Site icon SumutPos

Penjara Tanjung Gusta Terburuk

MEDAN-Dari seluruh penjara yang ada di Indonesia, ternyata Penjara Tanjung Gusta Medan, dinilai salah satu yang paling buruk penanganannya di Indonesia. Kemungkinan hal ini karena begitu membeludaknya jumlah tahanan, sementara sel maupun sipir yang ada, tidak mampu secara maksimal melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Penilaian tersebut dikemukakan Hakim Konstitusi, Akil Muchtar, secara khusus kepada Sumut Pos, saat berbincang-bincang di Gedung MK, Jakarta, Jumat (19/10) sore.

“Dari yang ada itu, salah satu yang paling parah mungkin penjara Tanjung Gusta, Medan,”n
katanya terkait seperti apa kondisi penjara-penjara yang ada di Indonesia saat ini.
Namun, memang penilaian yang ia kemukakan, bukan berdasarkan survei. Hanya meski demikian, pandangan ini mungkin dapat menjadi masukan yang penting. Sehingga ke depan pengelolaan Penjara Tanjung Gusta bisa lebih dibenahi, sehingga lebih manusiawi.
Juru Bicara MK ini menuturkan beberapa indikator terkait pandangannya tersebut. Di antaranya, karena di sana itu campur aduk semua narapidananya. Mulai dari penjahat jalanan hingga penjahat yang seperti apapun ada di sana.

Akibatnya, tidak heran jika sebagaimana dikemukakan Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Nugroho Aji, beberapa waktu lalu, narapidana yang diduga terlibat mengendalikan peredaran narkoba, diantaranya berada di penjara Tanjung Gusta. Hal ini karena bebasnya penggunaan fasilitas telepon seluler.

Oleh sebab itu agar penjara dapat berperan lebih baik membina masyarakat pelanggar hukum, Akil menilai perlunya penanganan penjara Tanjung Gusta ke depan. Sehingga peristiwa penyerangan napi ketika Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Wamenkum HAM) Denny Indrayana, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Lembaga Pemasyarakatan Teluk Dalam, Banjarmasin, tidak lagi terulang.

SEmentera, terkait sorotan yang dilakukan Jaksa Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) Marwan Effendi di Kejari Medan perihal masih ditemukannya kursi-kursi plastik, Kajatisu, Noor Rachmad menilai, hal itu tidak berkaitan dengan disiplin kepegawaian.
Di depan ruangannya, Noor yang dimintai komentarnya mengaku, teguran Jamwas pada Kejari Medan perihal masih ditemukannya kursi plastik, hanya masalah perfomance.

“Mungkin Kajari Medan beranggapan dengan dana yang terbatas itulah yang bisa disediakan. Dan yang terpenting dapat melayani masyarakat. Tetapi Jamwas ketika itu melihat, masih ditemukannya kursi plastik menjadi kurang bagus dilihat,” ungkapnya, Jumat (19/10).

Kajari Medan sendiri diutarakan Noor, berjanji akan memperbaiki hal tersebut. Sementara itu, masih kosongnya bangku kepemimpinan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) pada Kejari Medan, diungkapkan Noor Rachmad sebentar lagi akan terisi. Adalah Dwi Agus, yang saat ini tengah bertugas di Kejaksaan Agung Jakarta, akan mengisi bangku kekosongan tadi menggantikan Plh Kasipidum Farizal yang menjabat pula sebagai Kasi Intel Kejari Medan.
“Kalau tidak ada halangan, kemungkinan bulan depan Dwi Agus akan mulai bekerja di Medan. SK sudah ada, tetapi kan tetap harus dilantik oleh Kejari Medan,” ungkapnya.

Noor yang disinggung prihal informasi yang beredar di lapangan, bahwa Kajari Medan, Bambang Riawan bakal dimutasikan ke Kejari lain, akibat beberapa kasus seperti tahanan lari dan mobil tahanan terbalik, dengan cepat membantah hal tersebut. Lanjutnya, dirinya sebagai pimpinan belum ada menerima laporan tersebut.

“Kajari sendiri masih tetap. Saya tidak bisa berbicara apa-apa karena memang belum ada apa-apa. Kajari Medan adalah sampai saat ini masih Bambang Riawan,” ungkapnya.

Terpisah, saat disinggung terkait aset-aset dari empat orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejati Sumut antara lain Adelin Lis, Boy Hermansyah, Ahmad Sofian Aot Siregar dan Masniari, dijelaskan Noor sudah dilakukan. Katanya, untuk Boy Hermansyah dalam kasus pembobolan kredit di Bank BNI 46 Jalan Pemuda Medan, pihaknya sudah melakukan penyitaan beberapa aset dan menjadikan barang-barang sitaan tersebut sebagai barang bukti bagi tersangka lainnya.

“Boy Hermansyah itu kasusnya dalam tahap penyidikan dan terhadap barang bukti berkaitan dengan ini sudah disita termasuk asetnya. Sementara Adelin Lis, kasusnya itu kan sudah inkrah di Mahkamah Agung. Jadi lihat saja isi keputusannya. Khusus Adelin Lis, jika didapat dia tidak disidangkan lagi dan langsung masuk penjara,” jelasnya.

Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare, juga menjelaskan kasus DPO Boy Hermansyah berawal dari permohonan kredit PT BDKL (Bahari Dwi Kencana Lestari) yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar. Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain.

Sehingga dalam hal ini, Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp117,5 miliar. Setelah di proses, aset milik Boy Hermansyah berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektare di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang diatasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.(gir/far)

Exit mobile version