Site icon SumutPos

2.880 Orang Jepang Jadi WNI di Sumut

Bencana gempa bumi, tsunami, dan kebocoran reaktor nuklir menyentuh rasa kemanusiaan penduduk Indonesia pun warga Medan. Selain sebagai sesama negara di Asia, ternyata di kota ini terdapat sekitar 2.880 orang keturunan Jepang. Jumlah itu sama dengan 90 persen (3.200 orang) warga keturunan Jepang di Pulau Sumatera. Data itu diperoleh dari survei yang dilakukan Yayasan Warga Persahabatan  (Fukushi-Tomonokai), Yayasan ini semacam asosiasi orang Jepang di Indonesia.

Demikian dikemukakan Masatoshi Ito dari Graduate School of Nihon University Japan) pada ceramah yang bertajuk “Keturunan dan Kebudayaan Jepang di Kota Medan” di lantai 3 Fakultas Ilmu Sosial Unimed, kemarin (18/3). Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Antropologi Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (Unimed).

Diungkapkan Masatoshi, generasi pertama orang Jepang yang ada di Indonesia hanya berkisar 324 orang yang merupakan tentara Jepang. Masa kolonilisme Jepang antara Maret 1942 hingga Agustus 1945, Aceh adalah  titik konsentrasi yang mesti dijaga oleh tentara Kaisar Jepang (Konoeshidan). “Karena Aceh merupakan pintu utama masuknya tentara Belanda yang bermaksud menjajah kembali Indonesia,” terangnya.

Generasi yang pertama ini, pada 1951 yang tak dapat kembali ke negaranya di Jepang berkumpul di Medan dengan alasan, pemerintah pusat Indonesia khawatir orang Jepang ini akan membantu memerdekakan Aceh dari Indonesia. “Jumlah mereka pada saat itu sekitar 80 orang, baik yang sudah atau belum berkeluarga,” ungkap Masatoshi.

Lebih lanjut Masatoshi mengatakan, berdasarkan responden penelitiannya, saat ini diketahui dari data 113 responden penelitiannya di Indonesia terdapat sekitar 57 orang generasi kedua dan ketiga yang tinggal di Kota Medan. Sementara itu, 113 respondennya tersebut berasal dari generasi kedua sebanyak 55 orang dan 58 orang generasi ketiga. “Di Sumut misalnya, orang Jepang bermukim di daerah Binjai, Tebing Tinggi, Stabat, Limapuluh, Pangkalan Susu, Pematang Siantar dan Medan,” paparnya.

Sebelum berdirinya Yayasan Warga Persahabatan pada 1979, terdapat perkumpulan orang Jepang di Sumut seperti, Perkumpulan Keturunan Jepang Medan (1950), Perkumpulan Keturunan Jepang Pematang Siantar (19560) dan Perkumpulan Keturunan Jepang Sungai Tapanuli (1952). Adapun aktivitas yayasan ini adalah seperti arisan, pemeriksaan kesehatan, Upacara Ziarah Musim Semi, Upacara Ziarah Musim Gugur, pembersihan Makam maupun halal bi halal.

Masatoshi juga menjelaskan, hampir semua anak-anak keturunan Jepang yang dilahirkan di Medan dan tempat lainnya dari generasi kedua dan ketiga menggunakan nama Jepang. Walaupun sifatnya hanya internal keluarga. Sementara nama dan marga khas Jepang tak mereka gunakan pada KTP Indonesia.

Ketua Program Studi Antropologi Sosial Sekolah Pascasarjana Unimed Ichwan Azhari mengatakan, sejalan dengan bertambahnya penelitian-penelitian kebudayaan di Sumut maka hal tersebut telah menambah wawasan pengetahuan kita terhadap keturunan dan kebudayaan Jepang di Sumut.(saz)

Exit mobile version