Site icon SumutPos

Kembali Saja Kam ke Kacinambun…

Foto: Ramadhan Batubara/Sumut Pos Siosar, kampung baru bagi korban erupsi Gunung Sinabung, di Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumut.
Foto: Ramadhan Batubara/Sumut Pos
Siosar, kampung baru bagi korban erupsi Gunung Sinabung, di Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumut.

Jalan terjal berliku bukan lagi cerita baru. Pun, berbukit. Belum diaspal. Licin. Tapi, memang seperti itulah jalanan menuju Siosar; kampung baru bagi korban erupsi Gunung Sinabung.

 

Ramadhan Batubara, Karo

 

Franz A Hulu geleng-geleng kepala. Dia tak menyangka kalau Sumut Pos tiba di Siosar mengendarai sepeda motor matik. ‘Bos’ tim pendampingan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu akhirnya tertawa.

“Matik memang tangguh,” kekehnya, Selasa (13/10) petang lalu.

Keterkejutan Franz cukup beralasan. Pasalnya, medan menuju Siosar terbilang cukup berat. Setelah melintasi 80 kilometer dari Medan menuju Kabanjahe, perjalanan harus dilanjutkan lagi sekira 25 kilometer hingga sampai ke kampung baru tersebut.

Pun jalan bukan mulus. Praktis jalan beraspal hanya sampai Kacinambun Kecamatan Tigapanah, desa terakhir sebelum Siosar. Dengan hitungan kasar, jalan beraspal hanya sekitar 95 kilometer. Sepuluh kilometer sisanya hanyalah jalanan tanah yang berlapiskan pecahan batu dan kerikil.

Seandainya jalanan itu datar, mungkin tidak begitu masalah. Tapi, sepanjang jalan tak beraspal tadi adalah medan yang curam. Berliku. Menanjak. Menurun. Itulah sebab, terlepas jarak yang jauh, Franz mengucap salut untuk kegigihan atau lebih tepatnya kenekatan Sumut Pos. “Tapi, selamat datanglah. Beginilah Siosar,” cetusnya.

Lelaki berambut ikal dan berkulit gelap itu tak sendirian. Dia bersama dua rekannya yang lain. Mobil dobel kabin bercap BNPB terparkir tepat di depan rumah Solihin Sembiring (30) tahun. Rumah bernomor 77 dan terletak di ‘blok’ Desa Bekerah.

Pemilik rumah memang telah membangun warung kecil. Di situlah Sumut Pos melepas lelah dengan segelas kopi kampung yang panas. “Tempo hari, saya pernah jatuh naik sepeda motor saat ke sini. Padahal, bukan matik. Hebat kalian,” tambah Franz.

Franz, lelaki berdarah Nias dan Karo tersebut tampaknya belum juga bisa menghilangkan keterkejutannya itu. Dia sibuk mencari tahu seperti apa perjalanan Sumut Pos. Dan, demi memuaskan pikirannya tersebut, cerita pun mengalir.

Selasa (13/10), pukul 11 siang, perjalanan dimulai. Bukan jalan biasa, Sumut Pos memilih lewat jalan Namorambe yang tembus ke Pancurbatu. Sebuah jalur alternatif yang sejatinya cukup laik. Dari Namorambe, masih ada jalan lain menuju Berastagi, yakni tembus ke Simbahe. Tapi, jalur menuju Pancurbatu yang dipilih karena cenderung lebih sepi dan bagus.

Tak ada halangan berarti melalui jalan itu. Pun ketika melintasi berbagai kelokan di sepanjang Jalan Jamin Gintings, Jalan Lintas Sumatera, yang melewati Bandarbaru, Sibolangit, hingga Berastagi. Perjalanan santai selama dua jam terlewati.

Di Berastagi, di warung kopi, lelah sempat dilepaskan. Satu jam beristirahat. Kepulan asap dari gelas kecil berisikan cairan hitam terlihat menggoda. Cuaca Berastagi seperti biasanya, lebih dingin. Ada pula gerimis kecil menyertai. Istirahat terasa lengkap.

