Site icon SumutPos

Giliran Arifin Nainggolan Ditahan KPK

Arifin Nainggolan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin (16/7)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggilir satu per satu tersangka penerima suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho. Dari 38 anggota dewan yang telah ditetapkan sebagai tersangka, 10 di antaranya telah ditahan. Teranyar, KPK menahan politisi dari Partai Demokrat, Arifin Nainggolan, Senin (16/7) sore.

Pantauan di gedung KPK, dengan menggunakan rompi orange, Arifin Nainggolan meninggalkan gedung KPK sembari menutup wajahnya dengan kertas di tangannya. “Terhadap tersangka ANN (Arifin Nainggolan) dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Rutan Polres Jakarta Pusat,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan.

Menurut Febri, sesuai jadwal, penyidik KPK hari ini mengangendakan pemeriksaan terhadap dua tersangka lainnya yakni, Biller Pasaribu dan Rahmiana Delima Pulungan. Namun, Rahmiana Delima Pulungan tidak hadir. “Rahmiana Delima Pulungan tidak hadir. Belum diterima informasi alasan ketidakhadirannya,” jelasnya.

Sebelumnya, Arifin Nainggolan sempat mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK pada Rabu (11/7) pekan lalu, dengan alasan sakit. Saat itu, dia dipanggil penyidik KPK bersama dua rekannya, Mustofawiyah dan Tiaisiah Ritonga yang sama-sama dari Partai Demokrat.

Dalam kasus ini, Arifin Nainggolan membantah telah menerima suap sebab tidak ada bukti penerimaan. Karenanya, dia bersama tiga tersangka lainnya yakni Washington Pane, M Faisal, dan Syafrida Fitrie melakukan praperadilan. Terkait gugatan ini, Febri mengakui kalau KPK ada menerima surat dari Pengadilan Negeri Medan. “Untuk jadwal sidang 26 Juli 2018 di PN Medan,” jelas dia.

Menurut Febri, Arifin Nainggolan, Washington Pane, dan M Faisal beralasan sama. “Ketiganya membantah menerima uang dari eks Gubernur Sumut, karena tidak pernah menandatangani kuitansi atau slip atau bukti transfer sebagai tanda terima uang,” terang Febri.

Sedangkan Syafrida Fitrie beralasan, tidak mengetahui tentang adanya “dana ketok palu”. “Alasan yuridis lainnya yakni penetapan tersangka harusnya dilakukan setelah proses penyidikan dilakukan terlebih dahulu,” terangnya.

Menyikapi pengajuan Prapid itu, Febri menyebut jika sebagian besar alasan praperadilan sebenarnya masuk pada pokok perkara. “Bantahan tidak menerima suap dengan alasan tidak ada bukti kuitansi tidak akan mempengaruhi penanganan perkara ini karena KPK telah memiliki bukti kuat sejak awal,” terang dia.

Selain itu, pembahasan pokok perkara berada di ranah pembuktian di proses Pengadilan Tipikor. “Terkait dengan alasan penetapan tsk harusnya dilakukan sejak penyidikan, hal ini pun bukan merupakan alasan yang baru dan telah sering diuji di sidang praperadilan. KPK dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada ketentuan Pasal 44 UU KPK yang bersifat khusus (lex specialis). Dalam hal KPK menemukan bukti permulaan yang cukup maka dapat ditingkatkan ke Penyidikan,” terang dia.

Diketahui, dalam perkara ini, KPK menetapkan 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 sebagai tersangka. Mereka diduga menerima duit suap dari Gatot Pujo senilai Rp300-350 juta per orang. Sejauh ini, penyidik sudah melakukan penahanan terhadap sembilan tersangka.

Ke-38 orang itu diduga menerima suap terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut 2015.

Dari sejumlah tersangka tersebut, KPK menerima pengembalian uang sejumlah Rp5,47 miliar. Uang itu kini telah disita sebagai barang bukti. (bbs/adz)

Exit mobile version