Site icon SumutPos

Tentang Ratusan Porter Setelah Polonia Tak Beroperasi

24-7-13-RASYID-PORTER BANDARA TERANCAM(4)Hiruk-pikuk bandara Polonia Medan masih terasa seperti biasanya. Kemarin, ratusan porter masih sibuk mendorong troli dan menawarkan jasa mengangkut barang-barang hingga ke ruang check in. Dengan semangat mereka mengangkat dan mendorong troli yang sudah penuh dengan barang-barang.
Usai lalu lalang mendorong barang dan menawarkan jasanyan
dan menunggu penumpang lainnya, beberapa porter terlihat beristirahat dan berkumpul dengan sesamanya. “Ayo semangat! Hari terakhir ni,” iseng seorang porter yang disambut senyum rekan-rekannya yang lain.
Dengan menggunakan kemeja lengan pendek yang bertuliskan ‘PT Yakari’ mereka tetap terlihat gagah dan semangat. Meskipun hari ini menjadi hari terakhir mereka bekerja.
Aktivitas memang masih berjalan seperti biasa, namun suasana di dalam terminal keberangkatan dan kedatangan baik dalam dan luar negeri mulai berbeda. Rentetan pertokoan yang biasanya dipenuhi dengan karyawan yang menawarkan barang tampak telah tertutup. Sebagian lainnya, sedang berkemas mengangkut barang-barang mungkin menuju Kualanamu atau mungkin tak berjualan lagi. Yah, Rabu (24/7) adalah hari terakhir Bandara Polonia beroperasi dan menjadi cerita terakhir bagi para pegawai toko, OB, tukang ojek, supir taksi, tukang becak, dan khususnya porter.
Seorang porter, Memet (35)  warga Karangsari pun bercerita, tentang perasaannya. Pria berbadan besar ini pun berkisah dengan nada yang pelan, barangkali ia sedang tidak terlalu semangat. “Yah, hari ini hari terakhir kerja. Besok saya dan ratusan teman lainnya sudah menjadi pengangguran,” ujarnya.
Ayah dari 2 orang anak ini mengaku belum tahu harus bekerja apa setelah Bandara Polonia berpindah ke Kualanamu. Bahkan ia belum mendapatkan informasi dari perusahaan tentang kejelasan dirinya juga ratusan rekannya. “Di sini kami ada sekitar 200 orang dan ratusan orang inilah yang akan menjadi pengangguran besok. Saya pribadi belum tahu mau kerja apa setelah ini. Belum ada terpikir karena informasi ini pun kami tahunya dari media cetak dan elektronik. Perusahaan tidak ada menjelaskan bahwa jasa porter sudah tidak digunakan lagi di Kualanamu. Kalau infonya diberi tahu sejak lama, mungkin kita sudah bisa juga lama cari tambahan atau pekerjaan baru,” katanya sembari menunggu tamu atau penumpang yang sudah berlangganan dengannya.
Meskipun begitu, Memet yang sudah 18 tahun bekerja sebagai porter di Polonia ini mengakui ia tak mau menyerah. Demi kedua buah hati dan istrinya, ia akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih bagus. “Yah, harus bisa cari pekerjaan yang  lebih bagus lagilah. Saya tetap akan berusaha,” katanya.
Tapi yang masih ia sesalkan, kenapa ia harus berhenti bekerja di saat bulan Ramadan, yang memang sedang puncak-puncaknya membutuhkan keuangan. “Peningnya ini, kenapalah harus pas bulan puasa. Kalau selesai Lebaran kan bisa lebih enak, sekarang kebutuhan lagi meningkat, persiapan menjelang lebaran. Gak tahulah gimana lebaran tahun ini,” katanya.
Tambah Memet, perusahaan tempat ia bekerja juga tidak memberikan pesangon. “Tidak ada pesangon, tidak ada istilahnya penghargaan untuk kami ini, apalagi ada teman kami yang sudah 28 tahun jadi porter. Yah besok gitu aja, langsung jadi pengangguran. Kami di sini dibagi menjadi 2 shift, kebetulan saya shif pagi hingga siang atau setengah hari. Setorannya kalau setengah hari Rp 35 ribu, kalau teman ‘gak datang kita gantii jadi Rp 70 ribu. Kadang mau nombok juga kalau sepi,” katanya.
Biasanya Memet sehari bisa mengumpulkan uang dari jasa mengangkat barang-barang tersebut sekitar Rp30 ribu hingga Rp150 ribu. “Gak tetap sih, kadang sikit kadang juga sampai Rp 150 ribuan. Tapi lumayan membantu untuk keperluan sehari-hari. Tapi besok ‘gak tahu gimana, anak saya satu kelas 5 SD satu lagi kelas 3 SD, istri hanya berjualan kedai jajanan saja,” katanya.
Memet hanya berharap setelah berhenti bekerja sebagai porter ia bisa langsung mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi. “Saya ‘gak berharap ada penghargaan atau apalah, mau gimana lagi, yang penting saya bisa bekerja yang lebih baik lagi setelah ini, itu saja,” ujarnya.
Sementara itu, tak jauh dari Memet, tampak seorang pria paru baya menaiki sepeda motor tengah mencari penumpang. Orang-orang di bandara sering emanggilnya Pak Lamban. Saat ditemui, Lamban juga mengungkapkan hal yang sama. “Saya juga terakhir narik ini. Kalau di luar mana ada lagi ojek, mana ada yang mau. Abis ini saya juga ‘gak tahu mau kerja apa, paling di rumah ajalah,” ujarnya.(*)

Exit mobile version