Site icon SumutPos

Ck ck ck… Pengikut Gafatar di Sidimpuan Pilih Putus Hubungan Keluarga

Logo Gafatar-ilustrasi
Logo Gafatar-ilustrasi

PADANGSIDIMPUAN, SUMUTPOS.CO – Beberapa orang keluarga pengikut Gafatar di Kota Padangsidimpuan dan sekitarnya, Senin (18/1) menyebut, kerabatnya yang gabung ormas yang belakangan mendapat sorotan publik itu, sangat aneh pandangannya ketika berbicara soal agama.

Menurut pengikut Gafatar, Tuhan hanyalah prasangka manusia semata, yang ada hanya lah Tuan. Kemudian, akhir zaman itu tidak ada kecuali akhir hidup. Mereka cukup kuat keyakinannya, sehingga memilih memutus hubungan keluarga dibanding harus keluar dari keanggotaannya di Gafatar.

“Ya, mereka lebih memilih tidak berhubungan keluarga lagi kalau tidak sepaham, daripada keluar dari Gafatar itu,” ungkap seorang perempuan di Padangsidimpuan, istri dari ES.

ES (470 merupakan abang kandung Enuh Ruhiyat (33), yang pergi bersama anak bininya ke Kalimantan untuk gabung dengan Gafatar.

ES cerita, almarhum ayahnya sempat menangis merenungi Enuh Ruhiyat yang ikut bergabung dengan Gafatar.

“Dia itu kan anak aliyah dan pesantren, dia disekolahkan ke pesantren, rajin sholat dulunya. Eh, tiba-tiba seperti itu, makanya almarhum bapak sempat menangis merenunginya ketika masih hidup,” ujar ES, ketika diwawancarai Harian Metro Tabagsel (Group Sumut Pos), di rumahnya, Senin (18/1).

ES cerita, Enuh Ruhiyat merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara. Enuh Ruhiyat lebih banyak menghabiskan waktu di kampung asal (Garut Provinsi Jawa Barat). Selesai melakukan pendidikan Aliyah, adiknya merantau ke Sumatera Utara tepatnya Tapanuli Selatan untuk menjumpainya.

Setibanya di Tapsel, sama seperti perantau, adiknya memulai kehidupan mencari pekerjaan, yaitu menjual kerupuk. “Di dengarnya saya di  Sumut ini, makanya dia  berangkat ke sini. Beberapa tahun bekerja, setelah itu dia melamar perempuan Padangsidimpuan, kalau tahunnya saya lupa,” katanya.

Dikatakannya, setelah menikah, adiknya berangkat ke Bogor, karena di situ ada sanak famili dari istrinya. Anehnya, di Bogor rupanya dia mengenal organisasi Gafatar itu dan bergabung menjadi anggota. “Di situlah dia kenal dan dipelajarinya. Waktu itu dia sudah memiliki anak dua,” jelasnya.

“Selesai dari Bogor, saat hangatnya isu Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai Nabi, saat itu lah dia masuk menjadi anggota Gafatar, itulah sepengetahuan kami. Ia sesekali ke kampung halaman di Garut untuk mempengaruhi orang atau merekrut. Rupanya dia diusir di sana, karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama,” jelasnya.

Kemudian, sejak saat itu ia bersama keluarganya tidak pernah cocok dengan adiknya. Bahkan, selalu berdebat dan tidak mau dikatakan bahwa organisasi yang diikutinya itu bertentangan dengan ajaran agama. “Sama kami berlawanan, tidak pernah cocok. Setiap diingatkan tidak mau dan selalu ngotot,” pungkasnya.

Sejak hebohnya isu Gafatar, ia mengatakan adiknya telah duluan berangkat meninggalkan Psp-Tapsel menuju Kalimantan. “Gak pernah ada datang kontaknya, untuk pamit saja tidak. Dan kami tidak tahu. Informasi saja yang kami tahu kalau orang itu sekarang di Kalimantan,” tuturnya. (bsl/sam/jpnn)

Exit mobile version