Site icon SumutPos

Lanud Soewondo Hambat Bangunan Tinggi di Medan

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Pesawat tim aerobatic, The Jupiter saat  di Lanud Soewondo, Kamis (12/3) lalu. Tampak menjulang gedung pencakar langit di sisi belakang pesawat yang akan take off. Keberadaan Lanud Soewondo kembali disoal karena posisinya yang berada di tengah kota.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Pesawat tim aerobatic, The Jupiter saat di Lanud Soewondo, Kamis (12/3) tahun lalu. Tampak menjulang gedung pencakar langit di sisi belakang pesawat yang akan take off. Keberadaan Lanud Soewondo kembali disoal karena posisinya yang berada di tengah kota.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana pemindahan Lapangan Udara (Lanud) Soewondo sebenarnya bukanlah hal baru. Seiring beroperasinya Kualanamu International Airport (KNIA) tiga tahun lalu, wacana itu sudah mengemuka. Pasalnya jika keberadaan Lanud Soewondo tetap di lokasi yang sekarang, tentunya sulit high rise building (bangunan tinggi) dikembangkan di Ibukota Provinsi Sumatera Utara ini.

“Bila bicara historis, lanud harusnya dipindahkan dekat KNIA. Pertimbangannya ada dua sisi. Pertama Bandara Polonia tidak bisa dikembangkan lagi dari segi runway dan terminal penumpang. Kedua, Bandara Polonia terletak di tengah kota secara topografi, tentu menghambat perkembangan pembangunan Kota Medan ke depan,” kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Medan Waginto kepada Sumut Pos, Rabu (24/8).

Namun, seiring KNIA pindah ke Deliserdang di mana sudah sesuai rencana sebelumnya, justru keberadaan Lanud Soewondo dianggap menghambat perkembangan Kota Medan. “Sebaiknya Soewondo itu memang dipindahkan. Tetapi kalau Soewondo dipindahkan, secara pangkalan dan unsur terkait seperti logistik dan sektor penerbangan harus dipindahkan juga. Saya pikir ini satu rencana pemerintah, kita harapkan bukan hanya dipikirkan untuk perkembangan Kota Medan,” jelasnya.

Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini menambahkan, perlu sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah terkait perpindahan Lanud Soewondo ini.

“Namun sebaiknya dari rencana awal tidak ada lagi bandara di Kota Medan, karena bisa menghambat perkembangan. Ini sebenarnya proyek besar untuk memindahkan Soewondo. Walau demikian pemerintah senantiasa berupaya melakukan proses perpindahan tersebut. Di satu sisi juga bagus bagi pihak TNI AU dan Kota Medan utamanya,” katanya.

Selain menghambat pembangunan Kota Medan, salah satu alasan ketidakpantasan Lanud Soewondo karena dapat mengganggu Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Apalagi setelah KNI resmi beroperasi, eks Bandara Polonia sudah dihapus sebagai salah satu bandara internasional.

Karenanya Waginto menilai, guna menselaraskan program TNI AU dalam hal pertahanan negara dan Pemko Medan mengembangkan wilayahnya, perlu ada kata sepakat bersama pemerintah pusat terutama para petinggi di Mabes TNI.

“Sebenarnya untuk masalah RPJMD menyangkut kawasan eks Bandara Polonia ini, pemko dan pemprov kita minta perlu koordinasi intens dengan proyek nasional kepada petinggi TNI AU. Sebab yang kita tahu, di seluruh Indonesia cuma Medan yang punya bandara ditengah kota. Sementara di kota lainnya berada di pinggiran,” katanya.

Politisi asal Dapil II ini juga menyatakan, pemindahan Lanud Soewondo ini akan banyak berdampak positif. Salah satunya mengenai konflik lahan Sari Rejo yang baru-baru ini kembali terjadi. Komisi A sebut dia, akan memfasilitasi permasalahan ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (30/8) mendatang.

“Yang jelas kami siap fasilitasi masalah ini. Kami akan undang pihak-pihak terkait untuk duduk bersama membahas masalah ini Selasa depan,” pungkasnya.

Argumentasi pemindahan Lanud Soewondo ini sebelumnya pernah jadi pembahasan hangat. Pada 2014 lalu, Bappeda dan Dinas Tata Ruang Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan memfasilitasi diskusi bersama Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah II Medan. Koordinator Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Infrastruktur Dewan Kota Medan, Budi Sinulingga membenarkan hal tersebut.

Menurutnya, Kota Medan tidak masuk dalam high rise building kota dunia (world rise) akibat terhambat KKOP. Artinya, high rise building merupakan sarana yang sangat penting guna menumbuhkan daya saing kota, terlebih jika ingin dijadikan kota dunia.

“Berhubung Perpres Nomor 62 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Mebidangro, menetapkan kawasan eks Bandara Polonia sebagai bandara pengumpul dan pangkalan TNI AU sehingga tetap menghambat pembangunan high rise building, karena tetap berlaku KKOP seperti sebelumnya. Oleh sebab itu Kota Medan tidak akan berkembang menjadi kota dunia. Padahal RTRW Kota Medan telah menetapkan eks Bandara Polonia sebagai kawasan CBD baru dalam rangka mengantisipasi perkembangan jadi kota dunia,” jelas Budi.

Sebagai solusinya, Budi menegaskan, tetap pada usulan dalam pertemuan tersebut. Di mana agar pangkalan TNI AU Soewondo keluar dari Kota Medan. Sebab, keberadaannya dekat dengan pusat kota dan arah landasan pacu ke arah pusat kota sehingga lokasi high rise building akan terkena ketentuan KKOP. Di samping itu biaya yang akan dikeluarkan tidak terlalu mahal karena landasan pacu untuk pangkalan TNI AU lebih pendek dengan bangunan terminal yang cukup sederhana.

“Terus terang saja, hal ini membutuhkan pembicaraan level atas sekali. Saya berharap Kementrian Pertahanan dapat bicara lagi dengan Kementrian Dalam Negeri, bagaimana eks Bandara Polonia itu dijadikan ruang terbuka hijau,” katanya.

Menurut hemat Budi, karena tata ruang yang ada saat ini sudah hijau, sepatutnya dijadikan saja sebagai RTH. “Kalau saran saya, Lanud Soewondo ya pindah saja. Saya juga pernah membuat makalah dan memaparkan hal ini sebelumnya, lebih baik pangkalan TNI AU tidak di situ lagi,” katanya.

Dia menyebutkan, lahan RTH di kawasan itu sangat luas yakni sekitar 100 hektare. Bahkan bukan lagi sebagai RTH melainkan hutan kota.

“Kebutuhan akan hutan kota ini sebetulnya sudah sangat mendesak. Kalau saya ditanya, kota harus punya hutan kota. Karena dia bisa menjadi paru-paru kota, sumber oksigen, menyerap racun dan lain sebagainya,” kata dia.

Ia mencotohkan seperti di New York, Amerika Serikat, mereka punya hutan kota seluas 500 hektar. “Jadi kalau Medan mau menjadi kota besar di dunia, Medan harus punya hutan kota,” pungkasnya. (prn/ted/adz)

Exit mobile version