Site icon SumutPos

Selamat atau Meninggal, Asal Ditemukan

Triadi Wibowo/Sumut Pos
Petugas Basarnas usai pencarian korban kapal sinar bangun yang tenggelam di perairan danau Toba di Dermaga Tiga Ras, Kamis (21/6)

SUMUTPOS.CO – KESEDIHAN dan kegundahan terus menyelimuti keluarga korban tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau Toba, Senin (18/6) petang lalu. Mereka masih berharap, para korban dapat ditemukan dalam keadaan selamat.

Keluarga Besar Ledixon Nainggolan masih harap-harap cemas menanti kabar para korban. Diketahui, ada 12 anggota keluarga Nainggolan ikut menjadi korban kapal tenggelam tersebut.

Sesuai informasi, Ledixon Nainggolan dilaporkan hilang bersama isterinya Lilis Betty (49), dan tiga anaknya Bungaran Nainggolan (22), Nicholas Nainggolan (18), dan Astrid Nainggolan (17), di Danau Toba. Keluarga ini diketahui tinggal Jalan H Achyar RT 006/05 No.48B Duren Sawit, Jakarta Timur.

Berdasarkan pantauan JawaPos.com (grup Sumut Pos), lingkungan rumah Ledixon nampak sepi dan rumahnya dititipkan oleh salah satu keluarganya. Rumah korban yang cukup sederhana, masih terlihat rapi dengan jejeran foto keluarga di ruang tamunya.

Adik dari Ledixon, Wonni Fredi Nainggolan menyampaikan, awalnya keluarganya telah merencanakan pergi ke Siongang untuk melakukan peresmian tugu keluarga Ompung Lambbas Nainggolan (Hutatangga).

“Mereka berangkat dari Samosir setelah ada acara itu, lalu mereka pulang ke Siantar, berangkat sekitar pukul 17.00. Jam segitu itu kan kapal terakhir, mungkin karena kapal terakhir menurut informasi kapasitasnya overload,” kata Wonni, Kamis (21/6).

Sesuai dengan informasi dari keluarga besarnya, Ledixon pergi tidak hanya bersama keluarga intinya. Melainkan bersama 4 keluarga lainnya yang juga memiliki marga yang sama. “Keluarga kita itu semuanya ada 12 orang yang ada di kapal tersebut jadi 4 KK. Nah yang lima keluarga inti Ledixon ini yang tinggal di Jakarta, Duren Sawit,” terangnya.

Triadi Wibowo/Sumut Pos
Keluarga korban menunggu kabar terbaru di posko di Dermaga Tiga Ras, Kamis (21/6)

Dirinya mengakui, abangnya baru pertama kali mengajak anak-anaknya ke tempat kelahiran orangtuanya. “Mereka itu sengaja ajak anak, karena pengen ngasih tahu kampung halamannya, makanya nggak pakai pesawat, tapi pakai jalur darat,” jelas Fredi.

Dengan wajah yang cemas, Fredi berharap agar keluarga abangnya dapat segera ditemukan. Bahkan, dia telah mendapat kabar 80 persen keluarga besarnya telah merapat ke Danau Toba guna memantau informasi terkini. “Kita ada WA grup (Keluarga Besar Nainggolan), apakah selamat atau belum, sama sekali belum ada informasi. Dari pihak keluarga juga sudah menunggu,” ujarnya.

Namun, dari kemalangan yang terjadi menimpa keluarga abangnya, Fredi pun merasa bersyukur karena tidak jadi ikut ke dalam rombongan. Sebab, dirinya mengaku memiliki urusan lain yang harus diprioritaskan. “Harusnya saya juga ke sana tapi karena ada halangan saya nggak ikut,” tandasnya.

Hal senada juga dirasakan pasangan suami istri Suwoto dan Sutini. Keduanya begitu terpukul, begitu mengetahui dua anaknya Afri Pranyoto dan Endang Pangestu ikut menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun tujuan Tigaras-Simanindo. Keduanya, hingga kini belum diketahui nasibnya. Sementara calon menantunya Tri Wulandari, yang ikut bersama anaknya menikmati liburan di Pulau Samosir, sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.

Saat wartawan ini menyambangi rumah Suwoto dan Sutini di Nagori Parmonangan, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sutini masih terus menangis. Pasalnya, hingga hari ketiga, belum ada kabar tentang nasib anak-anaknya. Sementara Suwoto didampingi anggota keluarga lainnya sedang pergi ke Pelabuhan Tigaras untuk mencari serta memastikan keberadaan kedua korban.

Suryani, kerabat Suwoto menuturkan, Afri dan Endang berangkat dari rumah pada Senin (18/6), sekira pukul 08.00 WIB dengan mengendarai sepeda motor. Mereka boncengan dengan pacarnya masing-masing. Afri sama tunangannya Tri Wulandari dan Endang sama pacarnya Dicky Wibowo. “Mereka bilang mau ke Pantai Paris, liburan dan tak ada firasat apapun saat itu,” kata Suryani.

