Site icon SumutPos

Sering Mengigau Minta Ampun

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Kapoldasu Irjen Pol Paulus Waterpauw mengunjungi SA, bocah yang dianiaya ibu kandung dan ayah tirinya di RSUP H Adam Malik, Sabtu (20/1).

SUMUTPOS.CO – SA sudah mulai sadar meski masih tertidur lemas. Kondisinya tampak berangsur membaik. Bocah perempuan berusia 6 tahun asal Padang Lawas Utara (Paluta) ini dianiaya ibu kandungnya hingga tak sadarkan diri.

Kisah bocah ini mengundang simpati dari pejabat di Sumatera Utara. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen Paulus Waterpauw dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Hj Nurhajizah Marpaung secara bergantian mengunjunginya di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Lantai 3 Ruang Rindu B RSUP Haji Adam Maling mendadak riuh, Sabtu (20/1) siang lalu sekira pukul 11.00 WIB. Rupanya keriuhan itu karena kedatangan Kapoldasu Irjen Paulus Waterpauw beserta istri Ny Roma Megawanty Warerpaw dan sejumlah pejabat utama Polda Sumut. Rombongan pejabat Poldasu ini disambut Buchori, abang dari ayah SA.

Apa sebenarnya yang dialami bocah malang itu? Kepada Sumut Pos Buchori menceritakan kisah pilu yang dialami SA yang merupakan putri dari pasangan almarhum Munyamin Nasution dan Yusma itu. Menurut Buchori, almarhum adiknya itu memiliki empat orang anak dan SA merupakan paling bungsu. “Adik saya itu meninggal tahun 2013 karena sakit. Meninggalnya adik saya itupun cukup mendadak. Seminggu sakit, lalu menghadap Illahi. Sebelum adik saya meninggal, keluarga mereka tidak ada masalah,” cerita Buchori.

Namun setelah Munyamin meninggal dunia, saat itu SA masih berumur satu tahun. Mereka masih tinggal di Ujung Batu. Kemudian 2,5 tahun kemudian, mereka pindah ke Sabungan. “Sekitar 2,5 tahun mereka tinggal di Sabungan, Yusma pun menikah dengan seorang pria. Kabarnya pun, pernikahan dengan pria yang dipilihnya itu tak ada yang mengenali. Tak direstuilah, kapan pun nikahnya tak tahu,” ujarnya.

Bersama suami barunya, Yusma tinggal di Rantojiur, Kabupaten Labusel. “Dari sinilah mulai babak penyiksaan itu. Pengakuan Yusma, dia yang awalnya disiksa suaminya itu. Tapi itu pengakuan dia ya,” katanya.

Di Rantojiur, warga sekitar mengecam perbuatan Yusma dan suaminya karena sering menyiksa SA. “Pergilah mereka pindah ke Paluta. Kerjaannya ya itu, menderes pohon rambung (karet),” terangnya.

Di Paluta, mereka pun tetap tak diterima. Bahkan, di sana pula kekejian Yusma terungkap. Menurut Buchori, penyiksaan itu pertama sekali diketahui oleh tetangga mereka yang sering disapa Birong. Saat itu, 7 Januari 2018, Yusma menitipkan SA kepada Birong yang juga bekerja sebagai penderes getah rambung. “Mungkin mereka kehabisan belanja, jadi mau ke kedai. SA dititip ke rumah Birong. Di situlah SA mengadukan perlakuan ibu dan ayah tirinya. Bahkan, SA minta ke Birong agar tidak dikembalikan ke ibunya,” ungkap Buchori.

Kepada Birong, SA mengaku sering direndam di kolam hanya karena masalah sepele. “Bahkan SA minta agar tinggal bersama Sibirong saja. Birong pun iba, tapi tak berani berbuat apa-apa karena bukan anaknya,” bebernya.

Saat Yusma menjemput SA, saat itulah Birong menyaksikan langsung kalau Yusma menyiksa anak kandungnya itu. Yusma marah karena SA tak mau diajak pulang. “Saya sempat melerai dan menghalangi. Tapi Yusma tak peduli, ditamparnya, diseretnya SA hingga menjerit-jerit,” ungkapnya lagi.

Keesokan harinya, Yusma mendatangi rumah Birong untuk meminta pertolongan. Entah apa yang telah diperbuat Yusma hingga SA tak sadarkan diri. “Jadi datanglah si Yusma minta tolong, karena SA pingsan. Marah lah si Birong. Matikan saja anak mu itu, kuadukan kau nanti ke toke mu, kata Birong. Tidak jadilah dia meminta pertolongan Birong untuk membawa SA ke Puskesman,” ceritanya.

