Site icon SumutPos

Berteduh di Gubuk, Kakek Jaluddin Hanyut, Banjir Bandang Terjang 9 Desa di Dairi, 7 Orang Hilang

CARI KORBAN: Personel TNI bersama warga mencari korban yang hanyut terbawa banjir yang melanda Dairi, Selasa (18/12).

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Sejak Oktober 2018 lalu, Sumatera Utara (Sumut) tak henti-hentinya dilanda banjir dan tanah longsor. Mulai dari banjir bandang di Mandailing Natal (Madina), kemudian berturut-turut longsor terjadi di Nias Selatan, Toba Samosir, Karo, dan Simalungun. Teranyar, Kabupaten Dairi diterjang banjir bandang yang menyebabkan tujuh orang hilang dan dua orang selamat.

INFORMASI dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dairi, diperkirakan ada tujuh warga di Desa Bongkaras, Kecamatan Slima Pungga-punga, Kabupaten Dairi, masih hilang dibawa arus banjir bandang yang melanda daerah itu, Selasa (18/12) sore pukul 17.00 WIB. Kepala BPBD Dairi, Bahagia Ginting menyebutkan, banjir itu merendam sedikitnya Sembilan desa di Kecamatan Silima Punggapungga.

Menurutnya, banjir bandang tersebut terjadi lantaran kawasan tersebut terus diguyur hujan deras selama sepekan terakhir. Bahagia mengatakan, dari sembilan orang yang menjadi korbann

dua berhasil ditemukan selamat. “Sementara, tujuh orang lagi masih dinyatakan hilang,” kata Bahagia Ginting kepada wartawan, Rabu (19/12) siang.

Hingga saat ini, tim SAR gabungan masih menyisir lokasi bencana. Ia mengatakan, dalam kejadian tersebut, banjir dan longsor membawa material lumpur dan kayu. Sejumlah gelondongan kayu besar tumpah di desa yang diterpa banjir bandang.

Tak cuma itu, banjir bandang juga merusak seratusan hektar lahan pertanian warga. Kerusakan yang terjadi cukup parah. “Akibat bencana itu, sekitar 110 hektar lahan pertanian dan perkebunan rusak berat. Saluran irigasi juga rusak. Termasuk akses jalan desa,” ucapnya.

Selain lahan pertanian, ternak warga juga hilang disapu banjir. Tidak sedikit masyarakat yang kehilangan ternaknya diduga hanyut terbawa arus. “Kita juga mencatat jembatan penghubung antar dusun putus,” ungkapnya.

Ia menyebut, tim terus melakukan evakuasi dan mendata kerusakan yang terjadi. Kepada masyarakat di Dairi pihaknya mengimbau agar terus waspada. “Kita bersama tim gabungan terus melakukan pencarian dan evakuasi. Kita berharap masyarakat tetap waspada dengan bencana alam,” pungkas Bahagia.

Satu dari tujuh korban yang belum ditemukan adalah Jalaludin Boang Manalu (83). Menurut anak korban, , Janes Boang Manalu, ayahnya itu saat kejadian sedang berteduh di gubuk perladangan milik mereka. Janes mengaku, sejauh ini ayahnya belum ditemukan sejak banjir bandang menghajar Desa Bongkaras. “Kemungkinan ada enam orang mereka yang hilang, termasuk ayah saya” ungkap Janes.

Saat kejadian, ayah dan ibunya sedang berteduh di gubuk ladang gambir milik mereka karena sedang hujan. Ladang persis di bawah perbukitan. Dan ada sungai kecil di dekat ladang. “Ibu sudah mengajak ayah agar segera keluar dari gubuk dan pulang ke rumah. Tapi ayah tidak mau. Saat didesak, ayah akhirnya mau. Tapi saat itu banjir sudah datang. Ibu sempat menyelamatkan diri, meski sempat hanyut dan berenang. Sementara ayah tak kelihatan,” ungkap Janes.

Diakui Janes, banjir membawa material lumpur dan potongan kayu. Di perbukitan dia ketahui ada aktivitas penebangan hutan. Perbukitan juga mengalami longsor.

Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi, Sebastianus Tinambunan mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pencarian para korban hilang di lokasi kejadian. Diperkirakan ada empat korban hilang di dua desa yang terkena banjir, termasuk satu korban di Desa Longkotan atas nama Bariun Sitorus. “Petugas tim gabungan masih terus melakukan pencarian korban hilang. Bisa jadi ada juga yang belum ditemukan mengungsi atau bagaimana. Tapi tim terus bekerja, termasuk menurunkan alat berat untuk membersihkan lokasi,” kata Sebastianus.

Terpisah, Koordinator Wilayah Sumut-Nangroe Aceh Darussalam Pengurus Pusat GMKI, Gito Pardede menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, longsor dan banjir yang terus terjadi merupakan catatan buruk bagi kondisi lingkungan di Sumut.

Kata Gito, keadaan hutan di Karo sudah tidak lestari lagi. Begitu pula di Tapanuli Selatan dan wilayah lainnya di Sumut. Ia memaparkan, longsor dan banjir bandang yang ikut menghanyutkan material kayu memperkuat dugaan, telah terjadi pembalakan liar hutan. Hal ini merupakan penyebab terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.

