Site icon SumutPos

50 Persen Tanah Eks HGU PTPN Dikuasai Mafia

MEDAN-Potensi konflik akibat sengketa tanah di Sumatera Utara (Sumut) mendapat tanggapan langsung dari Pusat. Ada kekhawatiran yang tinggi mengingat potensi konflik sangat besar. Karena itu, Komisi III DPR sangat berharap dengan kerja tim terpadu kasus sengketa lahan yang dibentuk di Sumut.

“Saya lihat Sumut merupakan daerah yang potensi konflik pertanahannya ter tinggi di Indonesia. Makanya, Pemprov harus kerja sama dengan semua pihak untuk bisa menangani kasus pertanahan ini,” ujar anggota Komisi III DPR asal Sumut, Martin Hutabarat kepada koran ini, Selasa (17/1).
Begitulah, kasus sengketa tanah di Sumut memang bagai bom waktu. Masih begitu banyak kasus kepemilikan tanah yang belum selesai.
Potensi konflik makin tinggi, kata Martin, karena ada mafia tanah yang ikut main dalam sengketa tanah. “Saya minta mafia tanah ini jangan dikasih hati karena Medan dikenal punya mafia tanah yang kuat,” ujar anggota komisi yang membidangi masalah hukum itu.

Agar potensi konflik tidak meledak dalam waktu dekat, tim terpadu yang melibatkan Pemprov Sumut, Polda, DPRD, BPN, dan PTPN, segera meredam potensi kasus yang berdasar pemetaan sangat panas. “Langkah pertaman
harus melakukan peredaman,” ujarnya.

Diingatkan, potensi konflik terbuka di Sumut sangat besar. Seperti dipaparkan Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro, setidaknya ada 2.833 kasus tanah di daerah Sumut. Dari 2.833 kasus tanah itu, ada sembilan kasus yang berlangsung sangat lama dan berpotensi menimbulkan konflik pada 2012.
Dia berharap, tim terpadu bisa menuntaskan masalah tanah dari berbagai aspek. Dia memberi contoh, kesepakatan saat eksekusi misalnya, sangat penting agar tidak memakan korban. “Sudah disepakati, eksekusi harus didahului gelar perkara yang dihadiri banyak pihak, tak bisa hanya polisi dan peradilan saja,” urainya.

Soal izin HGU, lanjutnya, oleh tim terpadu juga harus diselesaikan. “Karena di tim juga ada unsur BPN dan Dinas Kehutanan,” tegasnya.
Di tempat terpisah, anggota dewan khususnya Komisi A DPRD Sumut, tetap berkeyakinan bila pada Maret 2012 mendatang, persoalan pertanahan akan mencapai puncaknya. Bahkan bukan hal yang mustahil, akan menimbulkan aksi anarkis yang bisa menimbulkan korban.

Peluang terjadinya aksi anarkis dan korban jiwa, ditegaskan kembali oleh anggota Komisi A DPRD Sumut, Akhmad Ikhyar Hasibuan yang dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin. Penyebab dari itu semua, tidak lain karena aspirasi dan tuntutan masyarakat yang tersumbat.

“Itu karena aspirasi rakyat yang tersumbat. Dan, puncaknya nanti di Maret. Bukan tidak mungkin akan menjurus anarkis dan memakan korban,” tegas politisi dari Partai Demokrat Sumut tersebut.

Maka dari itu, sambung anggota dewan yang akrab disapa ‘Ayah’, pemerintah baik pusat dan Provsu serta Pemkab/Pemko harus termasuk pula semua instansi yang berhubungan dengan persoalan tanah di Sumut, untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dalam koridor pemecahan masalah sengketa lahan yang ada.

Ikhyar menambahkan, persoalan sengketa tanah di Sumut relatif kompleks, ada perebutan lahan PTPN, perebutan lahan dengan perusahaan swasta, sengketa sertifikat tanah, sengketa hutan register 40 dan sebagainya.

“Itu membutuhkan kelengkapan administratif. Dan itu patut diuji, baik oleh pemerintah, BPN, PTPN, dewan sebagai pengawas, benarkah administrasinya,” tukasnya.

Kemudian, penegasan yang dikuatkannya adalah peran serta dari Pemprovsu. “Intinya, pemerintah harus segera merespon ini. Pemetaan yang dilakukan terhadap lahan Hak Guna Usaha (HGU) dan Eks HGU jangan hanya di atas kertas saja, tapi harus direalisasikan secara nyata. Pemerintah harus mendistribusikan tanah itu kepada masyarakat dan rakyat,” paparnya.

Senada dengan itu, anggota Komisi A DPRD Sumut lainnya, Rinawati Sianturi juga menyoroti kinerja Pemprovsu, dalam upaya mengatasi persoalan sengketa lahan, terutama dengan PTPN II. Pemprovsu dinilai tidak mempunyai itikad baik, dalam penyelesaian masalah tanah eks HGU PTPN seluas 5.700 hektar. “Kalau cuma tim tanah dan pemetaan, itu sudah usang. Sampai saat ini pun belum menunjukkan hasil kerjanya. Dampaknya, masyarakat petani akhirnya mulai bergerak sebagai bentuk protes terhadap kinerja Pemprovsu yang tidak berpihak kepada rakyat,” kata anggota dewan Daerah Pemilihan Simalungun tersebut.

Rinawati menuturkan, lahan eks HGU yang rencana awalnya akan dikembalikan kepada masyarakat semakin tidak jelas keberadaannya.  Itu diduga disebabkan adanya unsur kesengajaan dari pihak Pemprovsu. “Saya khawatir saja. Karena kok sampai begitu lama, persoalan ini belum juga terselesaikan, bahkan informasinya, hampir 50 persen lokasi lahan eks HGU yang tersebar di beberapa daerah di Sumut, sudah dikuasai oleh orang-orang kuat di daerah ini,” cetusnya.

Sementara itu, Ketua Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) Sumut Harun Nuh SH, kepada Sumut Pos menegaskan, pada prinsipnya potensi konflik berdasarkan sengketa lahan di Sumut, sudah jauh hari terjadi bahkan sebelum kasus di Bima dan Mesuji. Hanya saja, konflik atau pertikaian di Sumut tidak terblow-up, jadinya pertikaian itu hanya angin lalu.

Harun Nuh menggarisbawahi, BPRPI Sumut pada prinsipnya, memperjuangkan lahan-lahan yang peruntukannya benar-benar bagi kepentingan rakyat, seperti lahan pertanian, perumahan dan sebagainya. Bukan lahan yang tidak jelas peruntukkannya ke depan.

“Kalau tidak terselesaikan, bukan mustahil memang terjadi konflik besar. Baiknya, pemerintah dan semua elemen termasuk masyarakat harus duduk bersama menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.

Bagaimana dengan isu SK Camat yang dikeluarkan terhadap lahan-lahan eks HGU PTPN II? Untuk itu, pengamat Kenotariatan Pascasarjana dari Universitas Sumatera Utara (USU), Prof, Dr Muhammad Yamin menuturkan, SK Camat tersebut pada prinsipnya hanyalah alas hak, dimana sebagai landasan mengelola lahan. Tapi, bukan berarti untuk memiliki lahan yang ada. “Itu hanya sebagai alas hak, bukan untuk memiliki lahan itu. Perlu ada proses selanjutnya,” terangnya.(ari/sam)

Exit mobile version