Site icon SumutPos

Ayo Dukung Sei Mangke Jadi KEK

Kawasan industri Sei Mangke di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, merupakan salah satu proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I). Rencananya, kawasan ini akan dijadikan sebagai Kawasann Ekonomi Khusus (KEK) sesuai hasil rapat Dewan Nasional KEK pada 28 Oktober 2011 yang lalu. Saat ini kawasan ini sudah dilirik oleh berbagai investor besar internasional, seperti Unilever, PNG, dan lainnya.

Walaupun telah dilirik investor besar, baik dari dalam maupun luar negeri, tapi masih ada kendala untuk proyek KEK Sumut ini, salah satunya adalah peralihan dari Hak Guna Usaha (HGU) ke Hak Pengolahan Lahan (HPL). Bagaimana tanggapan Guru Besar Hukum Ekonomi USU Bismar Nasution menyikapi hal ini? Berikut wawancaranya dengan wartawan Sumut Pos, Juli Ramadhani Rambe.

Bagaiman pendapat Anda terkait rencana Sei Mangke dijadikan KEK?
Sangat mendukung dan sangat bagus, karena pertumbuhan ekonomi Sumut sangat menjanjikan. Dengan adanya KEK ini, dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Sumut dan sekitarnya. Selain meningkatkan pendapatan, dengan adanya kawasan ekonomi ini juga akan membuka lapangan kerja yang menyerap tenaga kerja, baik masyarakat luar maupun masyarakat setempat. Karena, sepengetahuan saya, nantinya Sei Mangke akan merekrut 70 persen tenaga kerjanya dari masyarakat setempat. Jadi seharusnya ini sangat didukung.

Tapi rencana itu terbentur masalah izin tanah?
Ini dia permasalahan di Indonesia, tidak bisa memegang komitmen. Sei Mangke ini misalnya, dari pemerintah pusat sudah memutuskan bahwa ini akan menjadi gardu 1 di Sumut. Tapi apa yang terjadi, kendala masih ada. Kalau sudah komitmen untuk menunjuk Sei Mangke sebagai gardu depan, kanapa harus dipersulit. Mulai dari izin, pembebasan tanah atau lahan dan selainnya. Ini akan mempersulit investor, ya jelas investor tidak mau masuk. Bagaimana mau berkembang ekonomi dan Sei Mangke bila tidak ada investor? Dana dari dalam negeri tidak ada.

Jadi apa yang harus dilakukan?
Seharusnya pejabat eksekutif bertindak. Jangan dipersulitlah, ini untuk masa depan kita. Bukan untuk keuntungan sendiri. Kita ada anggota dewan daerah yang dapat membawa suara kita ke pusat. Jadi yang penting, bila anggota eksekutif bekerja ekstra, ini untuk Sumut. Untuk anak cucu kita. Salah satu contoh, di luar negeri, bagi investor hanya dibutuhkan waktu selama tiga hari untuk mendapatkan izin, di sini untuk mengurus izin ke berbagai stakeholeder. Bukan hanya satu, ribetkan?

Terkait dengan banyaknya kebijakan pemerintah kita, bagaimana menurut Anda?
Itu dia salah satu masalah pelik kita. Banyak sekali peraturan yang akhirnya tumpang tidih. Sekali lagi, ini bukan untuk kepentingan politik, tapi ini untuk kesejahteraan bersama. Terutama untuk menarik investor. Kalau menurut saya, seharusnya kita memiliki law center. Untuk mengetahui latar belakang pembuatan peraturan atau undang-undang tersebut. Jadi bila ada peraturan atau undang-undang yang timpang tindih dapat kita sesuaikan dengan azas dan latar belakang pembuatan peraturan tersebut.

Jadi, bagaimana upaya pemerintah untuk menghadapi permasalahan ini?
Itu yang kita butuhkan law center untuk peraturan dan undang-undang yang timpang tindih. Pemerintah juga harus megang komitmen yang telah dilansirkan. Permudah izin, standartrisasi internasional. Perusahaan dan pengusaha kita sudah siap dengan standarisasi internasional. Di sini juga, semoga pemerintah tidak main terima dan menerapkan saja standarisasi internasional tersebut. Sebelum menerima atau menerapkan, seharusnya pemerintah melihat situasi dan kondisi pengusaha untuk menerapkan standarisasi tersebut.(*)

Exit mobile version