Site icon SumutPos

Ial, Satu-satunya Pasien di Rumah Sakit Jiwa yang Berpuasa

Dia menyebut namanya Ial. Hanya Ial. Singkat dan padat. Tapi, ketika ditanya soal ibadah puasa tahun ini, Ial berubah banyak kata. Bibirnya menari tanpa henti menceritakan suka dukanya berpuasa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (RSJ-Provsu).

Puput Julianti Damanik, Medan

RUANG PERAWATAN: Suasana depan Ruang Bukit Barisan RSJ Provsu tempat Ial dirawat, kemarin.//Puput Julianti Damanik/SUMUT POS

Ya, dari 527 pasien di rumah sakit itu, memang hanya Ial yang berpuasa.

Aktivitas di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (RSJ-Provsu) di Jalan Tali Air, Jamin Ginting berjalan seperti biasanya. Para perawat membagikan makan malam sekitar pukul 18.00 WIB kepada seluruh pasien RSJ, khususnya di Ruang Bukit Barisan, kelas III. Tak lama makanan dibagikan, semua langsung lahap menikmati makanan malam yang telah dijatah tersebut.

Namun sejak awal bulan Ramadan, pemandangan tersebut sedikit tampak berbeda. Dari sebanyak 45 pasien di ruang Bukit Barisan, satu di antaranya terlihat tidak langsung memakan jatahnya. Ia malah menyimpan hidangan tersebut dan membukanya setelah azan Magrib.

Yah, ia adalah Ial (51). Saat ditemui oleh Sumut Pos, Selasa (16/7) Ial terlihat tenang. Dia duduk di depan Ruang Bukit Barisan. Ial tidak sendiri, ia duduk bersama beberapa perawat dan kepala ruangan. Mereka saling bercerita, tertawa dan bercanda layaknya seperti saudara. Sesekali pria yang memiliki badan tegap dan tinggi ini juga menceritakan kisahnya. Dia bercerita tanpa segan.

Ial memang sudah menganggap semua menjadi keluarganya. Bahkan, biasanya ia ikut membantu menyapu halaman serta mengepel lantai di area RSJ tersebut. RSJ sudah menjadi rumahnya, ia merasa nyaman, tenang, tidak emosi dan tidak meledak-ledak.

Meskipun awalnya down karena harus jauh dari keluarga dan lingkungannya, Ial sudah kembali semangat. Bahkan, di bulan Ramadan pun Ial mengusahakan diri untuk bisa melakukan puasa. Dari 527 pasien di RSJ, hanya Ial yang selalu rutin mengikuti ibadah puasa.

“Saya sudah lebih dari tiga tahun di sini, bolak-balik keluar masuk. Terakhir saya keluar tiga tahun yang lalu sampai sekarang sudah sekitar tiga tahun. Dan di tiga tahun ini, saya selalu ikut berpuasa di bulan Ramadan,” ujar Ial sembari tersenyum ramah.

Meskipun puasa ia lakukan tanpa keluarga dan teman, ia tidak pernah menyerah, sahur dan berbuka puasa ia lakukan dengan sangat gembira. “Saya sahur di rumah Pak Asman, rumahnya di dalam komplek ini juga, di belakang sana. Sama seperti tahun lalu bayar seikhlasnya saja di situ. Kalau buka, saya menyimpan hidangan yang dibagikan saat sore untuk dimakan pas berbuka puasa. Tapi awalnya, saya ke masjid di dalam komplek RSJ ini untuk berbuka. Baru selesai salat Magrib saya kembali ke ruangan untuk makan,” ujar warga Kampung Baru, Medan ini.

Bulan Ramadan selalu membawa kesan tersendiri bagi ayah dari dua orang anak ini. “Saya selalu senang di bulan Ramadan, saya tunggu-tunggu bulan ini. Sepertinya di bulan Ramadan itu, saya bisa lebih tenang. Rasanya digembleng, dilatih kesabarannya,” ujar Ial.

Yah, Ial memang tidak seperti pasien biasanya, ia sudah terlihat sehat dan lebih tenang. Puasa di bulan Ramadan juga diisinya dengan kegiatan agama, salat lima waktu, tarawih meskipun belum penuh. “Saya kalau di sini rasanya tenang, nyaman, hanya waktu itu pernah saya kumat. Biasanya itu karena tidak minum obat. Dulu saya ingin tes, sanggup ‘gak saya kalau tidak minum obat, ternyata tidak bisa. Tapi meskipun begini, saya belum bisa pulang karena kalau di rumah saya suka kambuh lagi, meskipun sudah minum obat. Mungkin karena lingkungannya. Makanya saya nyaman di sini, keluarga juga selalu tidak izinkan saya lama-lama di rumah,” ujarnya.

