Site icon SumutPos

SHM Diduga Dibagi ke Oknum Jaksa

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Sumanggar Siagian.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penasehat Hukum ahli waris Sultan Deli X, Afrizon menuding ada puluhan Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan pembangunan jalan tol Medan-Binjai di Tanjungmulia, Medan Deli, yang dibagi-bagikan kepada sejumlah oknum di Kejaksan. Dia pun menyebut, SHM yang diterbitkan BPN Medan di atas tahun 2010 tersebut diduga bodong.

Menurut Afrizon, di atas lahan pembangunan jalan tol Medan-Binjai itu sebelumnya terdapat 13 SHM yang diduga bodong. Satu diantara atas nama Abdul Kholik dengan luas tanah sekitar 12 hektar. Namun menurutnya, nama tersebut tidak jelas.

“Dari awalnya tanah itu, SHP (Surat Hak Pakai) Nomor 213 atas nama Abdul Kholik. Kemudian beralih dan dipecah-pecahkan menjadi 101 SHM yang terkena ganti rugi lahan tol tersebut. Anehnya, 56 SHM terkena ganti rugi lahan itu, atas nama oknum-oknum di Kejaksaan. Saya tidak menyebutkan jaksa mana saja. Tapi, itu pastinya oknum kejaksaan sebagai pengacara negara dalam masalah ini,” ungkap Afrizon kepada Sumut Pos di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (24/10) siang.

Karenanya, lanjut Afrizon, untuk mengambil hak selaku ahli waris Sultan Deli X, Tengku Azan Khan, Tengku Awaluddin Taufiq dan Tengku Isywari melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. “SHM yang dipecah-pecah dan dimiliki oknum Kejaksaan itu diterbitkan di atas tahun 2010 oleh BPN Kota Medan,” beber Afrizon.

Dia juga mengungkapkan, saat sidang lapangan digelar di lokasi pembangunan jalan tol Medan-Binjai, Kelurahan Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, Jumat (20/10) lalu, mereka sempat mendapat hadangan dari warga. Menurut warga, gugatan yang mereka lakukan akan membuat proses ganti rugi menjadi terhambat.

“Kami minta dimediasikan di kantor camat, lurah atau Kantor Polsek. Namun, warga tidak mau. Padahal sidang lapangan ini untuk membuktikan SHM bodong yang dimiliki oknum tak bertanggung jawab,” sebut Afrizon.

Dia pun menduga kalau warga telah diprovokasi oknum pemilik SHM bodong dengan janji tertentu. “Jadi warga dijanjikan mendapatkan 40 persen. Sedangkan pemilik SHM bodong mendapatkan 60 persen. Ini hak kita mau diambil, makanya kita lakukan gugatan hingga di persidangan lapangan,” lanjutnya.

Dalam sidang lapangan itu, Afrizon mangaku sudah menyerahkan 43 bukti terdiri dari dokumen-dokumen atas kepemilikan tanah atau lahan pembangunan jalan tol itu. “Semua bukti kepemilikan kita sampaikan seluruhnya. Baik bukti dari gelar pekara dilakukan di BPN Pusat. Sedangkan PPK 12 bukti hampir sama bukti disampaikan BPN Kota Medan, termasuk bukti yang disampaikan siapa-siapa saja warga menerima ganti rugi,” urainya.

Sementara, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian saat dikonfirmasi terkait tudingan adanya SHM atas nama oknum di Kejaksaan, ia enggan berkomentar. Ia mengaku akan mengecek terlebih dulu ke Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Sumut atas tudingan tersebut.

“Tidak bisa beri pendapat dulu. Saya tanya sama Datun dululah. Saya tak bisa sekarang berikan komentar itu,” kata Sumanggar, kemarin sore.

Diakuinya, dalam gugatan tersebut hingga proses ganti rugi lahan pembangunan jalan tol, pihak sebagai pengacara negara mendampingi pihak pengembang jalan tol tersebut. Namun, ia akan memastikan terlebih dulu terkait SHM yang diduga dimilik oknum Kejaksaan tersebut. “Kita memang sebagai pengacara negara. Tak bisa berkomentar dulu, saya cari tahu dulu. Tapi, tidak bisa sekarang ya. Karena, saya sedang sakit,” tandasnya.

Warga Berharap Ganti Rugi Adil

Sementara, masyarakat yang mendiami areal lahan pembangunan tol Medan-Binjai di kawasan Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, tetap ngotot meminta hak ganti rugi mereka secara adil. Begitulah yang ditegaskan Saut Simaremare, seorang warga yang ditemui Sumut Pos, Selasa (24/10). Dikatakan pria berusia 61 tahun ini, seluruh masyarakat yang tempat tinggalnya menjadi areal pembebasan pembangunan tol, mendukung pemerintah demi kemajuan pembangunan. Hanya saja, lebih kurang 374 KK yang akan diganti rugi harus dibayarkan haknya secara wajar.

