Site icon SumutPos

MUI Harus Berperan dalam Penguatan Politik Umat Islam

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Umat Islam harus berpolitik dan terjun langsung agar tidak dipimpin dan dikuasai oleh orang-orang zalim. Hal itu menjadi tugas para pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan untuk mengembalikan keyakinan dan kepercayaan Umat Islam di dalam bingkai politik.

MUI juga bertanggung jawab atas penguatan politik umat Islam. Karenanya, ketua-ketua MUI di kecamatan diimbau untuk dapat mengarahkan dan mendidik umat dalam berpolitik. “Agar masyarakat terlibat dan mau berpolitik demi kemajuan dan kebesaran Agama Islam, kita semua bertanggung jawab mencerdaskan umat islam dalam siyasah.

Namun begitu, tidak serta merta pengurus MUI menjadi salah satu pendukung partai politik ataupun masuk dalam partai politik. Sebab, MUI di semua level adalah tenda besar Umat Islam,” kata Ketua MUI Kota Medan Dr Hasan Matsum dalam seminar tentang “Penguatan Politik Islam di Kota Medan” yang digagas Komisi Siyasah, Syariah dan Kerjasama antar Lembaga MUI Kota Medan di Aula Lantai II, Jalan Nusantara Medan, Kamis (14/10).

Dalam seminar ini, selain Hasan Matsum, ada dua narasumber lainnya yakni Anggota DPD RI asal Sumut Muhammad Nuh dan dosen FSH UIN SU Medan Dr Zulham SHI MHum. Sedangkan peserta seminar berasal dari seluruh MUI Kecamatan se-Kota Medan, Pengurus Harian MUI Kota Medan, dan ormas-ormas Islam.

Hasan Matsum juga mengingatkan, jangan ada lagi yang mengatakan, tidak boleh ada politik di masjid. “Sebaliknya justru politik itu wajib, sebagaimana di zaman Rasulullah Saw dulu juga berpolitik. Bahkan Rasulullah berperang untuk memenangkan politik dalam pengertian yang sangat luas,” ungkapnya.

Saat ini, lanjut Hasan, banyak pemahaman sesat yang mempengaruhi pikiran umat Islam agar tidak mencampuradukkan politik dengan agama, sebab politik itu dianggap kotor dan bertentangan dengan ajaran agama. “Sekarang ini pemikiran seperti itulah yang harus kita hapuskan dari umat,” tegasnya.

Sementara anggota DPD RI asal Sumut, Muhammad Nuh menyampaikan, Islam sebagai agama, tidak terlalu banyak masalah dalam berpolitik. Contohnya, pengangkatan khalifah sesudah Rasulullah wafat dengan berbagai cara seperti cara aklamasi, voting (formatur), dan lain sebagainya.

Nuh juga mengatakan, pernyataan Samuel Huntington, eorang ilmuwan politik Amerika Serikat perlu menjadi catatan dan dicermati. Diantaranya, sebagai kajian objektif pakar sejarah politik, bahwa Timur (terutama Islam) pernah menguasai Barat (Amerika dan Eropa). Contohnya, Islam pernah berkuasa di Andalusia, Spanyol, selama 781 tahun.

Kemudian, peringatan bagi Barat yang kini menguasai dunia, agar jangan lalai dengan Timur. Meski kini lemah dan dapat dikendalikan, tapi kaum Muslimin pernah dan memungkinkan menjadi penguasa dan berkuasa.

“Pengalaman Raja Faishal dari Saudi Arabia, yang pernah menggerakkan embargo minyak bagi negara-negara yang mendukung Israel dalam menghadapi negara-negara Arab. Ini bisa menjadi masukan berharga buat kita dalam mengambil peran politik demi kejayaan umat,” pungkas Nuh.

Sebelumnya, Pamonoran Siregar, M. Pd.I selaku ketua panitia menyampaikan, seminar ini dilaksanakan untuk melihat perpolitikan Umat Islam saat ini yang dinilai sangat lemah. “Umat Islam belum mendapatkan tempat yang layak baik di Indonesia maupun dunia internasional. Walaupun menjadi penduduk mayoritas, tapi Umat Islam tertindas dalam ketidakberdayaan,” sebutnya.

Untuk itu, lanjutnya, politik sangat penting bagi Umat Islam, karena tidak ada urusan apapun dimuka bumi ini yang tidak terlepas dari politik. Umat Islam harus mengambil peran dalam perpolitikan agar tidak tertindas dan dipimpin oleh orang-orang zalim.(adz)

Exit mobile version