Site icon SumutPos

Pangonal Mohon Maaf

Pangonal Harahap

SUMUTPOS.CO – Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap memohon maaf kepada masyarakat di Kabupaten Labuhanbatu dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pangonal mengaku khilaf atas perbuatannya, yang membuat dirinya jadi tersangka dugaan suap proyek.

Untuk pertama kalinya, Pangonal diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka, usai ditangkap karena menerima suap dari pengusaha untuk proyek di Labuhanbatu. Dia mengaku khilaf telah menerima suap tersebut. “Saya memohon maaf kepada keluarga dan masyarakat Labuhanbatu dan kepada ibu ketua umum PDI Perjuangan dan Pak Trimedya Panjaitan. Ini merupakan suatu kekhilafan saya. Mudah-mudahan ini menjadi perubahan ke depan bagi kita,” kata Pangonal usai diperiksa di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (24/7).

Pangonal berharap, para kepala daerah lain berhati-hati. Menurutnya, jika berbuat salah maka pasti mendapat hukuman. “Saya berharap kepada rekan-rekan seluruh kepala daerah, artinya untuk betul-betul hati-hati dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya. Karena kalau kita salah pasti mendapat hukuman,” ujarnya.

Pangonal sendiri tak menjawab secara lugas apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kasusnya. Dia juga masih enggan menjelaskan, apakah berniat menjadi justice collabolator atau tidak. “Nanti kita bahas lah setelah pemeriksaan selanjutnya,” ucapnya.

Menyikapi Umar Ritonga yang merupakan orang kepercayaannya hingga kini masih buron, Pangonal memintanya segera menyerahkan diri ke KPK. Menurutnya, melarikan diri bukan langkah yang tepat.

“Umar Ritonga, sebagai tersangka di dalam kasus saya ini, kiranya untuk menyerahkan diri ke KPK, karena melarikan diri bukan langkah yang tepat. KPK bukanlah institusi yang harus ditakuti, tapi harus dihargai karena menjalankan hukum,” kata Pangonal.

Pangonal mengatakan kasus ini merupakan kesalahannya. Dia mengatakan keterlibatan Umar juga atas perintahnya. “Ini semua adalah merupakan kesalahan saya. Bukan kesalahan Saudara Umar karena saya menyuruh dia berbuat tidak baik dan melanggar aturan,” ucapnya.

Pangonal mengaku terakhir bertemu dengan Umar sebelum pergi ke Jakarta, yang berujung dengan penangkapan oleh KPK. Pangonal pun mengaku tak tahu di mana Umar berada saat ini. “Terakhir sebelum kemari. Nggak ada, sampai sekarang saya nggak ada komunikasi sekarang,” ujar Pangonal.

Umar Ritonga

Umar Ritonga Jadi Buronan KPK

Sementara itu, KPK telah mengirimkan surat kepada Polri untuk meminta Umar Ritonga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Surat berisi permintaan agar Umar ditangkap dan diserahkan ke KPK.

“KPK telah mengirimkan surat DPO atas nama Umar Ritonga pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Up. SES-NCB-Interpol Indonesia, di Jakarta. Surat tersebut disertai foto dan permintaan untuk ditangkap dan diserahkan di Kantor KPK,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (24/7).

Febri juga meminta kepada masyarakat yang melihat atau mengetahui keberadaan Umar untuk menyampaikan informasi pada kepolisian setempat atau ke KPK. “Bagi masyarakat yang melihat atau mengetahui keberadaan saudara Umar Ritonga agar menyampaikan Informasi pada kantor kepolisian setempat atau menyampaikan pada KPK melalui telpon: 021-25578300,” ujarnya.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang membenarkan pihaknya sudah memasukan Umar dalam Daftar Pencairan Orang (DPO). “Sudah, kemarin pimpinan sudah tanda tangan. Semoga yang bersangkutan lebih baik menghadap saja ke KPK atau kalau tidak punya ongkos telepon saja ke KPK nanti akan dijemput di lokasi dimanapun dia berada,” ungkap Saut.

Sebelumnya, lembaga yang dipimpin oleh Agus Rahardjo Cs ini telah mengeluarkan ultimatum kepada Umar Ritonga untuk menyerahkan diri hingga Sabtu (21/7) pekan lalu. Bukan hanya mengultimatum Umar, bahkan juga telah meminta pihak keluarga dan kolega Umar untuk secara aktif mengajak Umar datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu atau kantor kepolisian setempat.

Saat digelar konfrensi pers terkait operasi tangkap tangan di Labuhanbatu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, KPK menduga Umar membawa kabur uang sebesar Rp500 juta yang diberikan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra kepada Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantauprapat, Labuhanbatu.

Pada saat akan ditangkap oleh tim KPK di lapangan, Umar melarikan diri dan hampir mencelakakan penyidik KPK. Dia kabur dan berpindah tempat hingga menghilang di perkebunan sawit dan rawa.

KPK sendiri sudah mengantongi bukti transaksi sebesar Rp576 juta dalam kegiatan ini diduga uang tersebut merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati sekitar Rp3 miliar. Sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp1,5 miliar namun tidak berhasil dicairkan.

KPK telah resmi menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap bersama dengan PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra dan pihak swasta Umar Ritonga sebagai tersangka dalam kasus ini.

Sebagai pihak penerima, Pangonal Harahap dan Umar Ritonga kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Effendy Saputra yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001. (bbs/jpg/rmol/adz)

Exit mobile version