Site icon SumutPos

Gubsu Setujui UMK 2020 Untuk 22 Kabupaten/Kota, Medan Tertinggi, Madina Terendah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi telah menetapkan dan menyetujui Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 pada daerah di Sumut. UMK itu akan berlaku per 1 Januari 2020. Dari 22 usulan UMK 2020 yang telah disetujui Gubsu itu, upah di Kota Medan yang tertinggi sebesar Rp3,222 juta, dan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) terendah senilai Rp2,480 juta.

KEPALA Dinas Ketenagakerjaan Sumut, Harianto Butarbutar mengatakan, UMK 2020 di 22 kabupaten kota/itu naik 8,51 persen dari UMK 2019. Kenaikan 8,51 persen itu berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Pusatn

“Pak gubernur sudah menetapkan UMK 2020 untuk 22 kabupaten/kota,” kata Harianto Butarbutar menjawab wartawan, Kamis (21/11).

Harianto mengatakan, akan ada lagi usulan UMK yang akan ditetapkan gubernur selain 22 kabupaten/kota tersebut. “Yang lainnya lagi diproses penandatanganan,” sebutnya.

Sebelum ditetapkan gubernur, lanjutnya, UMK 2020 di 22 kabupaten/kota itu sudah melalui pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Sumut. Penetapan UMK itu juga memedomani ketentuan yang ada, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kemudian Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.

Namun begitupun, kabupaten/kota tidak wajib menyampaikan usulan UMK asalkan mampu membayar UMK di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) senilai Rp2.499 juta. Adapun UMK Medan menjadi yang tertinggi dibanding daerah lain, yakni Rp3,222 juta, disusul Deliserdang Rp3,188 juta, Karo Rp3,070 juta, Labuhanbatu Selatan Rp2,930 juta, dan Tapanuli Selatan Rp2,903 juta (selengkapnya lihat grafis).

Buruh Minta UMK Dinaikkan 15 Persen

Menyikapi ditetapkannya kenaikan UMK Medan tahun 2020 sebesar 8,51 persen dari tahun sebelumnya, seratusan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Medan melakukan aksi penolakan. Mereka menyambangi Balai Kota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis, Kamis (21/11). Mereka menilai, kenaikan upah buruh masih tidak pantas dibandingkan dengan biaya hidup yang semakin hari semakin tinggi.

Mereka menilai, UMK Medan 2020 sebesar 3,2 juta belum dapat melepaskan para buruh dari garis kemiskinan dan perbudakan upah murah. “Pak Wali Kota, kami datang ke sini untuk menyuarakan hak-hak kami yang diambil oleh para pengusaha dan pemerintah.

Kami juga ingin menuntut hak kami untuk hidup sejahtera. Bukan hanya para pengusaha itu, kami juga warga Medan yang harus disejahterakan kehidupannya,” kata Ketua FSPMI Kota Medan, Toni Rickson Silalahi saat berorasi di depan kantor Wali Kota Medan, Kamis (21/11).

Disebutkan Toni, pihaknya meminta agar pemerintah segera mencabut kebijakan upah ‘murah’ yang tertuang dalam PP 78/2015 tentang pengupahan. “Kami minta agar Pemerintah Kota Medan menaikkan UMK 2020 sebesar 15 persen, bukan 8,51 persen.

Kalau BPJS naik 100 persen, lantas kenapa upah cuma naik 8,51 persen? Jelas kami juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang jelas sangat mencekik leher,” tegas Toni dari atas mobil pikap yang dibawa rombongan FSPMI Medan.

Selain itu, kata Toni, pihaknya juga meminta agar pemerintah mau menghapus sistem-sistem kerja perbudakan seperti outsourching, kontrak, harian lepas, borongan dan permagangan di perusahaan-perusahaan di Kota Medan.

Tak hanya itu, mereka juga meminta agar dilakukannya penguatan penegakan hukum perburuhan di Kota Medan dengan menambah anggaran, kuantitas dan kualitas SDM pegawai pengawas Ketenagakerjaan UPT-I Medan. “Kami minta, tolong segera selesaikan kasus-kasus ketenagakerjaan di Kota Medan dan pekerjakan kembali teman-teman kami di PUK SPAI FSPMI yang di PHK secara ilegal. Kami minta Wali Kota jangan tidur, lihat kami disini, perjuangkan tuntutan kami,” cecarnya.

UMK Kota Medan Lampaui KHL

Menyahuti aspirasi buruh, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, Hannalore Simanjuntak, menyatakan UMK Medan tahun 2020 sudah melampaui kebutuhan hidup layak (KHL). Sesuai ketentuan, ungkap Hannalore, pihaknya sudah melakukan survey berdasarkan 60 item KHL.

Dari situ diperoleh angka upah layak sebesar Rp2,7 juta lebih. Dengan demikian usulan kenaikan UMK, Rp3,22juta, untuk ditetapkan Gubernur Sumatera Utara sudah melampaui KHL. “Jadi kita sudah melakukan survey sesuai 60 item KHL,” terangnya kepada Ketua FSPMI Kota Medan, Tony Rickson Silalahi di kantor Wali Kota Medan, Kamis (21/11).

Penjelasan Hannalore ini merespon tuntutan Rickson dan seratusan buruh lainnya yang meminta kenaikan UMK sebesar 15 persen. Bukan 8,51 persen sebagaimana ditentukan berdasarkan PP No. 78/2015.

Angka kenaikan 15 persen, jelas Rickson, berdasarkan perhitungan KHL yang menggunakan survey dengan 87 item. Bukan 60 item. Survey KHL dengan 87 item sesuai dengan kesepakatan tripartit di tingkat nasional. Dengan asumsi itu seharusnya kenaikan UMK di Medan pada 2020 seharusnya Rp3,3juta lebih dari tahun sebelumnya Rp2,9 juta.

Selain melakukan aksi di Balai Kota Medan, para buruh juga menyampaikan aspirasnya kepada wakil rakyat di DPRD Medan. Di gedung dewan yang berada tepat di depan Balai Kota Medan, perwakilan buruh langsung diterima anggota dewan.

Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution menjadi satu-satunya wakil rakyat yang menemui perwakilan FSPMI Kota Medan. Dedy menjelaskan, untuk tuntutan-tuntutan tersebut akan diterukan hingga ke DPR RI. “Sebab kalau sudah soal iuran BPJS, itukan ranahnya ke pemerintah pusat, maka kita akan meneruskan. Soal UMK juga akan kita teruskan ke Pemko dan pemerintah provinsi,” jelasnya.

Sedangkan untuk beberapa perusahaan yang dilaporkan mereka telah melakukan kejahatan ketenagakerjaan dengan melakukan tindakan berupa pemberangsutan serikat, membayar upah lebih rendah dari ketentuan, penempatan pekerja/buruh kontrak/PKWT tidak sesuai ketentuan dan lain-lain untuk ditindaklanjuti juga ditanggapi Dedy.

“Perusahaan-perusahaan itu nantinya bisa kita panggil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), tapi tentunya setelah nanti terbentuk AKD karena saat ini komisi belum terbentuk. Setelah nantinya komisi terbentuk, kita akan panggil perusahaan-perusahaan itu,” tandasnya.

Usai mendapatkan respon dari DPRD Medan, para pendemo berusaha kembali mendapatkan respon dari Pemko Medan. Namun hingga shalat Dzuhur selesai, tidak ada satupun pihak Pemko Medan yang bersedia menemui mereka hingga akhirnya FSPMI memilih untuk membubarkan diri. (prn/map)

Exit mobile version