Site icon SumutPos

Hidangkan 900 Porsi, Habiskan Rp4 Juta Tiap Hari

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Pengurus Masjid Raya Medan sedang menyiapkan bubur pedas untuk dibagikan ke warga, Kamis (18/6). Bubur pedas ini menjadi menu takjil untuk berbuka puasa tiap tahunnya, di Masjid Raya.
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Pengurus Masjid Raya Medan sedang menyiapkan bubur pedas untuk dibagikan ke warga, Kamis (18/6). Bubur pedas ini menjadi menu takjil untuk berbuka puasa tiap tahunnya, di Masjid Raya.

Puluhan anak kecil berlari-lari di halaman Masjid Raya Al-Maksum. Bukan bermain, melainkan ikut mengantre sup bubur. Masing-masing membawa wadah. Ada mangkuk sayur, rantang, kotak nasi, hingga tempat minum.

Puput Julianti Damanik, Medan

SELAIN anak-anak yang barangkali disuruh antre oleh orangtuanya ini, beberapa jamaah Masjid Raya juga sudah ada yang ikut menanti. Bahkan di luar gerbang masjid juga sudah terlihat sekitar tiga orang ibu-ibu meletakkan sebuah rantang di pagar untuk diisi. Bubur sup khas Masjid Raya memang sudah lama ditunggu-tunggu.

“Saya jauh dari Tanjung Sari, tapi masa kecil saya tinggal di daerah dekat sini (Masjid Raya). Dari dulu, kalau puasa pertama saya selalu ambil bubur di sini untuk dibawa pulang dan dimakan di rumah. Saya sengaja datang kemari karena sudah rindu mencicipinya. Biasanya saya ambil di awal puasa, pertengahan, dan akhir-akhir nanti. Tak setiap hari juga,” ujar seorang jamaah Masjid Raya bernama Visa, yang ikut antrean.

Visa mengatakan, bubur sup ala Masjid Raya memiliki rasa yang khas dan membuat ia selalu ingin menikmatinya. “Rasanya enak, apalagi ada anyang dan sayur-sayur segarnya,” katanya.

Sementara itu, sekitar pukul 13.30 WIB saat Sumut Pos mendekat ke dapur pembuatan bubur yang berada di sisi kiri Masjid Al-Maksum, Darlis, Zulkifli, Hamdan dan kedua pengurus Masjid yang bertugas menjadi tukang masak bubur, tampak terlihat sibuk.

Dua tungku bundar berwarna hitam dengan ukuran sekitar 10 kilogram (kg) dan 20 kg tampak terpanggang oleh kayu bakar. Ada 10 kilogram daging potong sedang direbus di dua tungku dengan campuran berbagai rempah. Satu jam kemudian, barulah giliran beras yang dicampurkan ke dalam tungku.

“Untuk pembuatan bubur ini, kami menggunakan sebanyak 30 kg beras, 10 kg daging sapi, 10 kg wortel dan kentang. Baru ditambah bahan-bahan pendukung lainnya seperti garam, gula, buah pala, daun sop, bawang goreng, merica, dan lainnya,” ujar Zulkifli, pria yang sejak tahun 1993 telah menjadi tukang masak bubur sup di Masjid Raya Medan ini.

Kata dia, dengan jumlah tersebut, pihaknya bisa memenuhi kebutuhan berbuka untuk 900 porsi. “Ada 600 porsi yang bisa dibawa pulang, sedangkan 300 porsi lagi untuk dihidangkan bagi mereka yang berbuka di Masjid,” ujarnya.

Ditambahkan Darlis, menu bubur sup ini tersedia di hari pertama Ramadan hingga tiga hari terakhir Ramadan. Biaya yang dihabiskan dalam sebulan, mencapai sekitar Rp125 juta.

“Biayanya dari Kesultanan Deli, pengurus Masjid, dan tentunya dari bantuan masyarakat. Anggarannya setiap hari bisa mencapai Rp4 juta. Ini belum termasuk teh dan gula untuk minum. Makanya kami harapkan partisipasi masyarakat ikut menyediakan menu bukaan di sini karena banyaknya kaum dhuafa dan musafir yang berbuka,” katanya.

Menurut dia, tradisi berbuka dengan bubur sudah berlangsung puluhan tahun. “Dulunya masjid ini digunakan raja-raja. Tradisi makan bubur pedas juga sudah lama. Tapi kini bubur pedas sudah tidak ada lagi karena biaya pembuatannya sangat mahal. Jadinya digantikan sup bubur. Rempah-rempah untuk bubur pedas juga sudah susah dicari,” katanya.

Setiap bulan Ramadan, biasanya sekitar pukul 15.30 WIB sup bubur sudah selesai dimasak. Warga diperbolehkan membawanya pulang ke rumah. “Siapa saja boleh menikmati bubur sup ini,” ujar Darlis. (*)

Exit mobile version