Pukul dua siang perjalanan dilanjutkan. Prediksi sampai di Siosar pukul empat petang. Nasi bungkus yang dibeli di rumah makan di Berastagi telah siap. Perjalanan dimulai lagi. Kali ini agak lebih laju. Tanpa sadar Kabajahe telah teraih. Sampai di Masjid Agung, belok kanan. Mencari jalur menuju Kutacane. Dan, mencapai jalur itupun tak perlu membutuhkan waktu lama.

Hingga sampailah ke sebuah persimpangan. Namanya Simpang Desa Singa. Terpampang di simpang itu spanduk ucapan selamat datang untuk Presiden Joko Widodo yang sempat akan hadir ke Siosar pada Hari Idul Adha lalu. Beruntung spanduk itu belum dicopot karena spanduk itu adalah satu-satunya penunjuk jalan.

Belok kiri. Perjalanan dimulai dengan jalan yang sempit. Tidak bisa dilalui dua mobil yang bersilisih. Ketika itu terjadi, maka salah satu mobil akan menepi. Jalanan masih beraspal. Masih baru. Kabarnya diaspal ketika Presiden Joko Widodo akan tiba tempo hari.

Tapi, jalan aspal mulus itu tak panjang. Setelah itu, jalan mulai rusak. Masih teraspal, tapi banyak terdapat lubang. Beruntung, pemandangan dengan ladang warga di kiri dan dan cukup menyegarkan. Persis dengan jalur sebelumnya, jalanan ini juga berliku tajam.

Sampai di Kacinambun, lewat jambur, Sumut Pos memilih belok kiri. Setidaknya pilihan itu berdasarkan informasi yang sebelumnya didapat. Jalan tetap berliku dan tajam. Masih beraspal. Tak terhitung berapa kilometer terlewati, tibalah di Desa Lau Riman, Kecamatan Tigapanah. Muncul kebingungan di kepala, bukankah Desa Kacinambun yang terakhir sebelum Siosar?
Di sebuah pertigaan, tanya dilemparkan kepada penduduk setempat. Katanya, memang benar itu menuju ke Siosar. Lurus dan mendaki saja serta jangan belok kiri. Berdasarkan keterangan itu, Sumut Pos tancap gas. Jalan mendaki dilalui dengan suka. Jalanan mulai tak beraspal. Berkerikil dan penuh dengan pecahan batu. Sepertinya, jalan itu sudah mengalami pengerasan dan tinggal tunggu waktu untuk diaspal. Kondisi ini membuat Sumut Pos yakin telah melalui jalan yang benar.

Tapi, tak terhitung lagi berapa kilometer dilalui, tanya di kepala makin mengemuka: kenapa begitu jauh? Sepasang suami istri baru keluar dari ladang jeruk mereka. Sepertinya mereka heran. Tanpa menunggu waktu, tanyapun disodorkan.

“Memang betul jalan ini ke Siosar. Tapi, masih jauh. Lebih dekat dari Kacinambun,” kata mereka.

“Bisa saja kalau mau lewat dari sini, tapi jalanannya rusak, tidak bagus. Ada juga yang lewat sini kalau mau ke sana, tapi jarang. Kemarin itu, ada bapak-bapak coba lewat sini, tapi balik lagi karena jalannya rusak. Kembali saja kam (kamu) ke Kacinambun, lebih bagus lewat sana. Apalagi kam naik kereta kecil (sepeda motor),” sambung mereka.

Pasangan suami istri itu senyum-senyum sendiri. “Kalau dari sini, sampai kam nanti di jambur Kacinambun itu, belok kiri. Setelah itu, ikuti saja jalan itu terus. Jadi kalau kam dari Medan, lurus saja pas sampek jambur itu,” terang mereka.

Ucapan terima kasih selesai, Sumut Pos berbalik dan tancap gas. Tidak bisa begitu kencang, jalanan berkerikil dan berliku serta menanjak dan menurun bukanlah trek yang bagus bukan? Terbayang jalanan yang telah dilalui dari Kacinambun dan harus melaluinya lagi. (bersambung)

Exit mobile version