Site icon SumutPos

Hari Ini, 5.000 Massa Tolak Angkutan Online

Foto: Istimewa
Puluhan becak bermotor telah berkumpul di depan Masjid raya Medan, Jl SM Raja, hari ini, Senin (20/3/2017), untuk memprotes keberadaan becak online yang dianggap mengurangi rezeki mereka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sedikitnya lima ribu massa dari kelompok Solidaritas Angkutan dan Transportasi Umum (SATU) di berbagai daerah di Sumut, menggelar aksi damai di sejumlah titik Kota Medan, hari ini (20/3) mulai pukul 10.00 WIB. Tuntutan dan aspirasi yang akan disampaikan pada aksi kedua ini tetap sama, miminta agar seluruh operasional angkutan berbasis aplikasi online seperti Gojek, Grab, Uber dan lainnya dihentikan.

Koodinatior Wilayah (Korwil) SATU, Johan Merdeka menyebutkan, mereka akan menyampaikan aspirasi ke Kantor Wali Kota Medan, DPRD Medan dan Sumut, Kantor Gubernur Sumut, Dinas Perhubungan Medan dan Sumut, Dinas Kominfo, Kantor Gojek dan Kantor Grab serta Polsek Medan Baru. Menurut Johan, mereka akan meminta pemerintah daerah di Sumut untuk menjaga kearifan lokal dalam konteks angkutan konvensional yang ada selama ini. Di samping itu harus mengambil sikap tegas dengan tidak memerbolehkan angkutan berbasis aplikasi online beroperasi.

“Kehadiran angkutan berbasis online dapat mematikan kehidupan ekonomi para abang becak, sopir angkot dan sopir taksi. Kami minta pemerintah daerah mendengar dan bijak menyikapi aspirasi kami. Hampir lima ribu orang akan turun ke jalan besok (hari ini, Red) untuk menyampaikan aspirasi itu,” kata Johan kepada Sumut Pos, Minggu (19/3).

Berdasar perkembangan yang mereka ikuti, Kemenhub memberikan keleluasaan kepada Pemda setempat dalam hal operasional angkutan online ini. “Artinya, kepala daerah bisa mengeluarkan kebijakan sendiri di daerahnya dengan tidak memerbolehkan angkutan berbasis online beroperasi,” katanya.

SATU pada hakekatnya, sebut Johan Merdeka, tidak mempermasalahkan adanya payung hukum perusahaan angkutan online ini sudah bisa dijalankan per 1 April mendatang. “Kuncinya kearifan lokal kita di Sumut jangan dihilangkan. Aturan yang ada itu tidak mengikat sepenuhnya. Kalau Pemda tidak segera membuat kebijakan soal ini, berarti Pemda mau mempertajam konflik antara kami dan pelaku angkutan online,” tegasnya.

Titik kumpul aksi damai kedua ini akan berpusat di Lapangan Merdeka, Jalan Pulau Pinang Medan. Diantara peserta aksi datang dari berbagai kabupaten kota di Sumut. Sesuai informasi yang diperoleh Sumut Pos, aksi damai itu akan berlangsung selama tiga hari atau sampai Rabu (22/3). “Dari situ (Lapangan Merdeka), kami akan menuju ke Kantor Wali Kota Medan terlebih dahulu untuk menyampaikan aspirasi,” pungkasnya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
BENTROK SUPIR BECAK VS GO-JEK_Ratusan supir gojek mendatangi supir becak yang memberhentikan paksa rekan nya di Jalan Stasiun Besar Medan, Rabu (22/2) lalu. Ratusan supir gojek dan becak bentrok di beberapa titik di kota medan, pemicu bentrok berawal dari supir becak yang memberhentikan paksa pengendara go jek online.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan Renward Parapat mengatakan sudah tahu akan aksi massa tersebut. “Ya, Kasatlantas Polrestabes Medan sudah mengomunikasikannya kepada saya,” ujarnya via seluler.

Ia menyebut tidak ada persiapan khusus menghadapi aksi demonstrasi damai kedua ini, terutama mengenai rekayasa lalu lintas dan jumlah personil Dishub. “Kami akan koordinasi langsung di lapangan bersama jajaran Satlantas untuk lalu lintas. Dan yang jelas saya akan kerahkan personel untuk konsentrasi di titik aksi,” jelasnya.

