Site icon SumutPos

Eksekusi Ditunda, Warga Ajukan Gugatan

MEDAN-Rencana Pengadilan Negeri Medan untuk mengeksekusi rumah warga di Jalan Jati Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur pada Rabu (16/11), kemarin akhirnya dibatalkan.

Pasalnya, eksekusi batal karena situasi dinilai tidak kondusif. Pernyataan tersebut disampaikan Humas PN Medan Johnny Sitohang SH, pada wartawan Rabu (16/11) di PN Medan.

“Kita membatalkan dan menunda eksekusi karena kurang kondusifnya situasi lokasi yang akan digelar eksekusi oleh PN Medan dan pihak kepolisian,” ujar Johnny Sitohang.

Lebih lanjut Johnny Sitohang mengatakan, ia  belum bisa memastikan sampai kapan penundaan eksekusi tersebut. Namun pihak Polresta Medan akan memfasilitasi pertemuan antara warga dengan pihak Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan mediasi terkait kasus ini. “Rencananya, Kamis atau Jumat ini mediasi antara pihak PN Medan dengan warga,” kata Johnny.

Sementara itu, meski rencana eksekusi terhadap lahan milik warga seluas 70.506,45 M2 di Jalan Jati tersebut batal, namun para pemilik lahan dan rumah tetap berjaga-jaga. Warga juga memasang spanduk yang isinya meminta pemerintah agar mencopot pejabat yang diduga telah berkolusi dengan mafia tanah dan mafia hukum di Medan.
Selain itu, kuasa hukum warga, Djonggi Simorangkir SH, MH dan Ida Rumindang Rajagukguk SH, MH, pada Rabu (16/11) telah mendaftarkan gugatan perlawanan ke Pengadilan Negeri Medan dan surat permohonan penundaan eksekusi sebelum ada kekuatan hukum tetap.

“Kami sangat berharap agar Ketua PN Medan sebagai Hakim Ketua pada persidangan gugatan ini sehingga bisa mempertanyakan keabsahan sertifikat yang telah dikeluarkan oleh BPN dan tau permasalahan hukum yang sebenarnya,” tegas Djonggi Simorangkir.

Pantauan wartawan Sumut Pos di areal milik warga yang jadi sengketa ini, para warga tetap berada di rumah masing-masing dan sebagian berada di depan rumah  dan di pinggir jalan untuk memantau kedatangan tim eksekusi. Hingga pk 15.00 Wib, tidak terlihat ada tanda-tanda kedatangan tim eksekusi sehingga warga membubarkan diri.

Seperti yang dilakukan Marice Siahaan (65) seorang pemilik lahan dan rumah mengaku akan tetap mempertahankan haknya sebagai pemilik lahan yang sah. “Sampai kapanpun rumah dan tanah ini saya pertahankan. Saya tinggal di sini sejak 1979 dan tanah saya dilindungi  sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan. Kami tidak pernah digugat oleh pihak manapun, mengapa tanah kami harus dieksekusi,” ungkap Marice Siahaan. (rud/mag-7)

Begitu juga warga lainnya, Demak Tobing mengaku heran karena pihaknya sebagai pemilik lahan tidak pernah digugat atau menggugat, tapin tiba-tiba mereka menerima surat dari Pengadilan Negeri Medan bahwa tanahnya akan dieksekusi. “Ada apa ini? Tentu ada mafia tanah dan mafia pengadilan yang terlibat dalam masalah ini. Kami sebagai pemilik lahan yang punya sertifikat kog tiba-tiba akan dieksekusi?” ujar Demak Tobing.. (mag-7)

Exit mobile version