Site icon SumutPos

Pemko Ancam Blokir Aplikasi

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
APLIKASI ANGKUTAN ONLINE: Tampilan layar aplikasi angkutan on line yang ada di kota Medan.

SUMUTPOS.CO  – Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) bersiap-siap memblokir semua situs perusahaan angkutan sewa berbasis aplikasi online. Pemblokiran dilakukan apabila angkutan sewa berbasis aplikasi online tak segera mengurus izin trayek di Kota Medan sesuai yang diatur Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub).

Plt Kadiskominfo Kota Medan Sri Maharani saat dihubungi mengaku sedang berkonsultasi langsung ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) tentang tata cara pemblokiran aplikasi transportasi online.

“Saat ini saya sedang di Jakarta untuk berkonsultasi dengan Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo. Untuk semua jenis angkutan online tetap kita sarankan punya izin trayek, kalau tidak lebih baik ditutup sementara. Pun begitu pada prinsipnya kami menunggu arahan pusat,” ujarnya pada Kamis (23/3).

Dia mengatakan, Diskominfo Medan berpedoman pada surat dari Kemenhub kepada Kemenkominfo pada 14 Februari 2017, perihal penertiban akun aplikasi online angkutan sewa ilegal. “Ditingkat daerah kita sudah rapat, intinya kalau transportasi berbasis aplikasi tidak mempunyai izin, tidak boleh beroperasi. Rapat juga dihadiri DPRD, Dinas Perhubungan (Dishub), Asisten Ekonomi dan Pembangunan, perwakilan Organda dan organisasi parbetor. Tetapi sayang perusahaan berbasis aplikasi tidak ada yang hadir perwakilannya,” katanya.

Sri mengakui, Dishub Kota Medan sudah langsung menghubungi pihak perusahaan berbasis aplikasi itu. “Selasa kemarin rapat lagi di Polrestabes, setelah aksi unjuk rasa di DPRD Sumut. Seluruh kapolsek se Kota Medan turut hadir. Kita sampaikan di situ bersama forum lalu lintas, mereka akan melaksanakan razia terhadap angkutan berbasis aplikasi dan angkutan konvensional. Kita tidak boleh buru-buru menjustice salah satu pihak saja kan,” ujarnya.

Tapi, paparnya sejauh ini penerapan dari revisi Permenhub tersebut masih proses, mengingat implementasinya per 1 April mendatang. “Kita masih dalam proses. Nanti dipanggil dan buat dibuat teguran pihak Dishub. Mereka (pelaku transporatsi berbasis aplikasi. Red) wajib buat izin trayek,” tegas Sri.

Ia juga menerangkan pada aturan Kemenhub kepada Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, perihal angkutan sewa khusus ini untuk dibuat pengaturan di daerah masing-masing. Di mana, setiap daerah wajib pula menyusun aturan sebagai payung hukum operasionalisasi transportasi modern tersebut.

“Tujuan utama adalah mediasi. Ini penting agar konflik antarpelaku transportasi kian meruncing. Makanya kita perlu merapatkan barisan antarlintas instansi, supaya semua pihak bisa memahami aturan ini,” pungkasnya.

Ketua Organda Kota Medan, Mont Gomery Munthe mengatakan pihaknya mendukung penuh atas permenhub tersebut. “Selama semua peraturan dipenuhi, per 1 April kita pastikan mendukung operasional mereka di Kota Medan,” katanya.

Kebulatan tekad ini, kata Mont Gomery, sudah ditunjukkan DPD Organda se Indonesia saat rapat kerja pembahasan revisi Permenhub 32/2016. Selain itu, pihaknya juga memastikan siap bersaing dengan transportasi berbasis aplikasi, jika semua persyaratan yang diatur dalam ketentuan mereka penuhi.

“Tetapi kalau mereka tidak ada izin, ya diurus dulu perizinan dan persyaratan lainnya. Pokoknya segala aturan yang sudah ditetepkan bisa mereka penuhi, saya pastikan tidak akan terjadi gejolak. Kita komit dengan hal itu,” pungkasnya.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, semua poin terkait syarat yang diajukan oleh pemerintah telah menerima anggukan dari pihak perusahaan. Baik soal SIM khusus, KIR, batas tarif bawah, kuota, hingga STNK. Kesepakatan tersebut membawa pemerintah berjalan ke tahap sosialisasi terhadap pemangku kepentingan sebelum revisi permenhub dirilis 1 April nanti.

Usai 1 April nanti, perusahaan nantinya diberi waktu transisi untuk memenuhi semua syarat maksimal tiga bulan. Termasuk, membicarakan nilai tarif bawah dan berapa kuota yang diberikan di setiap daerah. Dalam hal ini, pemerintah pusat mengaku akan memberikan formula secara garis besar. Sedangkan, angka terakhir akan diputuskan di tingkat daerah.

“Kalau di Jakarta, rencananya akan dibicarakan dengan Pemprov dan BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek). Kalau daerah lain, kemungkinan akan membentuk forum konsultasi,” ungkapnya, Jumat (24/3).

Sayangnya, ketika ditanya formula apa yang diputuskan, Budi enggan bicara. Dia hanya berbicara normatif bahwa rumusnya akan melibatkan biaya pokok operasional dan margin. Soal kuota pun dia tak memberikan angka yang pasti. “Jadi, (batas bawah, Red) belum tentu sama dengan taksi konvensional. Dan soal kuota jumlah juga belum ditentukan. Yang penting ada kata-kata kuota dulu,” tegasnya.

