Site icon SumutPos

Menang Kalah Saya Pasrah, Terserahlah…

Pembicaraan Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri, dan M Affan terputus. Mereka sudah diperbolehkan menjumpai Saleh Bangun yang berada di lantai 27 Swiss Belhotel Medan. Mereka pun bergerak, meninggalkan Sumut Pos sendirian di kafe yang berada di dekat lobi tersebut.

POSE: Chaidir Rintonga berpose  ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
POSE: Chaidir Rintonga berpose di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

RUDIANSYAH, Medan

‘’Dik kamu di sini dulu ya. Pesan saja makan dan minum. Saya hanya 15 menit saja, nanti kita lanjutkan pembicaraan,’’ ujar Chaidir.

Dan benar, tidak begitu lama kemudian, sekira dua puluhan menit, Chaidir sudah kembali. Usai membayar, kami bergegas menuju mobil untuk kembali lagi ke rumahnya. Di dalam mobil tersebut, Chaidir, mulai bercerita panjang lebar tentang Pilkada Kota Padangsidimpuan, tentang isu Musdalub Partai Golkar Sumut, sampai soal gagalnya Gatot Pujo Nugroho dilantik Mendagri Gamawan Fauzi pada 28 Februari lalu. Tapi, sama sekali tidak menyinggung pertemuan unsur pimpinann DPRD Sumut di lantai 27 Swiss Belhotel Medan itu.

‘’Saya main (ikut) di Pilkada Kota Padangsidimpuan, menghabiskan dana hingga Rp16 miliar, ini di luar penjualan aset 43 dump truk. Begitu uang Rp16 miliar sudah habis dan masih kurang juga, wah, ampun saya. Mau menang atau kalah saya pasrah, terserahlah. Saya sudah habis-habisan. Bayangkan saja, saya bayar konsultan dari Jakarta Rp3 miliar,’’ ujar Chaidir.

Chaidir pun menceritakan beberapa dana yang harus dia keluarkan. Misalnya untuk partai dan anggota DPRD. Uang yang digelontorkan Chaidir ternyata tak bisa berhenti. Politisi Golkar ini pun harus menyediakan uang untuk pemenangan. “Uang tersebut terus mengalir. Dan, semakin banyak saja irama permintaan, uang itu mengalir terus gila-gilaan. Belum lagi saat kampanye itu. Sedikit-sedikit uang,’’ tegasnya.

Yang lebih parah lagi, tiga hari menjelang hari H, dua pasangan lainnya mulai bergerilya menebarkan uang. Padahal, sebelumnya Chaidir juga sudah menyiapkan dana itu. “Saat itulah saya menghentikan pembagian uang tersebut. Saya berkata dalam hati tidak sanggup saya,” kenang Chaidir Ritonga.
Ketika disinggung apakah dirinya berniat maju lagi di tahun yang akan datang, Chaidir langsung menolak. “Kalau begini sistemnya saya tidak akan maju. Karena kita menganggap hanya menjadi mainan rakyat,” ucapnya.

Ketika disinggung apakah dirinya menyesal ketika menghabiskan uang yang sebegitu banyak. Chaidir Ritonga mengaku tidak menyesal. ‘’Saya tidak menyesal karena saya tahu kondisi riilnya. Saya berbicara ini hanya untuk pengalaman saja. Saya berani bicara jujur soal pengeluaran ini karena uang yang saya miliki ini halal termasuk menjual 43 dump truk ditambah tabungan yang telah saya persiapkan dari lama. Dan, juga termasuk utang Rp4 miliar pada teman,’’ tegasnya.

Chaidir mengaku, ikut Pilkada merupakan pertarungan yang gila-gilaan dan di luar akal sehat. ‘’Selain permainan di luar akal sehat dan mengeksploitasi rakyat. Rakyat juga menikmati permainan itu, yang terpenting mereka dapat uang. Yang pada akhirnya, para calon pun dipermainkan oleh rakyat,’’ bebernya.

Pengakuan ini, menurut Chaidir, adalah warning buat mereka yang ingin maju dalam Pilkada. Lalu, bagaimana dengan Pilgubsu lalu? Untuk pertanyaan ini, Chaidir memprediksi dana yang dikeluarkan pasangan calon lebih dari Rp50 miliar. “Jadi saat mulai bertarung yang dibenak masyarakat itu adalah uang. Hal ini kenapa terjadi, karena ini juga salahnya dari pasangan calon tersebut yang tidak percaya diri. Yang selalu mengandalkan uang untuk dibagi-bagikan pada masyarakat,’’ pungkasnya. (*)

Terkait: Habiskan Uang Rp16 Miliar Plus 43 Dump Truk

Exit mobile version