Site icon SumutPos

Pernah Disarankan Menjual Bayi oleh Pihak Rumah Sakit

Tifani Sembiring, Ibu yang tak Mampu Lunasi Biaya Persalinan

Pengorbanan seorang ibu kepada anaknya tak dapat dinilai dengan apapun. Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember harusnya diperingati dengan suka cita. Namun, tidak begitu halnya dengan Tifani Sembiring (22), warga Jalan Titi Papan No 56, Medan Petisah.

FARIDA NORIS RITONGA, Medan

SEDIH dan murung terpancar di wajah perempuan muda itu. Betapa tidak, setelah melahirkan bayi keduanya di RSU Bina Kasih, ia tidak diizinkan oleh pihak rumah sakit untuk melihat bayi laki-lakinya.

“Sudah satu bulan lebih saya menjalani perawatan di rumah sakit ini. Tapi hanya karena tidak bisa membayar biaya persalinan, kami dipisahkan. Saya tidak diizinkan melihat bayi saya. Saya hanya bisa terduduk dan menunggu kapan bisa melihat wajah bayi saya,” ujar Tifani, Kamis (22/12) Tifani masuk ke RSU Bina Kasih pada 22 November lalu sebagai pasien umum. Setelah melahirkan dengan persalinan normal, pihak rumah sakit meminta agar Tifani membayar uang persalinan tersebut.

“Awalnya, saya memang izinkan melihat bayi saya. Namun, setelah menyusukannya, bayi saya dibawa lagi ke ruang rawat bayi.

Beberapa hari kemudian, perawat bilang saya harus melunasi biaya persalinan,” jelasnya.

Tifani tak bisa berkata lagi. Biaya memang menjadi masalah. “Uang kami belum ada.

Suami saya hanya seorang sopir dan penghasilannya pas-pasan. Bukannya saya nggak mau bayar, kita juga tahu kewajiban kita sebagai pasien,” tambahnya.

Setelah itu, tepatnya 17 Desember, Tifani malah tidak diizinkan berjumpa dengan bayinya.

Ketika dia tanya alasan larangan itu, yang didapat hanya jawaban tak jelas. “Saya tidak dikasih melihat bayi saya. Kata perawat bayi saya sakit jadi nggak boleh dibawa keluar. Terus saya bilang, kalau memang sakit, kenapa saya nggak boleh melihat darah daging saya sendiri. Jumpakan saya dengan bayi saya. Tapi mereka bersikeras dan mengatakan saya nggak bisa bertemu bayi karena direktur melarang saya bertemu dengan bayi saya,” jelasnya.

Bahkan, lanjut Tifani, untuk keluar dari ruang perawatan saja, dia mendapat pengawasan yang ketat dari para perawat. “Saya mau ketemu dengan bayiku, tapi tidak dikasih jumpa, sempat saya menjerit di luar ruangan, dia bilang anak saya sakit. Mau ke kamar mandi saja, sampai diawasi. Mereka takut kalau saya pergi tanpa melunasi biaya perawatan,” urai TIfani.

Bukan itu saja, karena biaya persalinan belum dilunasi, Tifani tidak pernah diberi obat lagi untuk pemulihan kesehatannya. “Saya nggak dikasih obat lagi. Cuma nasi saja yang tetap diantar. Nggak tahu kenapa, padahal kondisi saya nggak begitu pulih. Sebelumnya pihak rumah sakit sempat mengatakan biaya persalinan Rp2 juta. Namun saat saya mau membayar satu juta, mereka tidak menerima.

Lalu uangnya kami gunakan untuk beli susu bayi saya,” katanya.

Kenyataan ini tak pelak membuat sang suami, Putra Budianto Tarihoran (26), merasa malu datang ke rumah sakit. “Pernah, direktur datang ke ruangan saya dirawat. Itu sekitar pukul 1 pagi, saat semua orang sudah terlelap dan suami saya nggak ada. Sambil marah-marah, direktur bilang, karena saya nggak bayar biaya persalinan, perawat tidak gajian,” ucap Tifani.

Tambah miris, di malam itu, pihak rumah sakit malah menyarankan dia untuk menjual bayinya. “Dan juga terketus dari mulut supervisor Ernawati Tarigan agar saya menjual anak saya untuk membayar biaya perawatan,” lirihnya.

Kini, harapan Tifani hanya dapat keluar secepatnya dari rumah sakit dan membawa bayi laki-lakinya tersebut. “Saya hanya ingin keluar dari sini bersama bayi saya. Kenapa mereka tega memisahkan saya dengan darah daging saya sendiri. Biaya persalinan ini pasti saya lunasi, tapi kita sebagai orang susah minta keringanan sama pihak rumah sakit,” beber Tifani.

Terpisah, Direktur Utama RSU Bina Kasih Dr A Ginting SpOG MARS membenarkan bahwa pasien atas nama Tifani hingga kini belum juga melunasi biaya persalinannya.

Tapi Dr A Ginting membantah pihak rumah sakit sengaja memisahkan Tifani dengan bayinya karena belum membayar biaya persalinan.

“Kita nggak ada menahan pasien apalagi tidak memberi izin si pasien melihat bayinya. Sudahlah, nggak ada apa-apa.

Mereka nggak ada minta keringanan biaya sama kita. Malah, katanya, masih menunggu ibunya datang untuk membayar.

Tapi setelah kita tunggu, ibu si pasien nggak datang juga. Kalau mereka memang nggak mampu, nanti bisa kita arahkan ke program jaminan persalinan gratis. Nggak ada kita tahan, nggak benar itu,” ungkapnya. (*)

Exit mobile version