Site icon SumutPos

KAI Sumut-Aceh: Terima Kasih MA!

Foto: Andri Ginting/Sumut Pos Vice President PT KAI Divre I Sumut-Aceh, Saridal didampingi Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang, memberi keterangan mengenai sengketa lahan Cenre Point, dan tanggapan atas putusan MA, Jumat (24/4) siang.
Foto: Andri Ginting/Sumut Pos
Vice President PT KAI Divre I Sumut-Aceh, Saridal didampingi Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang, memberi keterangan mengenai sengketa lahan Cenre Point, dan tanggapan atas putusan MA, Jumat (24/4) siang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di Medan, Vice President PT KAI Divre I Sumut-Aceh, Saridal mengaku apa yang diputuskan Mahkamah Agung yakni dalam rangka menjaga aset negara yang diserobot oleh PT ACK. “Tentu kami berterima kasih atas putusan MA,”kata Saridal didampingi Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang, Jumat (24/4) siang.

Dijelaskannya, perkara penyerobotan aset negara yang dilakukan PT ACK sudah diambil alih oleh pimpinan PT KAI Pusat. Maka dari itu, pihaknya masih menunggu instruksi dari pimpinan pusat mengenai langkah selanjutnya.

“Kalau instruksi dari pusat untuk merobohkan seluruh bangunan yang berdiri di tanah PT KAI, maka kami akan mencari konsultan untuk menghitung biaya yang akan dipergunakan untuk merobohkan seluruh bangunan yang ada di Jalan Jawa,” tegasnya.

Ditambahkannya, kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Medan serta DPRD Medan sudah memperkeruh suasana karena telah memproses permohonan perubahan peruntukan tanah. “Sudah jelas tanah di Jalan Jawa itu aset milik negara, kenapa disetujui perubahan peruntukannya, apalagi yang mengajukan itu bukan PT KAI selaku pengelola aset tersebut,”ungkapnya.

Kata dia, bukan tidak mungkin kebijakan menyetujui permohonan perubahan peruntukan akan ikut menjerumuskan dua intansi tersebut ke dalam persoalan hukum seperti dua mantan Wali Kota Medan terdahulu serta bos PT ACK yang telah ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). “Jadi hati-hatilah karena telah mengeluarkan kebijakan keliru,”ungkapnya.

Saridal menjelaskan awal mula persoalan terjadi pada 1982, ketika itu PT KAI bekerja sama dengan PT Inanta untuk membangun 288 rumah dinas dan segala fasilitas pendukung lainnya diatas tanah seluas 7,2 hektar.

Namun, pada saat itu PT Inanta tidak mampu melanjutkan kerja sama sehingga proyek tersebut dialihkan ke PT Bonauli dengan sepengetahuan PT KAI sebagai pemilik lahan.

Sayangnya, PT Bonauli tidak melibatkan PT KAI ketika melakukan peralihan ke PT ACK. “PT ACK bukan melanjutkan pembangunan 288 rumah dinas karyawan PT KAI, malah membangun mal, hotel, rumah sakit tanpa sepengetahuan PT KAI,” bebernya.

Ironisnya, lanjut Saridal, Pemko Medan membiarkan begitu saja PT ACK membangun gedung tanpa memiliki dokumen analisis lingkungan hidup (Amdal) serta izin mendirikan bangunan (IMB).

“Dari awal PT KAI sudah melakukan perlawanan. Pemko Medan yang memiliki kekuatan malah membiarkan pembangunan tanpa izin, sehingga muncul dugaan bahwa Pemko Medan telah menerima hadiah dari PT ACK,” bebernya.

Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang menambahkan secara utuh pihaknya belum menerima salinan putusan PK yang dikabulkan oleh MA yang terdaftar pada 3 Maret 2014 silam.

Sebelum dikabulkannya PK yang diajukan PT KAI oleh MA, Rapino mengatakan bahwa Kejagung telah menyurati PT KAI Pusat mengenai rencana eksekusi di Jalan Jawa.

“Jadi ada dua poin penting yang ingin kami sampaikan dalam pertemuan ini. Pertama mengenai putusan MA dan kedua adanya surat yang disampaikan Kejagung mengenai rencana eksekusi,” imbuhnya.

Dengan putusan itu, seluruh operasional Centre Point akan terganggu hingga penghentian aktivitas. “Ya, kita lihat saja nanti kalau memang mau dirubuhkan. Tapi kami minta masyarakat mendukung kami, karena di Centre Point ada 3.000 karyawan yang bekerja. Kalau ditutup, mau dikemanakan karyawan ini,” kata Hakim Tua Harahap, penasihat hukum PT ACK, saat dikonfimasi wartawan, Jumat (24/4).