“Intinya berikan hak kami sesuai dengan nilai tanah dan bangunan, jangan sakiti dan zolimi kami. Seluruh masyarakat tetap mendukung pembangunan tol bila dibayarkan sesuai yang disepakati,” tegas Saut.

Disinggung adanya gugat-menggugat di areal lahan yang mereka tempati, Saut tidak memperdulikan masalah itu. Mereka tetap memperjuangkan hak mereka secara adil dari pemerintah. “Kita tidak campuri gugat menggugat yang sedang berlangsung. Siapapun yang menang atau kalah itu keputusan pengadilan, masalah ganti rugi harus tetap diprioritaskan sesuai kesepakatan dengan masyarakat,” tegas Saut.

Dijelaskan pria yang menetap di Kawat 3, Tanjungmulia Hilir, Medan Deli ini, dalam proses ganti rugi yang sudah berulang kali dilakukan pertemuan belum merumuskan hasil. Sebabnya, tim pembebasan lahan tidak transparan mengenai nilai tanah yang akan diberikan kepada masyarakat yang diganti rugi.

Penyebabnya, tim pembebasan lahan tidak mengacu kepada kajian jasa penilai publik (KJJP) untuk memberikan hak ganti rugi kepada warga, sehingga pergantian rugi tidak sesuai dengan nilai tanah yang akan diterima oleh masyarakat.

“Kita minta kepada tim pembebasan lahan untuk mengacu kepada KJJP, jadi ganti rugi kepada masyarakat dapat sesuai dengan nilai tanah yang diterima. Dengan adanya keterbukaan sesuai dengan KJJP, maka masyarakat yang mempunya SK Lurah, SK Camat dan SHM bisa disesuaikan dengan nilai tanah yang akan diterima. Jagan suka-suka mereka dengan menyakiti masyarakat,” tegas Saut.

Disinggung adanya pertemuan masalah ganti rugi dengan pembagian hak antara pemilik 16 SHM sebesar 70 persen dan hak masyarakat 30 persen, pria yang telah memilik cucu ini membantah, mereka tidak ada menyepakati ganti rugi dengan pihak yang mengaku memilik SHM di lahan yang ditempati masyarakat.

Mereka telah membentuk tim dari masyarakat berjumlah 10 orang perwakilan memperjuangkan pembebasan ganti rugi sesuai dengan KJJP dan surat yang dipegang masyarakat. “Saya bagian dari tim masyarakat, kita tetap meminta hak sesuai dengan nilai tanah. Di lahan ganti rugi ini ada masyarakat yang memegang SK Lurah, SK Camat, bahkan SHM, jadi sesuaikan saja ganti rugi dengan surat dan nilai tanah,” ungkap Saut.

Dikatakan Saut, pihaknya memperjuangkan sesuai dengan nilai tanah berdasarkan pengalaman sejarah yang pernah terjadi, pada tahun 1982 pembebasan lahan tol dan pembangunan sarana PT Jasa Marga pada tahun 1991 masyarakat diberikan ganti rugi 100 persen sesuai dengan nilai tanah dan bangunan.

“Ada dua kali terjadi pembebasan lahan pada tahun 1982 dan 1991, itu tanah yang dikuasai masyarakat adalah garapan, tapi pemerintah tetap membayarnya sepenuhnya kepada masyarakat. Padahal, masyarakat hanya menggarap, kenapa di tanah yang sudah kami kuasai puluhan tahun ini dengan surat yang kami pegang harus dibodoh – bodohi, janganlah begitu,” ketus Saut.

Kesimpulannya, sebut Saut, masyarakat tetap meminta haknya yang secara wajar dan transparan, bila itu dilakukan, pembebasan lahan pasti akan dapat diterima masyarakat. “Intinya, kami tetap meminta hak kami dan jangan sakiti kami, sekarang bukan lagi zaman membodohi,” ungkap Saut.

Di tempat lain, Sutri yang ikut rumah dan tanahnya pembebasan pembangunan tol, hanya bisa pasrah dan menyerahkan masalah itu kepada tim yang akan memperjuangkan hak tempat tinggal mereka secara wajar. “Kalau saya ditanya, kami mau diganti sesuai dengan harga tanah, adanya ini itu di pengadilan kami tidak ikut campur, yang jelas kami angkat kaki dari tanah diberikan hak ganti rugi untuk membeli rumah lain,” pinta Sutri.

Lurah Tanjung Mulia Hilir, Maulana Harahap ditanya perkembangan pembahasan ganti rugi mengaku, pihaknya belum ada melakukan pertemuan sejak adanya gugat menggugat di PN Medan, artinya, pembasahan ganti rugi antara panitia pembebasan lahan dengan masyarakat belum ada kesepakatan. “Kemarin sudah dilakukan lapangan soal gugat menggungat, mengenai ganti rugi belum ada pembahasan lanjutan, saya sendiri ikut dalam gugatan itu, jadi kita masih menunggu hasil dari keputusan pengadilan,” ungkap Maulana. (gus/fac/adz)

 

Exit mobile version