Site icon SumutPos

KPK: Saksi Jangan Dianggap Tersangka

Saut Situmorang

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin mengubah cara pandang masyarakat terhadap saksi-saksi yang diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. Pasalnya selama ini, masyarakat sering beranggapan kalau saksi yang diperiksa KPK bakal dijerat sebagai tersangka. Padahal, saksi-saksi yang diperiksa itu memiliki jasa besar dalam membongkar kasus korupsi dan patut mendapat penghargaan karena memberikan kesaksian juga merupakan amanah undang-undang.

“Ketika seseorang dipanggil memberi keterangan, itu adalah perintah UU. Soal status kita tidak boleh sembarangan. Kita bisa menduga seseorang ketika sudah masuk penyidikan. Menurut kami ini harus diluruskan dan harus clear buat publik menilainya. Bahwa dipanggil sebagai saksi itu berbeda. Justru penghargaan kepada siapapun yang dipanggil KPK karena itu amanah UU,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, usai acara Pembekalan Antikorupsi dan Deklarasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) Pasangan Calon Kepala Daerah se Sumut di Ruang Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Jalan P Diponegoro Medan, Selasa (24/4).

Hal itu ditegaskan Saut menjawab wartawan soal pengembangan kasus mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho yang menyeret tersangka baru 38 DPRD Sumut periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. Sebab bisa saja dari nama-nama yang diperiksa dan dipanggil kembali, justru merugikan bagi mereka, terlebih pada momen tahun politik seperti ini. Beberapa nama populer yang ikut dipanggil sebagai saksi itu, seperti Cagubsu Musa Rajekshah, H Anif (Ayah Musa Rajekshah/pihak swasta), dan Gubsu Erry Nuradi.

“Pemanggilan saksi-saksi itu untuk memberi keterangan atas pengembangan kasus yang ditangani KPK. Setelah semua tahapan berjalan dan masuk penyidikan, silahkan publik menilai dan berasumsi,” imbuhnya.

Begitupun, untuk nama-nama yang ikut disebut dalam pusaran korupsi maupun gratifikasi, Saut menegaskan, tetap akan menjadi catatan pihaknya. “Perlu dipahami ketika ada nama disebut jadi catatan buat KPK. Bisa jadi ada peristiwa pidana tetapi proses terlalu panjang menghimpun sebuat fakta hingga ke pengadilan. Seperti kasus Century dan BLBI,” ungkapnya, saat disinggung ada muncul nama Djarot Saiful Hidayat, yang diduga terlibat kasus reklamasi Jakarta.

Djarot diketahui berpasangan dengan Sihar Sitorus dalam kontestasi Pilgubsu 2018. “Selama KPK tidak bisa membuktikan, kami harap publik jangan memberi kesimpulan. Seperti saya katakan tadi, bahwa nama yang ada disebut jangan sampai menimbulkan ‘abuse’,” katanya.

Saut menegaskan, penegakan hukum tidak boleh dengan dendam, mudah sakit hati, malas dan unsur lainnya melainkan melalui pendekatan bukti-bukti otentik. Sebab KPK tidak mau konyol saat membuat status orang menjadi tersangka, lalu orang tersebut justru mem-prapid-kan KPK lalu si tersangka yang menang.

“Jangan lupa, meski mulanya kita OTT tetap bisa di-prapid-kan. Kami harus yakin harus menang pada tahapan itu. Makanya perlu kehati-hatian. Kalau ketemu buktinya, hari ini makan malam dengan saya, besoknya bisa saja sudah tersangka,” pungkasnya.

Sebelumnya KPK telah memeriksa 200 lebih saksi dalam lanjutan penyidikan kasus dugaan suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho pada anggota DPRD Sumut 2009–2014. Menurut informasi, ada 18 orang yang dijadikan saksi kali itu. Salah satu saksi yang dipanggil adalah Cawagub Sumut Musa Rajekshah. Diketahui, KPK dalam perkara ini juga sudah memeriksa 94 orang saksi selama sepekan di Medan. Total ada 200 orang lebih yang sudah diperiksa menjadi saksi dalam kasus ini.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dalam pemeriksaan hari itu ada juga nama Gubsu Tengku Erry Nuradi, staf Pemprovsu, dan pihak swasta. Pemeriksaan ini untuk mengklarifikasi ulang keterangan saksi atas tersangka baru 38 anggota DPRD periode 2009-2014 yang ditetapkan menjadi tersangka. (prn/adz)

Exit mobile version