Sekitar satu jam kemudian, dua sopir yang membawa kendaraan rombongan penyidik KPK tampak membawa masuk ke mobil dua kardus yang dibawa Randiman dan Alinafiah.

Randiman yang keluar disusul 14 orang penyidik KPK menandai berakhirnya pemeriksaan hari kedua. Sebanyak penyidik yang menumpang mobil jenis minibus dan van terlihat tertawa dan saling bergurau menyaksikan rekannya ditanyai wartawan terkait hasil  pemeriksaan yang dilakukan.

Hingga hari kedua, Selasa (15/9), KPK sudah memintai keterangan dan klarifikasi dari 42 orang anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 terkait persoalan interpelasi. Jumlah ini berbeda dengan penyampaian Plh Kabag Humas KPK Yuyuk Andriati yang mengatakan sudah mengumpulkan keterangan dari 30 mantan anggota DPRD Sumut untuk pengembangan kasus Gubsu Gatot Pujo Nugroho.

Dari pantuan Sumut Pos di lokasi, sejak pagi hingga menjelang malam, sejumlah anggota DPRD Sumut periode lalu  mendatangi lokasi pemeriksaan yang dipilih KPK tersebut. Mereka adalah Rizal Sirait, Fadli Nurzal, Bustami HS, dan Ali Jabbar Napitupulu yang berasal dari fraksi PPP. Menyusul Tohonan Silalahi, Darmawan Sembiring, dan Murni Eliezer Verawaty Munthe dari fraksi PDS pada periode lalu.

Terbanyak dari seluruh mantan legislator Sumut 2009-2014 itu berasal dari fraksi Partai Demokrat yakni Arifin Nainggolan, Meilizar Latif, Layari Sinukaban, Ida Budi Ningsih, Hasbullah Hadi, Nurhasanah, Tia Isah Ritonga, Ristiawati, dan Tunggul Siagian. Sedangkan dua lainnya adalah Andi Arba (PKS) dan Rahmiana Delima Pulungan (PPRN).

Ditemui wartawan usai diperiksa, Rizal Sirait mengaku dia adalah orang pertama pada hari kedua yang selesai lebih dulu dimintai keterangan dan klarifikasi oleh penyidik KPK terkait masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut dan interpelasi.

Menurut Rizal, pemeriksaan dilakukan karena ada sikap tutup-buka dukungan dsalam pengajuan hak interpelasi DPRD Sumut terhadap Gubss Gatot Pujo Nugroho, beberapa waktu lalu. Disebutkan, ada yang membubuhkan tanda tangan dukungan, tapi ada anggota Dewan yang kemudian ‘mencabut’ tanda tangan.

“Materinya soal APBD dan interpelasi. Kenapa mereka (KPK) pertanyakan? Ya karena ada istilah tutup-buka namanya,” ujar Rizal yang kini lolos sebagai anggota DPD.

Menurut Rizal, hak interpelasi digulirkan empat kali sepanjang tahun 2011-2015 untuk dua masa periode yakni periode DPRD Sumut 2009-2014 dan 2014-2019. Dia mengaku sejak awal komitmen mendukung hak interpelasi dan tak pernah menarik dukungan sekalipun.

“Kaitannya begini. Ada interpelasi, ada APBD. Bagaimana agar APBD itu tidak ditolak. Kalau saya sejak awal sudah mendukung hak interpelasi, dan tidak pernah mencabut tanda tangan,’’ tegasnya.

Rizal yang mengaku disodorkan delapan pertanyaan oleh penyidik KPK mengatakan dirinya tidak ditanya soal dugaan penerimaan gratifikasi atau suap saat bergulirnya interpelasi. Sehingga kemungkinan apakah dugaan gratifikasi ada atau tidak, dia mengaku tak tahu.

“Apakah yang mencabut itu ada indikasi suapnya, Allahua’lam, saya tak tahu. Tapi saya tak ditanyakan soal itu,” sebutnya.

Rekan Rizal, Bustami HS yang menyusul keluar dari gedung utama Mako Brimob, mengatakan tak menghitung berapa pertanyaan yang diajukan kepada dirinya. Bustami menjelaskan soal alasan diajukannya hak interpelasi dan hak anggota Dewan untuk menarik dukungannya berdasarkan UU yang ada. Sebab hak tersebut melekat pada setiap anggota dewan.

“Pokok materinya masalah interpelasi. Berapa kali periode lalu, berapa di periode ini. Ya saya jawab. Menarik (dukungan) itu kan tak salah,” kata Bustami yang kembali terpilih pada periode ini.

Disinggung adanya pengaduan dari Ahmad Fuad Lubis kepada KPK soal keterlibatan anggota Dewan dalam kasus dugaan suap interpelasi, Bustami menegaskan, pertanyaan senada tak muncul dalam pemeriksaan terhadap dirinya.

“Yang dipersoalkan cuma kenapa menarik (dukungan interpelasi). Apakah ada macam-macam. Itu yang digali-gali dari kita. Kenapa di tahun 2013 itu ada rasionalisasi dan 2014 ada pula cerita kurang bayar,” tukasnya sembari mengapresiasi penyidik KPK yang rata-rata muda dan bersikap ramah.