Sebelumnya, Saat pagi, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menegaskan, regulasi yang ditetapkan saat ini memang bertujuan untuk menimbulkan keseimbangan persaingan antara taksi online dan konvensional. Bukan berarti dia membela taksi konvensional. Namun, dia mengaku harus memperhatikan perusahaan yang sudah melakukan investasi dan menyerap banyak tenaga kerja.

“Jangan sampai kebijakan pemerintah malah mematikan perusahaan yang menaungi banyak orang. Kalau misalnya harus mati, biarkanlah mereka hilang seiring waktu. Bukan karena situasi yang terlalu tak adil,” tegasnya.

Dia menegaskan, perusahaan taksi konvensional sudah beroperasi dengan mengeluarkan berbagai biaya investasi dan operasional. Tentu hal tersebut dinilai tak adil jika pemerintah mengizinkan taksi online merusak pasar dengan perang tarif. ’’Pemerintah ingin membuat situasi yang berkeadilan. Pokoknya tidak boleh monopoli,’’ urainya.

Di sisi lain, jelang pemberlakukan revisi PM 32/2016 pada Sabtu (1/4) depan, Unit Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung, Jakarta mulai diserbu angkutan online. Dalam sehari, ada sekitar 150-200 kendaraan yang datang untuk uji KIR.

Sedangkan Kasatpel UP PKB Pulogadung Tiyana Brotoadi menuturkan, peningkatan jumlah kendaraan ini sejatinya terjadi sejak awal bulan Maret. Mereka kembali berbondong-bondong datang saat isu revisi draft PM 32/2016 kembali mencuat ke permukaan.

”Kewajiban KIR kan sudah sejak Mei tahun lalu. Awalnya banyak, lalu merosot. Akhir tahun lalu bahkan bisa dihitung pakai jari yang datang,” tuturnya.

Dari data UP PKB Pulogadung, per 22 Maret 2017, sudah 7.708 kendaraan angkutan online yang datang untuk uji KIR. Tidak semua lolos, hanya 7212 kendaraan yang berhasil mendapat buku lulus uji KIR. Sementara, 496 kendaraan lainnya harus kembali lagi untuk melengkapi persyaratan. ”Kebanyakan tidak lolos karena banyak yang diganti, seperti knalpot, ban, lalu dibuat lebih ceper. Ada pula yang lampu rem yang mati,” jelasnya.

Tiyana menjelaskan, pihaknya sudah bersiap untuk mengakomodir angkutan online yang ingin uji KIR sejak tahun lalu. Pihaknya menyediakan lahan dan waktu tersendiri agar mereka bisa dilayani dengan baik. Biasanya, layanan untung angkutan online ini dimulai pukul 14.00 WIB.

Terpisah, Sekretaris LAPK Kota Medan, Padian Adi Siregar menjelaskan, dalam konteks perlindungan konsumen dan dalam rangka sistem transportasi yang keberlanjutan, regulasi baru tersebut bisa dipahami tapi dengan beberapa catatan kritis. Diantaranya prinsip dasar dalam bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan dan keberlanjutan.

“Sejauh ini taksi berbasis aplikasi baru menjawab terhadap satu poin saja, yakni aksesibilitas. Konsumen dengan (relatif) mudah mendapatkan taksi online daripada taksi konvensional,” katanya.

Sedangkan aspek yang lain, menurut dia, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya.  “Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya. Tarif taksi online juga tidak bisa dibilang murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional. Sebab taksi online memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan nonrush hour. Pada rush hour tarif taksi online jauh lebih mahal apalagi dalam kondisi hujan. Jadi untuk diberlakukan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah kesulitan karena selama ini secara tidak langsung justru sudah menerapkan tarif batas bawah dan batas atas,” paparnya.

Ia menyebut, justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.

“Taksi online juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan barang atau terjadi kecelakaan. Bahkan jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen akan diselesaikan via abritase di Singapura. Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal bahkan merugikan konsumen. Operator taksi online juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan dalam term of contract-nya, mereka bahkan akan menjadikan data pribadi konsumen untuk dishare ke mitra bisnisnya, misalnya untuk obyek promosi,” jelas Padian.

Oleh karena itu, ia mengatakan Kemenhub dalam revisi Permenhub No 32/2013 seharusnya mengatur poin-poin tersebut. Bukan hanya mengatur soal uji kir, proses balik nama STNK, atau bahkan tarif. Dalam konteks persaingan usaha, tidak boleh ada operator/pelaku usaha yang menerapkan kebijakan predatory tariff.

“Sebab predatory tarif akan membunuh operator yang lain sehingga mematikan operasi operator lainnya. Di sisi yang lain,didesak kepada operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanannya, misalnya kemudahan mengakses bagi konsumen semudah taksi online. Jika perlu Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional, harus dibebaskan dari unsur inefisiensi. Sehingga konsumen tidak menanggung tarif/ongkos kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional,” katanya.

Secara umum, pandangan LAPK, revisi Permenhub No. 32/2013 sebenarnya sudah terlalu permisif dan kompromistis. Misalnya soal akomodasi/pembolehan terhadap mobil LCGC sebagai taksi. Padahal mobil LCGC hanya 1.000 cc seharusnya tidak laik untuk angkutan umum karena tidak safety. “Uji kir juga cukup dengan stiker tidak harus diketok di mesinnya. Bahwa keberadaan taksi online tidak mungkin dilarang, tapi juga tidak mungkin dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi,” pungkasnya. (bil/mia/prn/ril)

Exit mobile version