Site icon SumutPos

O o… Disdik Medan Keluarkan Izin MSDC tanpa Survei

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Seorang pemohon SIM sedang melakukan ujian praktek mengemudi di MSDC (Medan Safety Driving Centre) di Jalan Bilal Medan, Senin (5/9). Seseorang yang ingin membuat SIM baru, harus mengurus sertifikat mengemudi di MSDC dengan biaya Rp420 ribu.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Seorang pemohon SIM sedang melakukan ujian praktek mengemudi di MSDC (Medan Safety Driving Centre) di Jalan Bilal Medan, Senin (5/9). Seseorang yang ingin membuat SIM baru, harus mengurus sertifikat mengemudi di MSDC dengan biaya Rp420 ribu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Selain disebut sebagai lembaga ilegal, Biro Jasa Mengemudi Medan Safety Driving Centre (MSDC) dinilai sudah melecehkan pemerintah. Pasalnya lembaga yang berlokasi di Jl. Bilal Ujung Medan itu, tidak bisa menunjukkan izin operasional selama berada di Kota Medan. Baik dari Lemdikpol, Kemendikbud dan instansi resmi milik pemerintah lainnya.

“Mereka (MSDC) benar-benar sudah melecehkan negara dan pemerintah. Mereka tidak bisa menunjukkan izinnya,” kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Medan Andi Lumbangaol kepada Sumut Pos, Minggu (18/9).

Dia meminta agar Pemko Medan melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menutup tempat tersebut, sebelum manajemen MSDC mampu menunjukkan legalitas keberadaannya. “Rekomendasi kami (Komisi A, Red) juga sudah jelas, bahwa MSDC distanvas dulu. Dan masyarakat kami himbau tidak usah lagi datang ke sana untuk belajar mengimudi, serta mendapatkan sertifikat,” katanya.

Politisi PKPI itu menambahkan, rekomendasi stanvas yang dikeluarkan pihaknya telah diproses untuk segera ditandatangani Ketua DPRD Medan. “Secara tertulis sudah kita teruskan ke pimpinan dewan, tinggal diproses saja untuk selanjutnya disampaikan ke MSDC,” ujar Andi.

Lebih lanjut dikatakan Andi, pihaknya juga merasa perlu memanggil Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Marasutan Siregar, sekaitan izin yang dikeluarkan instansi tersebut. “Ya benar. Seperti yang pernah disampaikan Ketua Komisi A (Roby Barus, Red) juga, kalau kami mebutuhkan keterangan kadisdik soal izin mereka. Kami segera bicarakan lebih lanjut, apakah nanti dijadwalkan pemanggilan lagi,” sebut dia.

Pihaknya juga sangat menyayangkan MSDC masih beroperasi meskipun sudah direkomendasi stanvas. “Ini ada apa? Siapa yang punya kekuatan besar dibalik MSDC? Mereka tak indahkan rekomendasi kita (DPRD), padahal jelas-jelas tak bisa tunjukkan izinnya,” kata Andi.

Politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) II ini kembali mengatakan, untuk memperbaiki sistem yang sudah rusak bukan perkara mudah. Komitmen untuk memperjuangkan kepentingan umum harus menjadi landasan utama membongkar dugaan praktik mafia yang sudah lama beroperasi di jajaran kepolisian. Bahkan sorotan tajam atas keberadaan MSDC oleh Komisi A ini, diakui Andi, mendapat intervensi dari anggota DPRD Medan lainnya.

“Kami serius memperjuangkan aspirasi dan keluhan masyarakat Kota Medan soal keberadaan MSDC ini. Tak perlu saya sebut namalah, tapi yang jelas anggota DPRD Medan ada yang minta agar kami tidak getol meributi operasional MSDC,” bebernya.

Sementara itu, Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung mengatakan, pihaknya akan kembali mendiskusikan secara intens terkait rekomendasi stanvas MSDC oleh Komisi A. “Iya, kita akan segera proses. Nantinya kami perlu diskusikan lagi dengan Komisi A, sebelum keluarkan rekomendasi,” ujarnya.

Keluarkan Izin tanpa Survei
Pemilik Medan Safety Driving Centre (MSDC), Jimmi mengaku bingung dengan pernyataan dari Dinas Pendidikan kota Medan yang menyebut izin MSDC adalah kursus mengemudi dasar, bukan izin sekolah mengemudi.

Karenanya, Jimmi yang dihubungi Sumut Pos via telepon, Jumat (15/9), bertanya prihal jumlah tipe izin untuk usaha miliknya itu. “Emang ada berapa tipe izinnya? ” tanya Jimmi singkat.

Bahkan, Jimmi mengaku jika berdasar Pasal 68 ayat (4), hanya pihaknya yang memenuhi kriteria sebagai sekolah mengemudi di kota Medan. Dikatakan Jimmi, pihaknya sudah memiliki izin yang diterbitkan Pemerintah Daerah yakni Dinas Pendidikan, memiliki Kualifikasi Instruktur sesuai bidang yang diajarkan yakni instruktur bersertifikat, memiliki sarana dan prasarana serta memiliki kurikulum. “Pertanyaan saya, bagaimana sekolah yang lain bisa keluar izinnya, ” ujar Jimmi melajutkan.

Oleh karena itu, dengan tegas disebut Jimmi jika Dinas Pendidikan Kota Medan tidak pernah memberi peringatan atau melakukan survei sebelum mengeluarkan izin.

Dikatakan Jimmi, seharusnya belajar mengemudi di jalan raya sebagaimana yang diajarkan kebanyakan kursus mengemudi tidak dibenarkan. Begitu juga dengan sekolah mengemudi yang mengurusi SIM, disebut Jimmi, tidak benar. “Pemerintah harusnya mengikuti perkembangan zaman. Seperti gojek, regulasinya belum ada. Tapi diakomodir karena perkembangan zaman, ” lanjut Jimmi menambahkan.

Disinggung soal adanya peserta uji SIM diarahkan mengambil sertifikat terlebih dahulu ke MSDC, ditegaskan Jimmi jika dirinya tidak pernah mengarahkan. Oleh karena itu, disebut Jimmi seharusnya yang mengarahkan itu yang ditanyakan. Lagipula, disebut Jimmi jika pengurusan SIM tidak membutuhkan sertifikat. Disebut Jimmi, sesuai Undang-Undang Nomor 22 Pasal 77 ayat (3), menyebut peserta uji SIM harus memiliki kompetensi. “Saya tidak pernah mengarahkan. Berarti itu orang nembak di atas kuda. Mayoritas peserta uji SIM di Medan, cari calo. Kenapa, mau cepat mati di jalan, ” sambung Jimmi.

Disinggung soal tidak mengindahkan panggilan DPRD Medan untuk RDP, disebut Jimmi karena pihaknya bukan biro jasa, sesuai tertulis dalam panggilan. Begitu juga dengan permasalahan SIM yang hendak dibahas, disebut Jimmi tidak ada kaitannya dengan pihaknya. “Orang yang datang ke kita, mayoritas sudah memiliki kemampuan dasar untuk mengemudi. Namun, mengemudi bukan bisa mengoperasionalkan kenderaan saja, ” ujar Jimmi ketika ditanya soal waktu 1 hari saja pembelajaran di MSDC. (ain/ije)

Exit mobile version