Site icon SumutPos

Dispenda Adukan Pertamina ke KPK

Kepala Dinas Pendapatan Sumut, Sarmadan Hasibuan saat memberikan keterangan kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Senin (17/10).
Kepala Dinas Pendapatan Sumut, Sarmadan Hasibuan saat memberikan keterangan kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Senin (17/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) melaporkan PT Pertamina Wilayah Sumut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, PT Pertamina Wilayah Sumut tidak pernah menyampaikan data jumlah hasil penjualan bahan bakar minyak (BBM) dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di seluruh Sumut.

Kepala Dispenda Sumut, Sarmadan Hasibuan mengungkapkan, biasanya mereka menerima pajak bahan bakar minyak dari PT Pertamina sebesar Rp73 miliar setiap bulannya. Namun, belakangan jumlah pajak bahan bakar yang diterima menurun menjadi Rp61 miliar setiap bulan. Alasannya, adanya fluktuasi harga BBM.

Kondisi ini menimbulkan anggapan, kinerja Dispenda Sumut menurun seiring dengan penerimaan pajak yang mengalami penurunan. Diakuinya, yang menjadi masalah saat ini, Pertamina tidak mau memberikan data hasil penjualan BBM di setiap SPBU yang berada di wilayah Sumut.

“Sayangnya PT Pertamina tidak pernah memberikan data yang jelas tentang jumlah penjualan BBM, sehingga perhitungan PBBKB berdasarkan asumsi PT Pertamina sendiri. Ada yang ditutup-tutupi. Masalah ini sudah kami sampaikan secara tertulis kepada Deputi Pencegahan KPK,” kata Sarmadan kepada wartawan usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Sumut, Senin (17/10).

Kata Sarmadan, pihaknya telah melakukan rapat kordinasi dengan Deputi bidang pencegahan KPK, dimana salah satu agendanya yakni tentang pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bahan bakar bermotor (PBBKB).

“Andaikan kebutuhan Sumut terhadap BBM kita jadikan target, mungkin sudah lebih besar pendapatan kita,” imbuhnya.

Kepada PT Pertamina, kata Sarmadan, pihaknya meminta untuk diberikan akses agar mendapatkan data realisasi penjualan/penyaluran bahan bakar kendaraan bermotor dari setiap SPBU di wilayah Provinsi Sumut. Menurut Sarmadan, pihaknya mendapat instruksi khusus dari Gubernur Sumut untuk memaksimalkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Dan PBBKB merupakan salah satu pos penerimaan PAD.

“PT Pertamina hanya memberikan surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM, dimana data realisasi hasil penjualan BBM di SPBU tidak boleh disebarluaskan. Ini sangat kita sesalkan,” terangnya.

Anggota Komisi C DPRD Sumut Fraksi Gerindra, Astrayuda Bangun mempertanyakan alasan PT Pertamina yang menyembunyikan data realisasi penjualan bahan bakar minyak.

“Jadi perhitungan PBBKB selama ini hanya berdasarkan asumsi,” tanya Astrayuda.

Ketua Komisi C DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga juga tertarik dengan kasus ini. Dia bahkan meminta salinan surat yang dibuat oleh Dispenda Sumut dan surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM. “Nanti akan kita pelajari lebih jauh,” sebut Politisi PKB ini.

Officer Communication and Relations PT Pertamina MOR I Arya Yusa Dwicandra membantah pihaknya tidak pernah memberikan data PBBKB. “Kalau Dispenda kami selalu update data PBBKB, kalau realisasi apakah memang benar diserahkan ke Dispenda. Karena setiap bulannya, data PBBKB pasti kami serahkan tiap bulannya ke Provinsi,” ujarnya ketika dikonfirmasi.

Disebutkannya, realisasi penerimaan PBBKB 2014 sebesar Rp797.950.197.555. Sedangkan realisasi 2015 Rp837.088.263.961.

Direktur Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum mengapresiasi langkah atau sikap yang dilakukan Dispenda Sumut. Menurutnya, apa yang dilakukan Dispenda Sumut merupakan sebuah kewajaran.

“PAD itu penting untuk menjalankan roda pembangunan di Sumut,” ujar Rurita.

Diakuinya, pos PBBKB salah satu penopang dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang dimiliki oleh Pemprovsu. “Mekanisme di Pertamina yang perlu diperbaiki,”ungkapnya.

KPK, kata dia, harus memberikan respon yang cepat terhadap laporan yang disampaikan Dispenda Sumut tersebut. Sehingga, proses penerimaan PBBKB dapat dilakukan secara transparan.

“Kalau sudah dilaporkan, tentu KPK harus segera bertindak,” sebutnya.

Dia meyakini hal ini sampai terjadi dikarenakan tidak ada mekanisme yang mengatur jelas. “Namanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), setidaknya harus sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur),” tukasnya.(dik/adz)

Exit mobile version