Site icon SumutPos

Becak Online Bisa Jadi Solusi

Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Seorang warga menunjukan aplikasi Gocak di jalan Sisisngamangaraja Medan, Rabu (22/2)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konflik yang berujung bentrok antar pengemudi becak motor (betor) dengan pengemudi taksi dan ojek online, kemarin (22/2), sangat disayangkan terjadi. Keadaan ini diharapkan jangan sampai berlanjut dan semakin meluas. Karenanya, Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan diharapkan dapat menciptakan sarana transportasi betor dengan mobile system, sama seperti Go-Jek dan Grab Car.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Godfried Effendi Lubis menyebutkan, sebenarnya sudah ada peraturan  dari pemerintah pusat terkait operasional kendaraan berbasis online ini, yakni Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan umum tidak dalam trayek jenis angkutan sewa. Namun karena kurangnya sosialisasi sampai kebawah, alhasil terjadi gesekan seperti yang terjadi Rabu (22/2) kemarin.

“Hal ini juga disebabkan ketidaktahuan pelaksana di lapangan. Coba lihat di Jakarta, sekarang tidak pernah lagi kita dengar ada keributan terkait masalah ini,” kata Godfried kepada Sumut Pos, kemarin.

Karenanya, Politisi Partai Gerindra ini menyarankan, Pemko Medan harus memberi kemudahan agar parbetor ini tidak punah terlindas zaman. Dia menyebutkan, saat ini banyak parbetor yang memiliki handphone berbasis android, di mana bisa dimanfaatkan bekerjasama dengan salah satu vendor, kemudian dibentuk komunitas khusus bagi parbetor.

Disebutkannya, puluhan ribu parbetor di Kota Medan sudah lama menggantungkan kehidupan sebagai tukang becak konvensional. Sedangkan kehadiran teknologi berbasis online yang dimanfaatkan Go-Jek ataupun Grab baru berkembang beberapa tahun belakangan ini dan tak bisa dihempang. “Pemko harus memberi kemudahan dan fasilitas bagi parbetor, sehingga puluhan ribu parbetor itu bisa memanfaatkan teknologi aplikasi online ini. Apalagi selama ini mereka tak pernah berharap mendapat apapun dari pemerintah. Salah satu caranya, bisa menggandeng vendor yang ada,” beber Godfried.

Selain itu, untuk meredam konflik agar tidak meluas dan berkelanjutan, Godfried meminta pihak berkompeten segera mengadakan konsolidasi dengan induk organisasi parbetor maupun grab dan lainnya. “Seharusnya paskademo besar-besaran Selasa (21/2) kemarin, langkah ini penting dilakukan. Artinya sebelum ada aturan yang lebih tinggi dari pusat dapat menjawab ini, seluruh pihak terlibat wajib duduk bersama mencari win-win solution (solusi terbaik),” katanya.

Pemko Medan, menurut Godfried, juga perlu segera merangkul pihak terkait berikut pemangku kebijakan guna menghindari benturan lebih meruncing di lapangan. “Parbetor itukan tentu ada induk organisasinya. Begitu juga dengan Grab Car, Go-Jeck dan lainnya itu. Bila perlu dibentuk tim, yang didalamnya ada perwakilan dari Grab di Medan. Lalu diambillah satu kesepakatan agar mendapat solusi terbaik. Kita khawatir kalau tidak duduk bersama dulu, maka bisa terjadi kontak fisik lebih parah,” pungkasnya.

Sementara menurut informasi yang diperoleh Sumut Pos, becak online sebenarnya sudah diluncurkan di Kota Medan pada awal 2016 lalu dengan nama Go-Cak. Di bawah PT Prakarsa Strategic Indonesia, Go-Cak diharapkan menjadi sarana trasnportasi yang memudahkan warga Kota Medan mendapatkan jasa angkutan. Dengan aplikasi berbasis android, pengguna jasa betor dapat dengan cepat mendapatkan total harga jasa yang akan dibayarkan tanpa harus tawar-menawar terlebih dahulu. Tentunya dengan begini, daerah yang biasanya sepi dilalui becak akan lebih mudah untuk mendapatkan jasa transportasi yang terjangkau. Sayangnya, Go-Cak masih kalah popular dari Go-Jek, sehingga eksistensi mereka di Kota Medan belum begitu terlihat.