Menyoal Permenhub No.32/2017 tentang Angkutan Berbasis Online ini, pihaknya belum mengetahui langkah apa yang harus diambil. Sebab sampai hari ini masih dilakukan uji publik sebelum penerapan per 1 April mendatang. “Kami mau cari dulu bagaimana formulasinya. Organda jugakan masih rapat terakhir di Jakarta. Biasanya nanti ada rilis hasil rapat melalui website Kemenhub,” katanya.

Berdasar pemahamannya terkait uji publik permenhub itu pada 10 Maret kemarin, Renward memaparkan ada dua poin penting dalam revisi payung hukum dimaksud. Diantaranya soal jenis angkutan terdapat perubahan definisi angkutan sewa, di mana sebelumnya didefenisikan sebagai pelayanan angkutan dari pintu ke pintu yang disediakan dengan cara menyewa kenderaan dengan atau tanpa pengemudi, direvisi menjadi pelayanan angkutan dari pintu ke pintu yang disediakan dengan cara menyewa kendaraan. Angkutan sewa terdiri atas angkutan sewa umum dan angkutan sewa khusus.

“Begitu juga ada soal ukuran CC kendaraan, tarif, kuota, kewjiban STNK berbadan hukum, pengukian berkala (KIR), pool, bengkel, pajak sampai kepada sanksinya. Kita pun masih menunggu perkembangan sejauh ini,” katanya.

Ilustrasi-Demo go-jek

Belum lama ini saat ditanya Sumut Pos perihal hal tesebut, Renward menegaskan, hingga saat ini Grab Car, Go Car, Uber Taxi, Gojek dan lain sebagainya itu tidak memiliki izin oprasional yang dikeluarkan dari Pemko Medan. Adapun sebanyak lima unit Go Car, baru mengantongi izin operasi dari pusat. Sedangkan untuk di Medan semua belum ada, termasuk Gojek.

“Kita tentu tidak bisa menghempang kemajuan zaman dan teknologi. Apalagi secara aturan mereka memang diperbolehkan, menurut Peraturan Menteri No. 32 tahun 2016. Namun khusus di Medan, mereka belum mengantongi izin resmi,” katanya.

Lantas apa solusi terbaik agar konflik tidak kian meruncing antara pelaku angkutan konvensional, dengan pelaku angkutan berbasis online ini? “Baru-baru ini, sudah ada utusan dari Go Car menemui kami. Kami melihat mereka ada niat baik untuk mengurus izin operasi di Kota Medan. Kita tentu sambut baik dan siap membantu mereka untuk pengurusan izin. Kami juga minta sama mereka, agar plang Go Car didepan Paladium Mal dicabut, karena dapat memicu konflik. Untuk parbetor dan sopir angkot, dalam minggu ini kami rencanakan bertemu perwakilan mereka guna mencari win-win solution. Apalagi memang becak kita anggap menjadi ikonnya Medan,” terang dia.

Kepada pelaku angkutan konvensional, pihaknya berharap dapat melakukan peremajaan angkutannya agar tetap bertahan ditengah kemajuan zaman dan teknologi.

“Dari pendataan kita tahun 2016, jumlah betor di Medan mencapai 26 ribu unit. Namun sangat disayangkan, dari jumlah itu hanya 146 unit yang memiliki izin dengan kontribusi Rp17.000 per unit dalam satu tahun lewat pengurusan izin KPS (Kartu Pengurusan Izin Operasi) dan speksi. Untuk itu, bagi betor yang tidak memiliki izin, kami sudah melakukan upaya persuasif dan pembinaan, serta bagi yang membandel akan kami tertibkan. Kepada pengelola betor juga kami sarankan, agar meremajakan betor miliknya untuk memberikan rasa nyaman bagi masyarakat yang ingin menggunakan jasa betor. Sebab kemajuan zaman memang tak bisa kita hentikan, di mana terus bergerak setiap hari,” ungkapnya. (prn/adz)

Exit mobile version