Site icon SumutPos

RS Martha Friksa: Itu Tampon Khusus di Hidung

Foto: Wiwin/PM Wakil DPRD Medan, Ihwan Ritonga bersama Ketua Komisi B, Irsal Fikri dan anggota Komisi B, M Yusuf melakukan sidak ke RS Martha Friska, Selasa (22/9). Mereka diterima dr.Olivia, M.Kes, selaku Direktur Penunjang Medik di RS Martha Friska.
Foto: Wiwin/PM
Wakil DPRD Medan, Ihwan Ritonga bersama Ketua Komisi B, Irsal Fikri dan anggota Komisi B, M Yusuf melakukan sidak ke RS Martha Friska, Selasa (22/9). Mereka diterima dr.Olivia, M.Kes, selaku Direktur Penunjang Medik di RS Martha Friska.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Adanya potongan sarung tangan karet yang keluar lewat BAB (buang air besar) pasien Muhammad Fatar, usai operasi sinusitis di RS Martha Friska, Jalan Multatuli, Komplek Taman Multatuli Indah No 1 Medan, mendapat perhatian dari DPRD Medan. Wakil DPRD Medan, Ihwan Ritonga bersama Ketua Komisi B, Irsal Fikri dan anggota Komisi B, M Yusuf melakukan sidak ke rumah sakit tersebut, Selasa (22/9).

“Kami menduga adanya malapraktik yang dilakukan dokter di RS Martha Friska tersebut. Itu kan bahaya, masa ada tinggal sarung tangan di badan pasien. Kita minta tanggung jawab manajemen terhadap pasien tersebut,” kata Ihwan Ritonga.

Sesampainya di RS Martha Friska, sekira pukul 14.00 WIB, rombongan disambut manajemen rumah sakit di ruang lobi. Sempat menunggu 30 menit akhirnya rombongan dipertemukan dengan dr.Olivia, M.Kes, selaku Direktur Penunjang Medik di RS Martha Friska.

Dari pertemuan itu, Olivia membantah pihaknya sudah melakukan kelalaian. Sebab, sarung tangan yang ia sebut tampon itu memang harus berada di hidung pasien operasi sinusitis. Gunanya untuk menahan mengalirnya darah dari hidung. Tampon itu pun dipasang menggunakan alat khusus. Prosedur ini pun dikataknnya tentu sudah diketahui pasien, karena sebelum operasi berlangsung, pasien harus menanda tangani surat persetujuan.

Dalam surat tersebut katanya juga dijelaskan mengenai efek samping dan bagaimana prosedur operasi dilakukan. Olivia pun menjelaskan karena pemasangan tampon tersebut pada hidung, maka kemungkinan besar meluncur ke tenggorokan cukup besar. Untuk itu, pasien dilarang bernafas dengan hidung usai operasi.

“Pemasangannya juga harus pakai alat khusus. Ini bukan sarung tangan karet biasa. Tapi ini tampon khusus. Bentuknya memang seperti satu buah jari tangan bukan dipotong dari sarung tangan karet biasa. Jadi ’kan antara hidung dan kerongkongan ini kan saling berhubungan. Kemungkinan meluncur itu ada aplagi ini karet kan licin,” katanya.

Olivia mengatakan pihaknya sudah membicarakan ini dalam rapat direktur. Namun belum ada keputusan apa-apa. Dirinya pun tak bisa menjabwab detil pertanyaan mengenai masuknya tampon tersebut ke tubuh pasien. Ia mengatakan jika ingin langsung berbicara dengan dokter spesialis maka harus dengan persetujuan komite medik. Namun Komite Medik baru akan pulang dari Belanda pada 25 September mendatang. “

Saya sendiri sudah bicara dengan dokter Ita, semua prosedur sudah dilakukan. Semuanya steril. tapi kalau mau bicara sama dokternya silakan tunggu hinggan 25 September nanti,”ujarnya.

Ihwan mengatakan penjelasan dokter soal masuknya karet sarung tangan itu ke perut pasien sangat tidak masuk akal. “Penjelasan itu tak masuk akal, baru kali ini pasien sinusitis harus menelan sarung tangan karet. Mereka mengatakan seolah-olah hal itu wajar dan tidak berbahaya jika tertelan. Berarti tidak ada tanggungjawabnya rumah sakit ini,” katanya.

Ketua Komisi B DPRD Medan, Irsal Fikri juga menegaskan pihaknya akan memanggil manajemen RS Martha Friska ke DPRD Medan terkait hal ini. “Jika tidak ada itikad baik mereka kita akan rekomendasi penutupan rumah sakit tersebut. Kita juga akan minta tinjau kembali dokumen Amdalnya,” kata Irsal.

Sementara, perwakilan manajemen RS Martha Friska, dr Olivia menampik hal itu merupakan kelalaian dokter. Menurutnya, apa yang dilakukan dr Rita pada saat itu sudah sesuai prosedur.

“Itu bukan sarung tangan, tapi tampon. Tampon ini berfungsi untuk menyumbat aliran darah dalam hidung, jadi kemungkinan ini tertelan sebab hidung dengan kerongkongan kan terhubung,” jelas dr Olivia.

Dia juga mengatakan ini bukan kesalahan dokter sebab dokter sudah mengedukasi pasien untuk tidak bernafas lewat hidung. “Kan sudah diberitahu jangan bernafas lewat hidung. Kita juga ada prosedur sebelum dan sesudah operasi. Bapak kan sudah tanda tangan,” tukas Olivia.

Namun jawaban dokter itu sama sekali tidak memuaskan anggota dewan yang hadir pada saat itu. Sebab mereka menganggap pernyataan dokter itu seolah mengatakan tidak ada yang gawat terjadi setelah ditemukannya karet tersebut. “Syukur keluar jadi ketahuan, kalau tidak keluar bagaimana? Tidak ada tanggungjawab orang ini, minta maaf pun tidak,” kesal anggota DPRD Medan, M Yusuf. (win/d

Exit mobile version