Adapun sejumlah mantan anggota Dewan lainnya seperti Darmawan Sembiring,  Tunggul Siagian, serta Tohonan Silalahi tak mau menjawab pertanyaan wartawan. Ketiganya terus menghindar sembari menutupi wajah dari kamera wartawan. .

Sementara, mantan anggota Dewan, Nurhasanah yang terpantau keluar paling rakhir dari ruangan penyidik sekitar pukul 16.30 WIB tidak mau berkomentar banyak. Dia berdalih  pertanyaan yang disampaikan sama saja dengan rekan-rekannya yang lain pada hari pertama.

“Sudah tahu kalian itu. Dari semalam kan juga sudah ada yang diperiksa. Tak usah saya kasih komentar lah,” katanya.

Plh Kabag Humas KPK, Yuyuk Andriati yang dikontak tadi malam menyebutkan KPK masih terus merampungkan pengumpulan informasi terkait dugaan adanya pelanggaran hukum di balik batalnya rencana DPRD menggunakan hak interpelasi terhadap Gatot. Dikatakan dia, sejumlah tim penyidik hingga Selasa (15/9) malam, masih berada di Medan.

“Iya, tim masih berada di Medan,” ujar Yuyuk menjawab Sumut Pos, Selasa (15/9) malam.

Menurut Yuyuk, tim penyidik telah berada di Medan sejak Senin (14/9) kemarin dan setidaknya telah memintai keterangan dari 30 orang mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Keterangan sangat dibutuhkan terutama dari pihak-pihak yang dinilai mengetahui proses mengemukanya rencana penggunaan interpalasi, hingga kemudian akhirnya batal digunakan setelah diputuskan dalam rapat paripurna. “Untuk nama-nama yang telah dimintai keterangannya mungkin sampai saat ini sudah ada sekitar 30 orang,” ujarnya.

Sayangnya saat ditanya apakah tim masih akan memintai keterangan dari puluhan mantan anggota DPRD lain, Yuyuk mengaku belum memeroleh informasi. Termasuk apakah benar KPK akan berada di Medan hingga Kamis (17/9) mendatang. “Kalau untuk itu saya kurang tahu mas,” ujar Yuyuk singkat.

Namun begitu sebelumnya diperoleh informasi KPK setidaknya akan memintai keterangan dari 93 orang mantan anggota DPRD.Pemeriksaan

Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi juga membenarkan pihaknya tengah memintai keterangan sejumlah mantan anggota DPRD Sumut  periode 2009-2014 bertempat di Mako Brimob Polda Sumut.

Menurut Johan, langkah tersebut dilakukan setelah sebelumnya mencium adanya dugaan pelanggaran hukum di balik batalnya rencana penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot yang saat ini berstatus tersangka kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

“KPK memang sedang melakukan pengumpulan bahan keterangan kepada sejumlah pihak. Di antaranya anggota DPRD Sumatera Utara. Ini dalam rangka menyelidiki apakah dalam kaitan interpelasi itu terjadi dugaan tindak pidana korupsi atau tidak,” ujar Johan.

Saat ditanya lebih lanjut terhadap hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Johan menyatakan belum dapat memberi pernyataan lebih lanjut. Pasalnya proses masih berjalan dan saat ini penyidik masih melakukan sejumlah pendalaman-pendalaman. “Penyelidikannya kan masih baru dimulai,” ujar Johan.

KPK diketahui telah memintai keterangan Ketua DPRD Sumut Ajib Shah, Senin (7/9). Kemudian dilanjutkan pemeriksaan Gatot sebagai saksi pada Selasa (8/9). Selain itu beredar informasi terhadap sekitar tujuh anggota DPRD lainnya juga telah dimintai keterangan. Menurut Johan langkah ini dilakukan setelah sebelumnya KPK menerima laporan berkaitan adanya dugaan ketidakberesan dalam kaitan interpelasi di DPRD.

Saat ditanya apakah dalam kasus ini KPK telah menetapkan tersangka, Johan dengan tegas menyatakan belum. “Sekarang ini masih mengumpulkan keterangan, belum ada tersangka,” ujarnya.

Dari informasi yang dihimpun, tim penyidik kembali turun ke Medan setelah sebelumnya saat melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap hakim PTUN, ditemukan berkas rencana penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot.

Usulan penggunaan hak interpelasi hadir dengan empat materi alasan. Terkait pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut dan etika Gatot sebagai kepala daerah.

Dari pengkajian tim pengusul, keuangan daerah di lingkungan Pemprov Sumut dalam kondisi kritis. Sehingga perlu mendapatkan penjelasan dari Gatot. Kondisi itu dapat dilihat dari tertundanya pembayaran dana bagi hasil pajak yang menjadi sumber pembangunan di daerah ke seluruh pemerintah kabupaten/kota di Sumut.

Namun dalam rapat paripurna DPRD diputuskan penggunaan hak interpelasi ditolak, setelah 52 anggota menolak dan hanya 35 anggota dewan yang setuju. (bal/gir/val)

Exit mobile version