Site icon SumutPos

Dugaan Penerima Suap Wali Kota Medan, Hakim Tolak Eksepsi Eldin

SIDANG: Wali Kota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin usai menjalani sidang beragendakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/3). agusman/sumut pos
SIDANG: Wali Kota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin usai menjalani sidang beragendakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/3). agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim yang diketuai Abdul Azis menolak eksepsi Wali Kota Medan nonaktif, T Dzulmi Eldin dalam sidang beragendakan putusan sela, di ruang Cakra 1, Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/3). Dengan begitu, kasus dugaann penerima suap Rp2,1 miliar ini akan tetap dilanjutkan dengan menghadirkan saksi-saksi.

Majelis hakim menilai, surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum KPK sudah jelas secara umum. “Menyatakan tidak dapat menerima eksepsi yang diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa. Surat dakwaan dari Jaksa KPK sudah cukup jelas dan menjelaskan secara umum keterlibatan terdakwa,” ucap Azis dalam amar putusannya.

Menurut majelis hakim, pada poin kedua eksepsi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa, yang menjelaskan bahwa peranan Dzulmi Eldin tidak jelas dalam surat dakwaan, dinilai majelis hakim tidak tepat secara hukum. “Dalam dakwaan tersebut, dikatakan bahwa Dzulmi Eldin ikut andil menyuruh terdakwa Samsul Fitri untuk mengutip uang kepada para OPD. Maka dari itu hal tersebut akan dibuktikan di dalam proses persidangan,” katanya.

Usai pembacaan putusan sela, majelis hakim menunda proses persidangan hingga pekan depan. Majelis juga meminta kepada Jaksa KPK untuk menghadirkan saksi-saksi dan fakta dalam persidangan selanjutnya. “Melanjutkan persidangan pada pokok perkara, dengan menghadirkan saksi-saksi,” tegasnya Azis.

Usai persidangan, Junaidi Matondang, seorang penasihat hukum Dzulmi Eldin menyatakan, pihaknya tetap menerima hasil putusan sela tersebut. “Untuk sementara ini kita menerima keputusan majelis hakim. Maka dari itu, untuk selanjutnya akan kita ikuti keterangan saksi-saksi, jadi menyangkut eksepsi ini tidak akan kita bahas lagi,” tandasnya.

Mengutip surat dakwaan, terdakwa pada pertengahan Juli 2018 menerima laporan dari Samsul Fitri tentang dana yang dibutuhkan untuk keberangkatan kegiatan Apeksi di Tarakan Kalimantan Utara sejumlah Rp200 juta. Namun yang ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak mencapai jumlah tersebut.

Mendapat laporan itu, terdakwa kemudian memberikan arahan untuk meminta uang kepada para kepala OPD/pejabat eselon II dan Samsul Fitri menyatakan kesanggupannya. Samsul Fitri kemudian membuat catatan para Kepala OPD/Pejabat Eselon II yang akan dimintai uang serta perkiraan jumlahnya yang mencapai Rp240 juta.

Namun ternyata, permintaan Eldin melalui Samsul Fitri, hanya terkumpul Rp120 juta. Dalam kesempatan lain, permintaan Dzulmi Eldin ternyata terus berlanjut, hingga yang terakhir ia meminta uang pegangan dan perjalanan selama menghadiri undangan acara Program Sister City di Kota Ichikawa Jepang pada Juli 2019.

Penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut sejumlah Rp1,5 miliar. Sedangkan APBD Kota Medan mengalokasikan dana hanya Rp500 juta. Edin kemudian mengarahkan Samsul Fitri untuk meminta uang kepada Kepala OPD yang akan ikut dalam rombongan ke Jepang tersebut.

Keseluruhan uang yang dikumpulkan terdakwa dari para kepala OPD yang disetorkan ke Dzulmi Eldin, totalnya mencapai Rp2,1 miliar lebih.

Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man)

Exit mobile version