Site icon SumutPos

Pemerintah Pusat Lakukan Study Kelayakan, Pembangunan Tol Medan-Berastagi

PERBAIKAN: Kondisi Jalan Medan-Berastagi saat terjadi longsor, beberapa waktu lalu. Pemerintah pusat saat ini sedang melakukan Feasibility Study (FS) terkait pembangunan jalan tol Medan-Berastagi sepanjang 48 km. FS ini ditargetkan selesai pada Januari 2020.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah pusat saat ini sedang melakukan Feasibility Study (FS) atau study kelayakan, terkait pembangunan jalan tol Medan-Berastagi sepanjang 48 km. FS ini ditargetkan selesai pada Januari 2020.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan, Selamat Rasidi, mengatakan, setiap kegiatan yang nilainya besar, itu harus ada feasibility study yang nantinya bisa mengeluarkan rekomendasi iya atau tidak. “Karena di sana akan disebut apakah proyek tersebut feasibel atau tidak. Pembangunan jalan tol Medan-Berastagi ini memang termasuk kegiatan bermodal besar. Karena butuh biaya sebesar Rp200 miliar/km,” katanya, pada Lustrum XII dan Reuni Akbar Fakultas Teknik USU, di Auditorium USU, Kamis (17/10).

Selamat menjelaskan, kalau pembangunan jalan tol Medan-Berastagi dinilai feasibel, maka selanjutnya akan dilakukan Detail Engineering Design (DED) yang bisa memberikan 10-20 alternatif desain.

Setelah itu akan ada penetapan lokasi (penlok) yang akan dilakukan oleh kepala daerah. Baru akan mengikut dokumen lingkungan. Ada tidak daerah-daerah seperti taman margasatwa, ini nanti akan ada perlu izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH). Makanya nanti diperlukan dokumen lingkungan.

Terakhir, soal lahannya. Jadi diperkirakan karena ini daerah perbukitan, membuat jalan tol di sana itu perlu dana sekitar Rp 200 miliar/km di luar biaya lahan. Kalau misalnya 48 km, totalnya hampir Rp 9,6 triliun. Dana ini cukup besar sehingga harus cari investor agar 2/3 biayanya dari investor dan 1/3 dibiayai oleh pemerintah. “Nah, investor kan mempunyai penilaian. Menguntungkan tidak. Jadi rasio yang ada sekarang, layak itu dibangun jika rasionya sekitar 12%. Sementara kita ini baru 5-6%,” kata Selamat.

Rasio 12%, terang Selamat, apabila dibandingkan yang lama dengan yang baru nanti, ada 12% nilainya. Tapi kalau tidak, belum layak. Jadi ini adalah internal rate of return (IRR). Modalnya tidak kembali jika IRR-nya di bawah 12%.

Karena itu, bukan pemerintah tidak mau membangun jalan tol Medan-Berastagi. Itu makanya diperlukan feasibility study yang teliti. “Kita tunggu saja. Pemerintah pusat melalui kementerian PUPR sedang buat feasibility study dan diharapkan ini akan selesai di bulan Januari 2020. Tapi dengan catatan FS itu keluarannya yes or no,” katanya.

Jika feasibility study-nya ‘Yes’, maka bisa dimulai dengan panjang 48 km. Ini nantinya jadi trans baru. Karena jalan tol tidak boleh mengganggu jalan yang tidak berbayar.

Ditanya terkait optimisme apakah jalan tol Medan-Berastagi bakal terwujud, tentu optimis sepanjang ada investor berminat. “Karena biasanya, investor bisa melihat yang tidak bisa kita lihat ya. Jadi melihat pengembangan wilayahnya, atau pengembangan lain yang dia bisa coba nanti, ada nilai tambah yang bisa dihitungnya,” katanya.

Begitupun, kata Selamat, soal jalan tol Medan-Berastagi ini juga terkendala di lahan karena disekitarnya hutan lindung dan merupakan daerah tangkapan air untuk Kota Medan. Jadi hal ini yang harus dipertimbangkan supaya tidak menimbulkan efek samping lebih besar. Jangan sampai pembangunannya mengganggu ekologi atau alamnya, karena kita tahu daerah Berastagi adalah daerah rawan longsor.

Ditanya terkait daerah yang sama persis dengan Berastagi, Selamat mengatakan ada di Jawa Tengah. Hanya saja penggunaannya di sana banyak karena berdekatan dengan provinsi lain “Jadi ini yang membuat interaksi antar daerah simpul-simpul usaha cepat dan ekonomi bisa bangkit Kalau kita lihat Medan-Berastagi paling ke Kabanjahe, Parapat dan Sidikalang. Jadi siapa yang mau bayar tol. Kan investor tidak mau rugi. Tapi tentu kita berharap ada investor yang tertarik,” pungkasnya. (mbo/ila)

Exit mobile version