Awalnya keluarga mengetahui kabar tenggelamnya KM Sinar Bangun dari pemberitaan beberapa media online yang sudah tersebar. Lalu mereka mencoba menghubungi kedua kakak beradik tersebut, namun handphone mereka tidak aktif. Kemudian ayah kedua korban didampingi keluarga lainnya langsung menyusul ke Pelabuhan Tigaras. Sampai di lokasi, beberapa penumpang yang berhasil evakuasi dan teridentifikasi, salah satunya atas nama Tri Wulandari yang merupakan tunangan Afri. “Dari situlah kita pastikan kalau mereka berempat merupakan penumpang KM Sinar Bangun dan ikut mejadi korban tenggelamnya kapal tersebut. Tri Wulandari sudah dijemput keluarganya dari RS Djasamen Saragih Pematangsiantar dan langsung di bawa kekampungnya di Aceh,” beber Suryani.

Dijelaskan Suryani, Afri dan Tri Wulandari sudah melangsung pertunangan beberapa waktu lalu dan berencana menikah pada Januari 2019 setelah Tri Wulandari diwisuda pada tahun ini. Sementara adiknya Endang Pangestu juga sudah tunangan dengan pacarnya Dicky Wibowo dan rencananya juga akan menikah pada April 2019 mendatang.

“Namun Tuhan berkendak lain. Hanya saja Afri dan adiknya Endang tak pernah pergi bersamaan. Biasanya mereka ini pergi masing-masing. Tapi pada Senin kemarin mereka kompak sekali, tak biasanya seperti itu. Setelah kejadian ini barulah kita sadar. Mereka berdua sama-sama kerja di Medan, baru pulang pas lebaran kemarin,”terang Suryani. 

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Petugas Basarnas usai pencarian korban kapal Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba, di Dermaga Tigaras, Simalungun Kamis (21/6).

Keluarga berharap Afri, Endang dan Dicky segera ditemukan

Harapan serupa juga disampaikan keluarga Ramli Simbolon (57). Mereka berharap, jasad Ramli dan anaknya, Piter Simbolon (23) bisa ditemukan, walaupun kondisinya selamat ataupun sudah meninggal. “Kami berharap jasad bapak kami bisa ditemukan, walaupun kondisi sudah meninggal ataupun masih hidup, keluarga berharap besar kami bisa melihat mereka,” terang menantu korban, Lambok Simanjuntak (40) di rumah korban, Jalan Pemuda Pejuang, Pasar Gambir, Kelurahan Pasar Gambir, Kota Tebingtinggi, Kamis (21/6).

Dijelaskan Lambok, istri Ramli Simbolon, Hotma br Sinaga terus meratapi nasib suami dan anaknya. Apalagi, tidak ada firasat buruk sebelumnya. Menurut Lambok, mertua dan adik iparnya itu pulang ke Samosir tepatnya di Kampung Simbolon, untuk memperbaiki rumah dan membangunan tugu.

Awalnya, Ramli berencana pergi tidak bersama Piter, melainkan dengan tukang bangunan yang sengaja dibawa dari Tebingtinggi. Karena mereka menggunakan dua sepeda motor, akhirnya Peter pun ikut dan menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba. Demikian juga dengan tukang bangunan yang mereka bawa, yakni Rusmadi (52), warga Jalan Danau Singkarak, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu, Tebingtinggi, hingga kini belum diketahui nasibnya. Keluarga juga berharap, jasad bapak tiga orang anak dan satu istri ini bisa dipulangkan ke rumah.

“Keluarga Rusmadi berharap, kami bisa membantunya, mewakili keluarga, kami selalu melakukan koordinasi kepada keluarga yang menunggu informasi di Tiga Ras, Kabupaten Simalungun,” bilang Lambok.

Selain Ramli Simbolon, Piter Simbolon dan Rusmadi, ada seorang lagi warga Kota Tebingtinggi yang dikabarkan menjadi korban. Dia adalah Rotuamin boru Saragih (51), guru mata pelajaran Elektronik di SMK Negeri 2 Kota Tebingtinggi. Warga Jalan Gunung Lauser, Lingkungan II, Kelurahan Tanjung Marulak, Kecamatan Rambutan ini dikabarkan ikut dalam KM Sinar Bangun yang karam di Danau Toba itu.

Kemarin, Sumut Pos mencoba mendatangi rumah guru yang dikenal ramah dan murah senyum itu. Saat tiba di rumahnya, Sumut Pos mendapati rumah permanen itu dalam kondisi terkunci dengan lampu masih menyala. Tidak tampak aktivitas orang di dalam rumah.

Menurut tetangganya, selama ini Rotuamin boru Saragih ini tinggal seorang diri di rumah itu. Sedangkan anak-anaknya, tinggal di Kota Medan. Beberapa tetangga mengaku tahu kalau Rotuamin menjadi korban KM Sinar Bangun, semenjak hilangnya kontak dan di sosmed beredar berita kalau guru SMKN 2 Tebingtinggi itu ikut menjadi korban.

Nuriono, rekan kerja Rotuamin boru Saragih mengakui, selama bertugas menjadi guru, Rotuamin boru Saragih dikenal orang yang gigih. Dia juga dikenal sebagai guru yang ramah, baik kepada siswa maupun guru lainnya. “Kami merasa kehilangan. Kami berharap beliau bisa ditemukan, walaupun kondisi meninggal ataupun hidup. Para siswa juga merasa kehilangan. Kami mendoakan beliau dan bagi keluarga yang ditinggalkan agar diberi kesabaran, karena hidup dan mati adalah urusan Tuhan,” terangnya. (smg/ian/don/adz)

 

 

 

 

Exit mobile version