Site icon SumutPos

Kantor Go-Jek di Medan Tutup 3 Hari

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah pengemudi becak bermotor yang tergabung dalam Solidaritas Angkutan Dan Transportasi Umum (SATU) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Senin (20/3). Mereka menuntut agar transportasi sistem aplikasi online yang beroperasi di Medan segera ditutup karena tidak memiliki izin dan mematikan sumber pendapatan mereka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seribuan penarik becak bermotor (Betor) kembali melakukan aksi damai di sejumlah lokasi di Medan, Senin (20/3). Tuntutannya masih sama, meminta pemerintah menghentikan operasional angkutan umum berbasis online, seperti Go-Jek dan Grab.

Sebelum melakukan aksi, para penarik betor yang tergabung dalam Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU) berkumpul di Lapangan Merdeka Medan. Kemudian mereka bergerak menyusuri Jalan Raden Saleh dan Jalan Kapten Maulana Lubis, menuju Jalan Imam Bonjol, kantor DPRD Sumut.

Di depan gedung dewan itu, mereka melakukan orasi dan membentangkan spanduk dan poster berisi penolakan terhadap keberadaan angkutan umum berbasis online tersebut. Kordinator Aksi, Johan Merdeka tidak lelah-lelah meminta ketegasan pemerintah untuk menghentikan operasional sarana transportasi umum online. Sebab, dia meyakini keberadaan Go-Jek maupun Grab sudah menghilangkan pencarian para penarik betor.

Dalam kesempatan itu, anak mantan Anggota DPRD Sumut dari PDIP itu juga meminta agar Kepolisian segera melepas tiga rekan mereka yang ditangkap. “Kalau sampai hari ini teman-teman kami tidak dilepaskan, kami minta anggota dewan mendesak agar Kapolda dan Kapolrestabes dicopot dari jabatannya,” tegas Johan Merdeka dalam orasinya.

Diungkapkannya, satu hari setelah aksi beberapa waktu lalu, mereka berasama mangement Go-Jek difasilitasi Wakapolrestabes untuk bertemu. Namun usai pertemuan, tiga rekan mereka ditahan.

“Wakapolres janji teman kita hanya akan dimintai keterangan, tapi sampai saat ini masih ditahan. Kita minta hari ini teman kami yang ditahan agar dibebaskan,” tegasnya.

Setelah satu jam melakukan orasi dan memblokir Jalan Imam Bonjol, akhirnya tiga anggota DPRD Sumut menemui para pengujuk rasa. Ketiga wakil rakyat itu adalah Ramses Simbolon dari Fraksi Gerindra, Hanafi Harahap dari Fraksi Golkar, Baskami Ginting dari Fraksi PDIP.

Ramses mencoba  menenangkan para pengunjuk rasa. Mantan Ketua DPD Partai Gerindra Sumut itu pun mencoba mengajak perwakilan para pengunjuk rasa untuk bernegosiasi. “Saya minta perwakilan pengujuk rasa untuk berdialog di dalam. Kita ingin bicarakan ini dengan hati dan kepala dingin,” ucapnya. Disebutkannya, pemerintah harus tetap memfasilitasi apa yang menjadi keinginan rakyatnya.

Sementara Hanafiah Harahap menyebut, pihaknya saat ini belum bisa mengambil keputusan apapun. Termasuk permintaan untuk melepaskan tiga penarik betor yang ditahan di Mapolsek Medan Baru.

“Mengenai angkutan umum berbasis online akan kita pertanyakan kepada instansi terkait. Mengenai permintaan untuk melepaskan tiga rekan yang ditahan, akan kita bicarakan dengan Kapolrestabes. Hari ini (kemarin) kami akan rapat Banmus untuk menentukan jadwal, secepatnya akan kita agendakan pemanggilan untuk menyelesaikan masalah ini,” tuturnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah pengemudi becak bermotor yang tergabung dalam Solidaritas Angkutan Dan Transportasi Umum (SATU) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Senin (20/3). Mereka menuntut agar transportasi sistem aplikasi online yang beroperasi di Medan segera ditutup karena tidak memiliki izin dan mematikan sumber pendapatan mereka.

Usai melakukan aksi di DPRD Sumut, massa melanjutkan aksi di Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan, Jalan TB Simatupang, tepatnya di belakang Terminal Terpadu Pinang Baris, Medan Sunggal. Mereka urung melakukan aksi di Kantor Wali Kota dan DPRD Medan.