Namun, Hakim Tua Harahap mengaku, pihaknya belum menerima putusan MA tersebut. Bahkan dia sebagai pengacara PT ACK belum menerima putusan tersebut dari MA. “Kita kan belum tahu apa putusannya itu. Belum ada kita terima salinan putusannya dari MA. Jadi apa yang mau dikomentari, kita tidak tahu apa alasan hukumnya dalam putusan itu. Ini saya rasa sama dengan putusan pidana, dimana disebut dihukum sekian tahun, tetapi kita tidak tahu apa alasannya dihukum. Jadi ya jadi biarkan saja dulu begitu,” ungkap Hakim Tua.

Dijelaskan Hakim Tua, kalau pun nanti kemungkinan terburuk Centre Point disita, dia memastikan operasional bangunan megah itu tetap akan jalan. Menurutnya, secara keseluruhan pembangunan Komplek Centre Point tersebut sudah mencapai 70 persen. Tidak lama lagi bangunan megah tersebut akan selesai.

Ditanya jika PT ACK dinyatakan bersalah dalam perkara ini dan bangunan dirubuhkan, Hakim Tua mengaku, pihaknya sudah siap menghadapi kemungkinan tersebut. Dia juga menyinggung soal penahanan Handoko Lie, Direktur PT ACK, Hakim Tua mengatakan, hal itu tidak bermasalah dengan operasional Centre Point tersebut.

“Perlu juga kami jelaskan, Handoko Lie itu sudah tidak menjabat Direktur PT ACK, sudah ada sekitar 2 tahun dia berhenti dan digantikan oleh Zainal, tetapi pak Zainal ini sudah meninggal tahun lalu,” tegasnya.

Hakim Tua juga menyoroti kasus yang tengah ditangani oleh Kejagung sekarang ini. Menurutnya, tidak ada alasan kerugian negara dalam perkara ini. Sebab, perkara di Jalan Jawa itu hanya persoalan beda tempat saja. “Kita semua tahu dalam kurun waktu 20 tahun lahan itu tidak kosong-kosong, namun setelah PT ACK datang, baru lahan itu bisa dikosongkan. Terus ada kewajiban bayar Rp13 miliar, tetapi di sini Pemko Medan tidak mau terima. Jadi, saya heran dimana salahnya PT ACK. Kenapa kami mengotot cepat mau bayar itu (Rp13 miliar), karena kita tahu kan Rupiah terus turun. Kalau ditunggu-tunggu, itu bisa lebih bengkak nanti, ini kan bisnis,” paparnya.

Meski begitu, kata Hakim Tua, pihak PT ACK tetap membayarkan kewajiban setiap bulannya sekitar Rp1,7 miliar. Jumlah bayaran itu, katanya, bersifat fluktuasi, dimana bisa lebih dari Rp1,7 miliar per bulan dan bisa di bawah jumlah itu.

Hakim Tua juga menjelaskan, lahan Jalan Jawa tersebut dibeli PT ACK dari Pemko. Karena saat itu HGB Pemko Medan, namun belakangan muncul masalah. Karena suratnya itu ditandatangani oleh Rahudman Harahap setelah tidak menjabat Wali Kota Medan lagi.

“Soal tanda tangan itu kan kita tidak tahu. Yang penting itu kita ajukan saat Rahudman menjabat Wali Kota Medan, ya kita mana tahu kapan itu ditandatanganinya,” beber Hakim Tua.

Wakil Ketua DPRD Medan, Burhanudin Sitepu sudah memprediksi bahwa PK yang diajukan PT KAI dikabulkan oleh MA. Mengingat MA membutuhkan waktu yang begitu lama untuk memutuskan perkara tersebut. “Kalau ditolak, pasti sudah dari dulu,” kata Burhan ketika ditemui secara terpisah.

Menurutnya, apa yang disampaikan Fraksi Demokrat untuk menunda penyampaian keputusan permohonan perubahan peruntukan yang diajukan PT ACK sampai ada kepastian hukum sudah tepat. “Apabila sidang paripurna digelar setelah ada ditunda sampai putusan PK, pasti Partai Demokrat menolak,”jelasnya.

Dalam kasus pidana ini, atas lahan PT KAI di Jalan Jawa, jaksa penyidik telah menetapkan tiga tersangka lain yakni mantan Wali Kota Medan Abdillah dan Rahudman Harahap serta bos PT Agra Citra Kharisma, Handoko Lie. (sam/gir/gus/dik/put/rbb)

 

Exit mobile version