Karena panik, Yusma kemudian membawa SA ke rumah bosnya, Aldar. Yusma berharap dapat dibantu uang untuk membawa anak itu ke rumah sakit. “Saat itu istri bosnya curiga, kok kepala si anak ini banyak lebam, sudah seperti semangka busuk. Dari situlah mereka ditanyai apa yang diperbuat Yusma kepada SA. Barulah datang Polisi. Istri Aldar melapor,” ungkapnya.

Dibawalah SA ke Puskesmas terdekat, di Aek Haruayah. Baru tiga hari kemudian SA di bawa ke Padang Sidempuan. “Barulah dirujuk ke RS Adam Malik, kami berangkat Selasa (16/1) malam. Tiba di Adam Malik Rabu (17/1) pagi. Di sini diperiksa kepala SA dalam keadaan koma. Katanya ada gumpalan darah di kepala anak kami ini,” ucapnya lirih.

Selama dalam perawatan, SA yang tak sadarkan diri mengigau, minta tolong, alam bawah sadarnya menurut Buchori masih menggambarkan pedihnya penganiayaan itu. “Jadi selama di rumah sakit dia mengigau minta ampun, minta tolong, begitulah pedihnya dia dipukuli emaknya,” pungkas Buchori.

Kapoldasu Irjen Pol Paulus Waterpaw mengaku sudah menindaklanjuti kasus ini. “Informasi sementara dari Kapolsek, korban sering menangis karena ayah tiri korban yang sering mabuk-mabukan, melakukan tindak kekerasan terhadap korban,” ujar Kapoldasu.

Kepolisian juga telah melakukan penyelidikan hingga menetapkan ibu kandung korban, Yusma Adalina dan ayah tiri korban, Aldi Pratama sebagai tersangka. “Seorang tersangka sudah diamankan dan sudah diperiksa. Ayah tiri korban masih dalam tahap pencarian untuk dapat dilakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap tersangka. Tersangka dikenakan Pasal 80 ayat (4) jo 76 huruf C Undang-Undnag RI Nomor 35 tahun 201, ” tambah Kapoldasu.

Wagubsu Minta Penanganan Diprioritaskan

Sementara, Wagubsu Nurhajizah Marpaung menjenguk SA, Minggu (21/1). Dia meminta penanganan kepada SA menjadi prioritas. “Kita mau memastikan ini, penanganan pasien (SA) bisa berjalan dan tidak ada masalah. Apalagi kalau ada BPJS-nya, jangan sampai nanti memberatkan orangtuanya (keluarga),” ujar Wagub.

Untuk memastikan penanganan tersebut tanpa masalah, Wagub pun meminta semua pihak, baik keluarga, rumah sakit, kepolisian dan pemerintah (pejabat) memperhatikan dan saling koordinasi untuk melihat apa saja yang menjadi kebutuhan pasien seperti langkah-langkah penanganan Siti Aminah.

“Kalau sudah begini, jangan lagi berpikir ke siapa dan izin siapa. Makanya untuk koordinasi, kita juga akan sampaikan ini, termasuk Polda,” sebut Wagub.

Untuk langkah koordinasi tersebut, lanjut Wagub, dirinya juga ingin memastikan bahwa orangtua Siti Aminah memberikan konfirmasi dan persetujuan bila diperlukan langkah operasi kepada pasien. Hal ini mengingat kondisinya sangat memprihatinkan karena terjadi gangguan di bagian kepala, diduga akibat benturan keras.

Sementara Dokter Spesialis Bedah Saraf RSUPH Adam Malik, dr Mahyudanil menyebutkan saat ini kondisi pasien dalam kesadaran yang rendah. Sehingga, respon terhadap apa yang ada di sekitarnya tidak sesuai. Dengan begitu, menurutnya ada gangguan yang terjadi di bagian saraf kepala.

“Ada penurunan kesadaran. Jadi responnya tidak sesuai, kalau kita sampaikan sesuatu, jawabnya tidak sesuai,” katanya.

Untuk itu, jika hasil pemeriksaan lebih lanjut, harus dilakukan operasi, maka pihaknya meminta agar kepolisian dalam hal ini Polda Sumut, meminta persetujuan kepada orang tua Siti Aminah, yang juga sebagai tersangka pelaku penganiayaan kepada anak kandungnya sendiri. (dvs/bal/ain/adz)

Exit mobile version