Bencana banjir dan longsor diawali pada Oktober, di mana hujan deras menyebabkan akses jalan di Nagori Marubun Jaya, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, terputus. Kemudian di Kabupaten Tapanuli Selatan, banjir bandang mengacaukan Desa Mosa dan mengakibatkan dua orang kehilangan nyawa yakni Sindi (11) dan Puput (2 bulan).

Di Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Tobasa, tanah longsor terjadi di Desa Halado, Jalan Lintas Sigura-gura, Rabu (12/12). Berikutnya, bencana banjir terjadi di tiga kecamatan, yakn Pahae Jae, Purbatua, dan Simangumban. Sejumlah infrastruktur, ratusan hektar areal persawahan dan merendam sembilan unit rumah mengalami kerusakan. Yang terbaru adalah longsor di jalan lintas Siantar-Parapat dan banjir bandang di Kabupaten Dairi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan BMKG wilayah 1 Medan, ungkapnya, baik bencana banjir maupun tanah longsor sangat memungkinkan akan terus terjadi di beberapa kabupaten di Sumut hingga akhir tahun ini. Saat ini terdapat beberapa wilayah di Sumut dengan potensi tinggi terjadinya tanah longsor. Dalam kaitan itu, Gito mendesak agar Pemprov Sumut serta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup lebih memperhatikan kondisi ekosistem hutan.

“Pemerintah harus tegas menindak oknum atau perusahaan yang merusak lingkungan. Ini merusak tatanan ekosistem dan air, menyebabkan terjadinya bencana longsor dan banjir bandang,” tegas Gito.

Pemerintah, terangnya, jangan hanya mementingkan proyek tanpa melihat ekosistem. Tindak oknum-oknum dan perusahaan perusak lingkungan. Pemerintah jangan tutup mata, harus serius menyikapi bencana yang terjadi. “Pencegahan bencana harus segera dilakukan. Jangan tunggu bencana yang lebih besar memakan korban jiwa,” katanya.

13 Kabupaten Rawan Longsor

Sementara, Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan mencatat, ada 13 daerah di Sumatera Utara (Sumut) yang berpotensi rawan bencana longsor. Belasan daerah itu, berada di kawasan Danau Toba. Pantauan BBMKG, longsor ini terjadi berbarengan dengan kondisi curah hujan yang tinggi di Sumut. “Potensi tingkat bahaya longsor di wilayah Sumatera Utara berkisar antara tingkat sedang – tinggi,” kata Kepala BBMKG Wilayah I Medan, Edison Kurniawan kepada wartawan, Rabu (19/12).

Ke-13 wilayah yang berpotensi alami longsor lanjutnya, mulai dari Kabupaten Tapanuli Utara diantaranya Kecamatan Pahae Jae; Pahae Julu; Siborong-borong; dan Adian Koting. Kemudian Kabupaten Humbang Hasundutan diantaranya, Kecamatan Lintong Nihuta; dan Onan Ganjang. Selanjutnya Kabupaten Toba Samosir, diantaranya Kecamatan Porsea; dan Silaen. “Kemudian Kabupaten Samosir, Kecamatan Onan Runggu; dan Palipi. Kabupaten Tapanuli Tengah, Kecamatan Barus; dan Andam Dewi. Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Dolok. Kabupaten Dairi, Kecamatan Sumbul; Parbuluan; Pegagan Hilir; Siempat Nempuh Hulu; Tiga Lingga; Pinem; dan Silima Pungga Pungga,” sebutnya.

Daerah rawan longsor lainya adalah Kabupaten Pakpak Bharat meliputi Kecamatan Kerajaan; dan Salak. Lalu Kabupaten Simalungun meliputi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon; Sidamanik; Dolok Pardamean; dan Purba. Kabupaten Deliserdang juga masuk menjadi daerah rawan longsor, diantaranya Kecamatan Bangun Purba; Sibiru-biru; Sibolangit; STM Hilir; dan STM Hulu. “Begitu juga di Kabupaten Karo, yakni Kecamatan Barus Jae; Merek; Mardinding; dan Payung. Lalu Kabupaten Nias, Kecamatan Hiliduho; Gunungsitoli; dan Mandrehe. Serta Kabupaten Nias Selatan, Kecamatan Gomo,” jelasnya.

Edison mengingatkan, masyarakat agar terus waspada. Sebab longsor dapat terjadi karena curah hujan. Tidak satu dua hari, hujan terus menerus dapat menyebabkan kondisi tanahnya jenuh. “Tetap waspadai terjadinya bencana longsor khususnya di daerah pegunungan. Terlebih lagi selama bulan Desember potensi curah hujan cukup tinggi,” bebernya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah daerah di Sumut mengalami bencana longsor. Diantaranya Toba Samosir yang merenggut 10 korban, kemudian di Simalungun yakni jalur lintas Pematangsiantar-Parapat.

Selain longsor, banjir bandang juga melanda sejumlah daerah. Seperti yang terjadi di Kabupaten Dairi pada Selasa (18/12) sore. Tujuh dari sembilan korban masih dinyatakan hilang. Tim SAR gabungan hingga kini masih melakukan pencarian di lokasi. (dvs/ain/pra/jpc/bbs)

Exit mobile version