Site icon SumutPos

Kapolda: Hati-hati Gunakan Medsos

Foto: Gusman/Sumut Pos
DOSEN DITANGKAP: Kabid Humas Polda Sumut, AKBP Tatan Dirsan Atmaja memaparkan tersangka ujaran kebencian, Himma Dewiana Lubis, yang merupakan dosen USU di Mapolda Sumut, Minggu (20/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw mengingatkan untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial (medsos). Hal itu disampaikannya dalam kunjungan silaturahmi ke Universitas Sumatera Utara (USU), Senin (21/5).

“Kita perlu membuat pertemuan antara Polda Sumut dengan para mahasiswa (USU), agar semua mengerti permasalahan yang ada di Sumatera Utara,” ujarnya.

Waterpauw menjelaskan, berkaca dari kasus yang menimpa salah satu dosen USU, ada orang yang ingin memecah belah Indonesia dengan memanfaatkan situasi yang ada. Untuk itu, katanya, jangan mudah terprovokasi oleh sejumlah orang atau kelompok yang dapat meresahkan ketentraman masyarakat.

“Saya mohon untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial, karena adanya orang yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” katanya.

Mengenai kasus yang menjerat Himma Dewina Lubis, oknum PNS yang berprofesi sebagai dosen Ilmu Perpustakaan USU tersebut, Waterpauw sepenuhnya menyerahkan kepada keputusan hakim. “Yang bersangkutan di kenakan Pasal 28 ayat 2 jo pasal 45A ayat 2 UU RI No 19 th 2016 tentang perubahan atas UU No 11 th 2008 tentang ITE. Kita harus memahami status hukum, dan yang memutuskan permasalahan ini adalah hakim,” tandasnya.

Terpisah, Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan kembali mengatakan, dosen USU itu dijerat lantaran postingan ujaran kebencian di akun facebooknya. Selain mengcopy status orang lain, Himma diketahui menambahkan caption bernada provokasi terkait kasus di Mako Brimob Kepala Dua.

“Selain mengcopy status orang lain, HDL juga menambahkan tulisan di status facebooknya yang bernada provokasi. Dengan men-share status orang lain saja sudah bisa dipidana,” ungkapnya.

Yang kedua, kata Nainggolan, pada salah satu postinganngannya pasca serangan bom bunuh diri pada Minggu (13/5) di Surabaya, Himma memosting sebuah tulisan yang menyebutkan kalau tiga ledakan bom gereja di Kota Surabaya hanyalah pengalihan isu. “Ia mengatakan bahwa ledakan bom itu skenario pengalihan yang sempurna, dari ganti presiden tahun 2019,” katanya.

Sementara itu, kondisi Himma Dewina Lubis saat ini masih mendapatkan perawatan usai pingsan pada konferensi pers, Minggu (20/5) kemarin. Untuk saat ini, tersangka ujaran kebencian tersebut belum bisa dilanjutkan untuk diperiksa. “Masih mendapatkan perawatan dia (HDL). Karena semalam dia pingsan kebetulan lagi puasa,” ujar Kasubdit II/Cybercrime Ditreskrimsus Polda Sumut, AKBP Herzoni Saragih.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar juga mengingatkan masyarakat agar bijak menggunakan dan berinteraksi di media sosial. Jangan sampai menimbulkan ujaran kebencian atau menghina satu golongan, suku, ras dan agama. Karena, hal itu bisa menimbulkan permusuhan dan berujung pada proses hukum. “Memosting status di media sosial harus berhati-hati, jangan asal menuduh orang atau yang lain,” kata Abyadi Siregar kepada Sumut Pos, Senin (21/5) siang.

Dia juga menyayangkan sikap oknum dosen USU, Himma Dewiyana Lubis yang terjerat kasus ujaran kebencian dan diamankan aparat kepolisian dari Polda Sumut. “Dosen itu, tergolong cerdas dan pintar. Untuk mengungkapkan kesimpulan analisis, tidak perlu disampaikan di media sosial, cukup menjadi konsumsi dirinya sendiri,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi, harusnya Himma bisa berkaca dari kasus-kasus serupa sebelumnya. Apalagi, Himma seorang dosen yang bisa menilai yang mana patut diposting atau tidak. “Makanya harus berhati-hati agar di media sosial kita tidak menyampaikan ujaran kebencian. Kebangsaan kita bias semakin terancam jika kita dengan mudah menyampaikan ujaran kebencian. Untuk itu, kita harus menjaga diri dari ucapan seperti ini,” tandasnya.

Himma diamankan di kediamannya di Jalan Melinjo II Komplek Johor Permai, Kecamatan Medan Johor Kota Medan, Sabtu (19/5) malam, dan dibawa ke Poldasu untuk diperiksa. Penangkapan itu terkait pastingan di akun Facebook miliknya yang viral di dunia maya, dengan tulisan: Skenario pengalihan yang sempurna… #2019GantiPresiden”. Tulisan itu dibuat pasca rentetan bom di Surabaya.

Setelah postingannya viral, Himma yang memiliki pendidikan terakhir S2 ini langsung menutup akun facebooknya. Namun, postingannya telanjur discreenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.

Laporkan Jika ASN Langgar 6 Hal ini di Medsos

Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerima pengaduan dari masyarakat soal keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam ujaran kebencian di media sosial (medsos). BKN meminta agar warga melapor jika menemukan kasus ujaran kebencian yang melibatkan ASN.

Informasi tersebut disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN, Mohammad Ridwan, dalam rilis resminya, Senin (21/5). Ada 6 aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN.

Ridwan menjelaskan aturan ini dikeluarkan untuk membantu pemerintah memberantas hoax atau berita palsu serta ujaran kebencian bermuatan SARA yang berpotensi jadi sumber perpecahan bangsa.

ASN atau pegawai negeri sipil (PNS) diminta menjalankan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Hal tersebut sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

BKN sendiri telah menerima aduan dari masyarakat atas keterlibatan ASN dalam ragam aktivitas ujaran kebencian yang turut memperkeruh situasi bangsa. ASN yang terbukti menyebarluaskan ujaran kebencian dan berita palsu masuk kategori pelanggaran disiplin.

Mengantisipasi hal tersebut, BKN akan melayangkan imbauan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Instansi Pusat dan Daerah untuk melarang ASN di lingkungannya menyampaikan dan menyebarkan berita berisi ujaran kebencian perihal SARA. ASN juga akan diarahkan agar tetap menjaga integritas, loyalitas, dan berpegang pada empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berikut ini 6 bentuk aktivitas ujaran kebencian yang masuk dalam kategori pelanggaran disiplin ASN:

  1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan;
  3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost instagram dan sejenisnya);
  4. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  5. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  6. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.

ASN yang terbukti melakukan pelanggaran poin 1-4 dijatuhi hukuman disiplin berat. Sedangkan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau ringan. Menjatuhan hukuman disiplin dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan oleh ASN tersebut.

BKN menyatakan PPK Instansi wajib menjatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi ASN yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut.

Pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga mendukung hal ini. Masyarakat diminta segera melapor jika melihat ada ASN yang melakukan pelanggaran atas 6 poin di atas. Pelaporan bisa lewat situs www.lapor.go.id atau e-mail ke pengaduan.itjen@kemnaker.go.id atau telepon ke 021-50816000. (mag-1/gus/sfj/dtc/rmol)

Exit mobile version