Site icon SumutPos

Lambat Memberi Saran terkait Gubsu Dilaporkan ke KPK, Kabiro Hukum Dinilai Lemah

Andy Faisal
Andy Faisal

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kinerja Kepala Biro Hukum Setdaprovsu, Andy Faisal tengah dalam sorotan. Ia dinilai lemah dalam menjalankan roda organisasi serta tugas pokok dan fungsi. Adapun sebabnya, mantan Kajari Belawan itu dianggap lambat dalam memberi saran dan sikap kepada Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sekaitan pelaporan enam warga Sumut yang menyeret-nyeret nama Gubsu ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Saya pikir perlu penjelasan dari Biro Hukum atas dugaan suap kepada gubernur Sumut. Perlu disampaikan ke publik apakah ada rekomendasi dari beliau langsung atau tidak. Sebab yang kita tahu, kasus tanah di Sumut sangat pelik dan jangan sampai gegabah dalam menanganinya,” ujar pengamat kebijakan publik, Elfenda Ananda menjawab Sumut Pos, Minggu (23/2).

Lapor melapor merupakan aksi atas reaksi yang dialamatkan ke Gubernur Edy. Menurut El, sapaan akrab Elfenda Ananda, di sinilah peran OPD terkait mampu membaca peristiwa yang terjadi. “Sebenarnya Gubsu tidak perlu sensitif atas laporan itu. Apalagi mereka adalah rakyatnya juga. Tapi kalau menyangkut pencemaran nama baik Gubsu lantas mau melapor balik, saya kira juga masih dalam koridor hukum kita. Itu sah-sah saja ya. Namun dalam kejadian ini pastilah jadi preseden buruk buat Sumut. Masa kepala daerah melaporkan balik rakyatnya sendiri,” katanya.

Karenanya menurut mantan Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut ini, Kepala Biro Hukum Setdaprovsu Andy Faisal dalam konteks ini, perlu berperan.

“Publik Sumut sampai hari ini menunggu penjelasan dari Pemprovsu atas tuduhan terhadap Gubernur Edy Rahmayadi. Biro Hukum harusnya menjadi yang terdepan dalam hal ini. Bukan hanya pada persoalan melaporkan balik, namun paling substansi mesti menerangkan kronologinya sehingga segala tuduhan yang dimaksud tidak relevan. Atau ada penegasan bahwa secara fakta hukum, Gubsu memang tidak ada membuat rekomendasi. Apalagi urusan tanah juga ada wewenang pusat,” katanya.

Informasi yang dihimpun wartawan, selama hampir dua bulan belakangan ini, pimpinan Biro Hukum Setdaprovsu dijabat seorang pelaksana harian (plh) kepala biro yang juga Sekretaris Aprilla Siregar. Mengingat jabatan plh hanya sekadar urusan administrasi saja, jajaran Biro Hukum tidak berani dalam mengambil keputusan penting.

Terlebih, dalam hal menjalankan instruksi Gubsu yang berniat melaporkan balik keenam warga dimaksud. Sedangkan Andy Faisal yang dipercaya sejak Agustus 2019 menjabat Kabiro Hukum, sampai kini masih disibukkan dengan urusan peralihan status jaksa aktifnya dari Kejaksaan Agung. Sehingga seluruh kegiatan dan tupoksinya, sementara ini diamahkan ke Aprilla Siregar selaku plh kabiro.

“Inilah susahnya tatanan pemerintahan kita yang masih mengandalkan kepala dinas atau kepala biro dalam mengambil suatu kebijakan strategis. Seharusnya dalam urusan ini misalnya, jajaran Biro Hukum bisa saja mengambil alih kewenangan itu. Jadi saya kira Gubsu mesti evaluasi kabiro hukum ini supaya roda organisasi Biro Hukum berjalan maksimal dan efektif,” kata Koordinator Area Sumut Lembaga Riset Indikator Politik itu.

Plh Kabiro Hukum Setdaprovsu, Aprilla Siregar kembali menyatakan sekaitan melaporkan balik keenam warga Sumut karena diduga sudah mencemarkan nama baik Gubsu, bahwa pihaknya masih melakukan telaah atas hal tersebut. “Ya, kami masih terus menelaah substansinya. Karena laporan yang melibatkan Gubsu ke KPK itu, kami anggap tidak relevan,” katanya.

Ia juga mengamini bahwa posisi plh kabiro yang diembannya sudah berlangsung dua bulan. “Sejak Desember 2019 saya sudah ditunjuk plh,” pungkasnya.

Diketahui, enam warga Sumut sudah melaporkan Gubsu Edy Rahmayadi, mantan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Mantan Kakanwil BPN Sumut Bambang Priono, Direktur Utama PTPN II Mohammad Abdul Ghani, mantan Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke KPK, Kamis (13/2) lalu.

Laporan keenam warga Sumut yang terdiri dari Saharuddin, Sahat Simatupang, Muhammad Arief Tampubolon, Timbul Manurung, Lomlom Suwondo dan Burhanuddin Rajagukguk itu, sekaitan dugaan korupsi Gubsu menerima suap rekomendasi penerbitan SPP lahan eks HGU PTPN II. KPK sendiri sudah membenarkan masuknya pengaduan masyarakat itu kepada pihaknya. (prn/ila)

Exit mobile version