Tambah Ial, saat berpuasa dia terpaksa mengubah waktu minum obatnya. “Kalau hari biasa saya minum obat setiap pagi jam 6 dan malam. Tapi kalau saat ini, saya minum obatnya setiap sahur dan berbuka puasa. Alhamdulilah tidak terganggu,” katanya.

Lanjutnya, lebaran ia sangat ingin berkumpul dengan keluarganya sampai bermalam, tapi keinginan tersebut sampai saat ini belum dapat tercapai. “Kalau lebaran pertama, saya salat Idul Fitri di sini, abis itu saya izin pulang. Kebetulan keluarga saya tinggal adik saja, orangtua sudah tidak ada, dua anak saya dibawa ibunya saat bercerai 14 tahun yang lalu. Saya ingin sekali bisa kumpul sama keluarga, tapi cuma bisa sehari saja karena keluarga saya khawatir penyakit saya kambuh. Saya tidak pernah bisa lama berkumpul bersama keluarga,” ujarnya sedih.

Tidak segan, mantan pegawai honorer di Badan Pengelolah Perparkiran ini menceritakan kisah ia dibawa ke RSJ. “Saya dahulu terlalu banyak pakai ganja, sampai sakit sekali kepala saya. Itu tahun 2000 lalu, saya masih ingat. Karena mengkhawatirkan, saya dibawa kemari,” katanya.

Tidak bisa berlama-lama berkumpul bersama keluarga saat lebaran nanti, tidak menyurutkan semangatnya menanti momen lebaran meskipun lebaran yang ia rasakan tidak seperti orang pada umumnya.

“Kalau lebaran ini saya mau pulang ke rumah. Kalau lebaran biasanya saya pakai baju yang lama saya tapi yang paling bagus saja. Tidak seperti orang lain harus baju baru,” ujar Ial yang tak ingin difoto karena tak ingin anak-anaknya yang telah gadis menjadi sedih.

Sampai saat ini, puasa Ial terus penuh meskipun ia lakukan tanpa teman. Bahkan sesekali ia mengajak temannya ikut berpuasa, namun hasilnya gagal. Ial harus puasa sendiri. “Tahun lalu ada teman saya yang juga berpuasa, tapi dia sudah keluar. Dulu masih ada temannya, sambil becanda kadang saya mau juga ajak teman berpuasa tapi yah mungkin ‘gak niat,” katanya.

Sementara itu, Ferdi (46), kepala ruangan Bukit Barisan RSJ mengatakan, Ial mengalami Schizophrenia Paranoid dan kondisinya sudah lebih baik dan tenang, namun lingkungan yang tidak nyaman dapat mengganggu kondisi ketenangannya. “Saat ini, Ial sudah terlihat baik dan tenang, ia sudah bisa menjalankan ibadah puasa dan lainnya. Bahkan dia sering membantu kami, tapi terkadang dia mau kumat kalau sudah di luar, mungkin faktor lingkungan di luar yang sering mengucilkannya,” ujarnya.

Lanjut Ferdi, Schizophrenia ini adalah penyakit mental yang mengganggu proses berpikir, suka halusinasi pendengaran, suka curigaan, membanggakan diri dan mengamuk. “Dahulu, Ial ini dominan dapat mencelakakan orang lain. Namun saat ini kondisinya sudah stabil dan lebih baik. Bahkan kami suka terbantu dengan dirinya,” katanya.

Lanjutnya, ia sudah menganggap Ial sebagai saudaranya. “Hubungan pegawai atau perawat dengan pasien RSJ di sini sangat baik, kalau sama Ial ini, kadang kita cerita-cerita, bercanda, main catur dan banyak lainnya. Kalau ibadah puasa yang dilakukannya ini saya baru tahu tahun ini karena baru tahun ini juga saya menjadi kepala ruangan di Bukit Barisan. Itupun saya tahunya pas dia tidur dan semua kawannya lagi mau dibagikan makan malam, ternyata dia bilang kalau dia puasa. Kemajuan yang sangat baik, semoga Ial bisa kembali normal dan berkumpul dengan keluarganya, khususnya anaknya yang sudah lama tidak pernah bertemu,” pungkas Ferdi. (*)

Exit mobile version