Site icon SumutPos

Banjir Bandang Itu Tanda Ada Penggundulan Hutan di Hulu

Foto: Sabam/PM Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.
Foto: Sabam/PM
Korban tewas banjir bandang air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Minggu (15/5/2016), ditemukan tertimpa batu besar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tragedi maut di lokasi wisata Air Terjun Dua Warna, di Desa Durin Sirugun, Sibolangit, Deliserdang Minggu (15/5) petang, mengindikasikan kondisi hutan di wilayah Sumut. Bahkan, Plt Gubernur Sumut HT Erry Nuradi sudah menemukan ada pembalakan liar di hulu Air Terjun Dua Warna.

Karakter banjir bandang yang menerjang secara tiba- tiba dan menghanyutkan 20 mahasiswa asal Medan, menandakan adanya illegal logging besar-besaran di bagian hulu aliran air terjun itu.Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, setelah mendengar cerita dari salah seorang mahasiswa yang selamat.

“Ada mahasiswa yang selamat cerita, semula hanya gerimis, lantas hujan lebat, dan tiba-tiba banjir bandang, yang datang begitu cepat,” ujar Sutopo kepada Sumut Pos di Jakarta, Selasa (17/5).

Sutopo menjelaskan, karakteristik hidrologi seperti itu, dimana banjir bandang datang secara cepat, menandakan rusaknya tutupan hutan di bagian hulu sungai. “Aliran air di permukaan tidak bisa meresap, tapi langsung menggelontor jadi lintasan air yang besar. Biasanya diwarnai longsoran di bagian hulu. Ini juga terlihat dari banyaknya batu-batu yang ikut dibawa banjir bandang itu,” terangnya.

Diakibatkan karakteristik banjir bandang yang begitu mengerikan, korban yang ditemukan ada yang hanyut, ada yang juga terjepit material berupa batu-batu besar. “Ada yang tertimbun material,” imbuhnya lagi.

Karakteristik banjir bandang di Sibolangit ini, lanjutnya, sama persis dengan yang terjadi di Sinabung beberapa waktu lalu, yang memakan korban tewas dua orang. “Kondisi lingkungannya sudah sangat rusak, illegal logging tampaknya sudah lama terjadi di sana,” duga pria bergelar doktor itu.

Sutopo mengingatkan warga masyarakat agar di bulan-bulan ini selalu meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di dekat aliran sungai. Dikatakan, Mei ini merupakan musim peralihan, namun cenderung “basah”, ditandai masih seringnya hujan deras.“Hujan deras melimpah masih berpotensi muncul di kawasan Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Jawa. Yang bisa mendaki, arum jeram, dan warga yang beraktivitas di sekitar sungai, kalau sudah mendung, lebih baik segera menyingkir, jauhi sungai,” pesannya.

Sementara itu, Plt Gubsu Erry Nuradi tidak membantah telah terjadi pembalakan liar di kawasan hutan Air Terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab banjir bandang yang terjadi di tempat wisata alam tersebut dan menewaskan 21 pengunjung.

“Saya sudah cek ke Dinas Kehutanan memang ada ya di hulu, itu di atas berarti kan ada pembalakan liar, apakah mungkin terjadi oleh perusahaan atau masyarakat,” kata Erry saat ditemui di gedung DPRD Sumut, Selasa (17/5).

Erry menegaskan, dalam penelusuran pembalakan liar ditemukan unsur kesengajaan, baik oleh pihak perusahaan maupun masyarakat, maka pihaknya akan menyerahkan hal tersebut kepada penegak hukum. “Saya sudah minta didalami. Kalau berhubungan dengan masalah hukum kita teruskan ke penegak hukum,” tegasnya.

Saat kunjungi posko pencarian Air Terjun Dua Warna, Senin (16/5), Erry menyebutkan, ada dugaan kuat telah terjadi pembalakan liar di hulu kawasan tersebut. “Ini kan hujan di atas gunung sedangkan di lokasi kejadian tidak hujan tapi air mengalir demikian derasnya. Ini penyebabnya tidak ada hambatan, termasuk pohon-pohon yang tidak bisa menjaga kondisi tanah,” katanya.

Erry meminta Bupati Karo sebagai pemegang wilayah di hulu untuk menelusuri kondisi hutan saat ini. Hal tersebut untuk menghindari kembali terulangnya bencana serupa di waktu yang akan datang.

