Site icon SumutPos

Lapangan Gajah Mada Dikuasai Ahli Waris, Pemko Diteriaki

Lapangan Gajah Mada Medan.
Lapangan Gajah Mada Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Pertamanan Kota Medan gagal menertibkan aset milik milik Pemko Medan, berupa Lapangan Gajah Mada, Jalan Krakatau Kecamatan Medan Timur, Senin (18/4) sore.

Lapangan seluas 7.200 persegi tersebut, kini dikuasai milik ahli waris M Basri berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) No.417 PK/Pdt/1999. Alhasil, rombongan yang dipimpin Kadis Pertamanan Zulkifli Sitepu itu harus mengurungkan niat melakukan ‘pembersihan’.

“Malu kau gak punya surat-surat. Datang mau menertibkan di tempat ini. Kami siap mati karena kami punya payung hukum atas kepemilikan tanah ini,” teriak warga yang mengaku sebagai ahli waris tanah tersebut, di hadapan Kadis Pertamanan Zulkifli Sitepu.

Amatan Sumut Pos, puluhan warga langsung menghadang petugas yang ingin merubuhkan tiang yang berdiri persis di tengah Lapangan Gajah Mada, usai apel gabungan PNS Dinas Pertamanan dan petugas Satpol PP.

Tak hanya itu, warga pun terlihat mengancam supir yang notabene pegawai Dinas Pertamanan untuk tidak memajukan kendaraan guna menjatuhkan tiang tersebut. “Sekarang begini pak, mana surat-surat bapak? Jangan mau menertibkan tanpa ada surat-surat saja,” kata mereka.

Zulkifli coba melanjutkan instruksi Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, karena selaku instansi pengguna aset itu merupakan haknya. Dalam situasi dirinya yang dikerubungi warga sekitar, ia coba memberi penjelasan. Dia mengatakan, kedatangan pihaknya untuk membersihkan areal yang notabene milik Pemko Medan itu karena instruksi wali kota. “Sebagai bawahan saya hanya menjalankan instruksi pimpinan,” ungkap Sitepu.

Instruksi Zulkifli kepada petugas Satpol PP bahkan Polsek Medan Timur yang dibantu petugas Sabhara tidak dijalankan. Alhasil dirinya terkesan kerja sendiri tanpa dukungan para staf dan petugas kepolisian.

Warga benar-benar membuat aparatur Pemko Medan ciut. Bahkan berdasarkan amatan, sempat terjadi tegang urat saraf antara Kadis Pertamanan dan Kapolsek Medan Timur BL Malau.

“Kalau penertiban itu bukan tupoksi kami pak. Kalau pengamanan bapak bilang kami siap berada di belakang orang bapak-bapak sekalian,” tukas Malau. Zulkifli, yang juga tampak kalang kabut saat diminta menunjukkan payung hukum Pemko Medan atas aset tersebut. Dia hanya membawa bukti pembayaran ganti rugi oleh Pemko Medan, dan sepucuk surat dari wali kota untuk menertibkan Lapangan Gajah Mada itu.

Kepada wartawan, Zulkifli mengatakan, penertiban pada hari itu terpaksa ditunda. Dirinya mengaku pada berikutnya bisa saja menertibkan pada pagi hari ataupun malam hari. “Saya hanya menjalankan tugas saja, kalau mengenai aset manalah saya tahu,” ungkapnya.

Sedangkan Kapolsek Medan Timur BL Malau menyatakan, seharusnya bukan Pemko Medan yang melakukan eksekusi atas lahan tersebut, melainkan pengadilan. “Kita hanya sebatas pengamanan. Menurut kita sebelum penertiban begini, pemko dan warga duduk bersama dulu,” katanya.

Dadang selaku Kuasa Hukum Ahli Waris mengatakan, pihaknya tidak ada menerima duit atas ganti rugi oleh Pemko Medan tersebut. “Dan yang menerima itu adalah Edi Utama (pengacara yang bermain sama Ramli, eks wakil wali kota),” bebernya.

Menurutnya setelah 8 hari putusan PK, pemko harus mengganti rugi pemakaian lahan itu. Tetapi kenapa setelah dua tahun, baru sekarang diupayakan oleh Pemko Medan.

“Setelah putusan dia harus bayar ke kita, tetapi Ramli kadung masuk penjara. Kami hanya kepingin hak kami. Pemko tidak punya bukti kepemilikan apapun atas lahan ini. Karena berdasar putusan MA (kasasi) menghukum penggugat Rp500 juta untuk mengganti rugi pemakaian tanah ini,” jelasnya.

Terpisah, Kabag Aset Setdako Medan Agus Suriyono menegaskan bahwa Lapangan Gajah Mada Jalan Krakatau Medan merupakan aset Pemko Medan.

Dijelaskan, pembayaran biaya ganti rugi sesuai putusan MA Nomor 2862/K/PDT/1994 tanggal 5 juli 1996, di mana berita acara penyerahan uang ganti yang diserahkan oleh penitera kepada pengacara Edi Utama SH, saksi Ketua Pengadilan Medan dan Kabag Hukum Pemko Medan saat itu (21 Februari 2003). “Sudah )uang) diambil oleh ahli waris. Semula tidak mau menerima, dititipkan ke pengadilan, terus diambil si Edi Utama selaku pengacara uang konsinasi. Selain itu tidak ada ahli waris lain,” ucap Agus.

Dia mengakui putusan MA memang memerintahkan/menghukum Pemko Medan ganti rugi Rp500 juta. “Kemudian uang dititip (tahun 2003) yang memberi kuasa ahli waris. Memang betul Muhammad Basri dkk itu menang di PK, tapi memberi kuasa kepada Edi Utama. Mereka itu menyerobot tanah pemko,” tegas Agus. (prn/ije)

Exit mobile version