Site icon SumutPos

Pembatasan Subsidi BBM tanpa BLT

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tekad pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) lewat dua harga premium sudah bulat. Rencananya, nanti akan ada pembedaan SPBU yang menjual BBM bersubsidi penuh bagi masyarakat miskin dan bersubsidi sebagian bagi golongan mampu. Jika tidak ada halangan, keputusan final pengurangan subsidi BBM akan diumumkan akhir bulan ini.

“Subsidi penuh tetap diberikan kepada masyarakat tidak mampu, angkutan umum, nelayan, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat yang dikategorikan mampu subsidinya dikurangi, bukan dicabut,” ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa setelah rapat terbatas bidang perekonomian di Kantor Presiden kemarin (17/4).

Hatta menekankan, subsidi bagi masyarakat mampu tidak bisa langsung dicabut karena ada beberapa pertimbangan. Di antaranya, tidak semua mobil pelat hitam dimiliki kalangan menengah atas. “Misalnya ada yang baru jual motor dan beli mobil agak tua. Pertimbangan-pertimbangan itu kita pikirkan,” jelas Hatta.

Soal harga, ketua Umum PAN itu mengatakan pemerintah belum bisa menyebutkan. Namun, dia tidak membantah kemungkinan besar harga bensin yang tidak disubsidi penuh mencapai Rp6.500 per liter. “Bisa segitu (Rp6.500). Ada usul sedikit lebih tinggi dari itu, tapi kira-kira Rp6.500 lebih baik,” ujarnya.
Meski begitu, dia tidak memungkiri pengurangan subsidi bakal berimbas pada inflasi. Namun, pemerintah tetap tak membahas kompensasi bagi masyarakat miskin. “Tentu ada inflasi, tapi kita kendalikan. Yang jelas tidak ada BLT (Bantuan Langsung Tunai),” imbuh dia.

Menteri ESDM Jero Wacik menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) keberatan dengan usul harga premium lebih tinggi, yakni Rp9.500 per liter. Presiden juga menolak jika harga BBM tidak dinaikkan sama sekali. “Sebenarnya harga keekonomian Rp9.500. Kalau Rp6.500, berarti subsidinya Rp3.000. Jadi kelompok menengah atas masih disubsidi Rp3.000,” urai Jero.

Karena harga berbeda, tambah dia, maka akan ada pembedaan SPBU. Nanti ada pompa bensin yang menjual Rp4.500 per liter untuk motor dan angkot pelat kuning. Di sisi lain, ada pula SPBU yang menjual premium Rp6.500 untuk pelat hitam. “Jadi tidak dalam satu SPBU,” lanjutnya.

Jero memastikan para pengusaha SPBU sudah bersedia dengan skema pembagian tersebut. “Pemerintah melibatkan Hiswana Migas. Kalau nanti margin mereka tidak cocok, kita akan tambah,” tutur politikus Partai Demokrat itu.

Soal persentase pembagian SPBU, Hatta menyatakan pemerintah telah memetakan hal tersebut lewat Google Map. Setidaknya terdapat 5 ribu lebih SPBU di tanah air. Dengan jumlah tersebut, pembagian SPBU tidak sulit dilakukan. “Para pengguna jalan bisa memantau letak SPBU yang mereka kehendaki melalui handphone,” ujarnya.

Pemerintah pusat juga telah menerima masukan dari para gubernur seluruh daerah. Masukan tersebut berupa usul penambahan SPBU, khususnya di daerah-daerah yang ekonominya tumbuh pesat. Untuk menyiasati, akan dibangun SPBU mobile di daerah-daerah timur.

Sementara itu, pengawasan SPBU penjual BBM bersubsidi akan dibantu aparat Kepolisian Daerah Sumut (Poldasu). Pengawas juga dilakukan untuk memuat tambahan pengendalian BBM jenis premium dan solar untuk sektor kendaraan dinas pemerintahan, TNI/Polri, Kehutanan dan sektor transportasi laut yang digunakan BBM bersubsidi.

“Pengamanan itu atas dasar surat permintaan PT Pertamina (Persero) untuk mengamankan SPBU yang ada BBM bersubsidi,” kata Kepala Biro Operasional (Karo Ops) Kombes Pol Iwan Hari Sugiarto saat dikonfirmasi Sumutpos, Kamis (18/4) Siang.(gus)

Exit mobile version