Sementara itu, Kepala Bidang Data BMKG Wilayah I Medan, Sunardi menuturkan peristiwa banjir bandang di kawasan wisata air terjun Dua Warna, Sibolangit tidak hanya disebabkan oleh tingginya curah hujan di kawasan tersebut. Berdasarkan catatan, hujan yang turun pada waktu kejadian di kawasan tersebut masih tergolong normal yakni setinggi 53 mm.

“Kalau hujannya belum ekstrem sebenarnya. Hanya kalau namanya banjir bandang itu ‘kan disebabkan penggundulan hutan. Jadi, artinya diatas tidak ada penyerapan lagi. Lalu, pada saat jadi hujan dia langsung turun, akhirnya jadi bandang,” terangnya.

Menurutnya, banyaknya korban yang jatuh dalam peristiwa banjir ini dikarenakan banjir yang datang tidak memberikan peringatan seperti hujan. “Kalau dia tahu hujan pasti akan meninggalkan tempat. Makanya kita menyampaikan ke masyarakat, bagi yang pergi ke pegunungan, sungai, kalau ada gerimis gelap di daerah lain karena kemungkinan di tempat kita tidak hujan, untuk lebih berhati-hati,” imbaunya.

Di daerah lain, lanjut Sunardi, pada hari yang sama (Minggu, 15/5) dengan terjadinya banjir tersebut juga mengalami hujan seperti di Lubukpakam, dan daerah-daerah lain yang menyebabkan terjadinya banjir. Seperti di Madina, yang mencapai 96 mm.

Dia menambahkan, hal berbeda terjadi di laut. Tinggi gelombang laut diperkirakan akan menurun. Dari pengamatan BMKG di peraian Nias, Sibolga dan Pantai Barat, gelombang laut saat ini berada di ketinggian 4 meter. “Tapi mungkin akan segera menurun dalam waktu dekat,” pungkasnya.

BMKG Wilayah I Medan mengingatkan potensi terjadinya banjir dan longsor masih berpotensi, karena saat ini sudah memasuki musim penghujan. Untuk itu, masyarakat yang hendak berwisata kepegunungan maupun sungai diimbau untuk lebih berhati-hati.

Hinngga saat ini, ada 500 orang anggota Tim SAR yang dikerahkan, gabungan dari unsur TNI, Polri, Basarnas, BPBD, Tagana, Mahasiswa, relawan, dan beberapa unsur lain. Dalam pencariannya, tim sudah menemukan 17 jenazah dari 21 korban yang terdata.

Hingga hari kedua pasca bencana banjir bandang di Air Terjun Dua Warna, Sibolangit, Tim DVI Polda Sumut memastikan sudah 10 jenazah teridentifikasi. Ke-10 jenazah tersebut terdiri dari empat laki-laki dan enam perempuan.

Diutarakannya, sejauh ini yang sudah melapor ke pos antemortem sebanyak 24 orang, dan itu merupakan data korban mahasiswa. Oleh karena itu, pihaknya masih terus bekerja dan doakan saja semoga cepat teridentifikasi semua.

“Sudah 6 jenazah yang diserahkan kepada pihak keluarga, sedangkan 4 jenazah lagi akan segera menyusul. Kita berkoordinasi dengan dinas kesehatan provinsi, bahwa semua biaya proses pemulangan dari kamar mayat sampai rumah duka sudah ditanggung. Termasuk juga peti, ambulans dan proses perawatan jenazah,” kata Farid yang juga sebagai Kepala RS Bhayangkara Medan.

Menurut Farid, proses identifikasi dilakukan melalui gigi geligi, sidik jari atau tanda-tanda medis. Prosesnya yaitu rekonsiliasi atau kecocokan. Jadi, yang menentukan apakah itu jenazah si A atau B, bukan dari laporan data antemortem. Tetapi, kondisi jenazah dan kelengkapan data pembandingnya. “Dalam proses identifikasi mengalami kendala, sehingga 6 jenazah lagi belum dapat dipastikan atas nama siapa. Kendala yang dihadapi, karena data antemortem yang bisa kami bandingkan kadang-kadang mengalami problem, atau tidak bisa dibandingkan. Sehingga, kami berharap ada surat keterangan atau sidik jari yang asli agar bisa dibandingkan dengan data postmortemnya,” ungkap Farid.

(ris/sam/bal/dik/ril)

Exit mobile version