Site icon SumutPos

Ketua Panwaslu Medan Dipecat

Ketua Panwaslu Medan, Teguh Satya Wira.
Ketua Panwaslu Medan, Teguh Satya Wira.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Medan, Teguh Satya Wira. Ini dilakukan setelah yang bersangkutan terbukti melanggar aturan kode etik penyelenggara pemilu pada pelaksanaan pemilu legislatif nasional, 9 April lalu.

“Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada teradu IV atas nama Teguh Satya Wira selaku Ketua Panwaslu Kota Medan,” ujar Ketua Majelis Sidang DKPP, Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Selasa (24/6).

Keputusan pemberhentian dijatuhkan setelah sebelumnya pengadu Washington Pane melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dengan teradu masing-masing Ketua KPU Kota Medan, Yenni Chairiah Rambe, Rahmat Kartolo Simanjuntak dan Pandapotan Tamba (anggota KPU Medan), Teguh Satya Wira (Ketua Panwaslu Kota Medan) dan Helen Napitupulu (anggota Panwaslu Kota Medan).

Dalam pengaduannya, para teradu diduga tidak menjalankan rekomendasi Panwaslu Kota Medan secara konsisten dalam penghitungan suara ulang di 18 kecamatan dan 64 kelurahan di Kota Medan pada pemilu legislatif 9 April lalu. Akibatnya hak pengadu sebagai salah seorang calon anggota legislatif.

Selain terhadap Teguh, DKPP juga menjatuhkan sanksi kepada teradu lainnya, Helen N M Napitupulu, berupa peringatan ringan. Terhadap yang bersangkutan pengadu mendalilkan teradu membiarkan rekomendasinya tidak dilaksanakan oleh KPU Kota Medan.

Sementara terhadap teradu Rahmat Kartolo Simanjuntak tidak diberi sanksi karena sebelumnya pada putusan Senin (9/6) lalu telah terlebih dahulu diberhentikan atas pengaduan calon anggota DPR dari Partai Golkar, Leo Nababan.

Atas keputusan yang diambil, DKPP memerintahkan Bawaslu Provinsi Sumut, untuk segera melaksanakan putusan dengan sebaik-baiknya.

Dihubungi terpisah, Ketua Panwaslu Kota Medan, Teguh Satya Wira mengatakan

putusan pemberhentian dirinya oleh keputusan sidang DKPP rancu. Sebab, jika disebutkan melepas tanggung jawab hanya karena tidak menghadiri undangan KPU Medan, sangat tidak beralasan.

“Hari itu kan bersamaan dengan sidang pidana pemilu di Pengadilan Negeri Medan. Sebagai Ketua Panwaslu (waktu itu) saya sudah mendelegasikan kepada anggota. Jadi sangat tidak beralasan menyebutkan lepas tanggungjawab,” ujarnya.

Selain itu disebutkannya, Panwaslu Medan telah berkomunikasi dengan KPU Medan terkait undangan yang mereka terima dihari yang sama dengan waktu pertemuan, yaitu 5 Mei 2014. Bahkan pertemuan tersebut tetap dilaksanakan sehari kemudian di sekretariat Bawaslu Sumut. Hasil pertemuan itu, KPU Medan akan melaksanakan rekomendasi Panawaslu Medan pada 7 – 10 Mei 2014, tentang penghitungan ulang suara.

“Apakah layak karena tidak hadir kemudian diberhentikan dengan penilaian tidak profesional. Padahal rekomendasi penghitungan ulang tetap dilaksanakan dalam pengawasan Panwaslu Medan,” tegasnya.

Pengamat Politik Ahmad Taufan Damanik mengatakan di seluruh Indonesia banyak sekali manipulasi suara, hal lainnya terjadi juga permainan politik uang. Khusus berkaitan dengan sidang DKPP yang akhirnya mengambil keputusan komisoner dan panwaslu diberhentikan ini sangat berkaitan dengan persoalan manipulasi suara termasuk di Kota Medan.

Dia menyampaikan, di Kota Medan banyak hal yang aneh-aneh terjadi, hanya saja para caleg tak bisa memberikan bukti nyata. Termasuk Leo Nababan ketika itu pernah menunjukkan bukti kepadanya. “Saya lihat ada yang sangat masuk akal. Misalnya ada satu TPS jumlah DPT 450 suara, tapi sebanyak 450 suara memilih salah satu Caleg. Inikan ada hal yang perlu dipertanyakan, kalau pun hadir sampai 100 persen ini luar biasa, anehnya lagi masak cuma memilih satu caleg saja. Inikan perlu ada penelusuran dan pembuktiannya, baik dari pengawasan dan komisoner,”sebutnya

Saat disinggung kesalahan yang dilakukan Panwas ataupun komisioner KPU sering berulang, Taufan menyatakan, kejadian ini terjadi bermula dari seleksi komisoner yang memiliki syarat kepentingan. Bahkan, kepentingan itu di mulai dalam penentuan panitia seleksi. Walau tidak semua wilayah, tapi kecendrungannya terjadi di wilayah rawan. Seperti di Nias Selatan dan Tapanuli Tengah. “Di Nias Selatan justru yang terjadi komisoner KPU-nya itu saudara dari Bupati Nisel, kemudian di Tapteng juga orang dekatnya bupati. Hal inilah yang sering terjadi, bila tidak titipan kepala daerah ya titipan partai politik, inilah yang sering terjadi di hampir seluruh wilayah di Sumut,” ucapnya.

Lebih lanjut, dia menyarankan, seleksi komisoner dan Panwas, pada masa akan dating baiknya harus benar-benar menentukan pansel, jangan sembarangan melakukan seleksi. Begitu juga, pengawasan dari level atasnya seperti KPU kabupaten/kota diawasi juga oleh KPU Provinsi dan KPU Provinsi diawasi KPU Pusat.

“Jadi penentuannya bukan karena kepentingan kelompok tertentu, tapi dikarenakan seleksi yang benar-benar sesuai prosedural serta jujur dalam memutuskan orangnya yang lolos menjadi komisoner,” katanya.(gir/ril/bal/rbb)

Exit mobile version