Sementara anggota Komisi C DPRD Sumut dari Fraksi PDIP, Sutrisno Pangaribuan menilai, Pemko Medan tidak memiliki grand design sistem transportasi Kota Medan. Hal ini dapat dibuktikan ketika transportasi berbasis onlie hadir, Pemko Medan tidak memiliki perangkat regulasi yang dapat digunakan untuk mengaturnya. Sehingga kehadiranya mendapat penolakan dari pihak pengelola transportasi publik lainnya.

Ditambah lagi laju penambahan jumlah kendaraan bermotor tidak sebanding dengan laju penambahan ruas jalan. Sehingga pengguna jalan raya menghadapi frustrasi berkepanjangan. “Alhasil ketika muncul jasa transportasi berbasis online dan banyak diterima masyarakat, pengemudi betoryang kebanyakan fasilitas kendaraannya minim, bahkan nyaris tak layak, menyebabkan kecemburuan dan akhirnya bentrok,” kata Sutrisno kepada Sumut Pos, kemarin.

Pergeseran pilihan dari transportasi komunal atau massal ke individual, menyumbang permasalahan sistem transportasi publik. Untuk itu dia meminta Wali Kota Medan harus segera mengajak duduk bersama seluruh stakeholder sistem transportasi.

“Para pihak yang terlibat perseteruan, dan juga mereka yang berpotensi melakukan konflik harus diajak membangun kesepakatan untuk tidak saling menyerang, saling sweeping di jalan raya. Bagi pihak yang masih dan akan melakukan tindakan-tindakan di luar kesepakatan bersama harus diproses secara hukum,” ungkap Sutrisno.

Pemko Medan dimintanya segera mengurus dan mengatur transportasi berbasis online dengan cepat. Sehingga para pengemudi sistem transportasi publik yang sudah ada, tidak merasa mendapat perlakuan diskriminatif dari Pemerintah Kota Medan.

“Pemko Medan diharap  segera menyusun grand design sistem transportasi Kota Medan dengan mengakomodasi kondisi dan keadaan saat ini. Persiapkan sistem transportasi komunal. Dengan transportasi publik komunal, bus maupun pilihan lain yang dapat mengangkut perpindahan manusia secara massal,” tegas Sutrisno.

Polrestabes Lakukan Mediasi

Sementara kemarin (23/2), Polrestabes Medan memediasi pengemudi bettor, Go-Jek, dan GrabCar. Bertempat di Ruang Rapat Utama (Rupatama) gedung Mapolrestabes Medan, sejumlah kapolsek, dan Kadishub Medan hadir di sana. Pertemuan dilakukan secara tertutup, berlangsung sejak pukul 16.00 WIB. Pertemuan itu berlangsung kurang lebih dua jam.

Usai pertemuan, tampak sejumlah perwakilan dari abang becak, Go-Jek dan GrabCar keluar dari ruang Rupatama yang berada di lantai dua gedung Mapolrestabes Medan. Menurut keterangan seorang personel Polisi yang tidak ingin disebutkan namanya, dalam pertemuan itu diminta agar perwakilan pengemudi betortidak melakukan provokasi atau melakukan tindakan kriminal dengan membawa-bawa nama kelompok penarik becak.

“Intinya tadi dalam pertemuan itu mereka (penarik becak) diultimatum, bila melakukan tindak pidana jangan membawa-bawa nama kelompok. Kami dari aparat kepolisian tidak akan memberikan keloinggaran, siapa yang melakukan perbuatan melanggar hukum akan ditindak,” ungkapnya.

Dia mengatakan, soal masalah perizinan yang belum dimiliki GrabCar dan Go-Jek, para pengemudi betor diminta bersabar, karena Pemko Medan melalui Dishub sedang melakukan kajian terhadap perizinannya.

“Tadikan hadir juga Kadishub Medan. Dalam pertemuan itu, dia meminta waktu untuk mengkaji aturan main kepada dua perusahaan transportasi berbasis online ini di Medan. Intinya kepada ketua kelompok abang becak diminta untuk menjaga ketertiban dan tidak menambah kisruh,” kata sumber. (mag-1/prn/adz)

Exit mobile version