Kehadiran ratusan massa diterima langsung Kadishub Medan, Renward Parapat didampingi Kasat Sabhara Polrestabes Medan dan Kapolsek Sunggal. Massa melakukan aksi dari luar komplek perkantoran Dishub Meda.

Dalam penjelasannya, Renward menyebutkan, pihaknya tidak berkompeten menutup perusahaan angkutan berbasis aplikasi online tersebut. Namun begitu, ia mengatakan, dari sisi usaha angkutan wajib memiliki izin operasional. “Sejauh ini baru satu perusahaan angkutan online yakni Grab. Selebihnya belum ada,” katanya.

Pihaknya, kata Renward, menyarankan agar izin yang dimohonkan tersebut langsung paralel dengan izin operasi. Ini diperlukan agar pengemudi Grab memiliki kekuatan hukum karena telah memiliki izin. Renward Parapat juga mengatakan, untuk mengeluarkan izin di tingkat kota, pihaknya akan mengacu kepada putusan menteri perhubungan yang akan berlaku mulai 1 April nanti.

“Sebelumnya kami juga sudah mengeluarkan surat edaran yang meminta agar pengemudi Grab dan Go Car untuk tidak beroperasi sebelum memiliki izin,” katanya.

Ia menambahkan, sejatinya Kemenhub sudah menyurati Kementrian Kominfo agar menutup situs perusahaan angkutan berbasis aplikasi yang tidak memiliki izin. “Selama mereka memiliki izin dan persyaratan dipenuhi sesuai ketentuan, maka silahkan beroperasi. Kalau tidak kewenangan penutupan ada pada Kementrian Kominfo, sebab kita tidak berhak atas itu,” jelasnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah pengemudi becak bermotor yang tergabung dalam SATU, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Senin (20/3). Mereka menuntut agar transportasi sistem aplikasi online yang beroperasi di Medan segera ditutup karena tidak memiliki izin dan mematikan sumber pendapatan mereka.

Sementara, amatan di Kantor Wali Kota Medan, ratusan personel Polrestabes Kota Medan sudah berjaga-jaga mengantisipasi kegiatan demonstrasi pada hari itu. Mobil rantis polisi juga terlihat di-standby-kan di sana, berjaga-jaga apabila ada kerusuhan. Namun, massa batal melakukan aksi di sana.

Sementara, untuk mengantisipasi terjadinya kericuhan seperti pada aksi sebelumnya, kantor Go-Jek di Komplek Jati Junction Jalan Perintis Kemerdekaan Medan ditutup. Pantauan Sumut Pos, Senin (20/3), di kantor itu tampak sejumlah orang yang hendak masuk ke dalam gedung perusahaan jasa antar jemput berbasis online ini, namun disarankan petugas kepolisian yang berjaga untuk menjauh.

“Bapak-bapak mau ke mana? Tolong jangan menumpuk di depan kantor. Nanti jadi sasaran tukang becak. Ini kantor sudah ditutup,” kata seorang petugas kepolisian berpakaian sipil.

Menurutnya, di dalam kantor Go-Jek ditempatkan sejumlah petugas kepolisian. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dari aksi massa tukang becak.

Sementara, Kabid Humas Poldasu  Kombes Pol Rina Sari Ginting yang dikonfirmasi mengenai permintaan massa SATU agar rekan mereka dibebaskan, menurutnya hal itu tidak mungkin. Rina menerangkan, pelanggar hukum tidak mungkin bisa lepas dari proses hukum yang berlaku.

“Negara kita ini negara berlandaskan hukum, siapa yang melanggar hukum akan diberi sanksi sesuai aturan hukum. Akan jadi preseden buruk kalau mereka kita lepaskan karena desakan,” beber Rina.

Mantan Kapolres Binjai ini menyebutkan, saat ini pemerintah juga sedang melakukan revisi Peraturan Mentri Perhubungan (Permenhub) No 32 Tahun 2016 yang mengatur tetang taksi online.

“Pemerintah kan sedang melakukan revisi tentang aturan taksi online. Polisi mengambil tindakan sesuai aturan hukum, tentunya kita tunggu revisi itu selesai baru bisa diambil tindakan,” ungkap Rina.

Kepada abang becak yang melakukan aksi, Rina mengimbau agar dalam pelaksanaannya damai dan tidak anarkis. “Setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan aspirasinya di depan publik, tapi tidak anarkis. Saya tegaskan, Polisi akan tetap menindak aksi-aksi.yang anarkis,” pungkas Rina. (dik/prn/mag-1/adz)

Exit mobile version