Site icon SumutPos

10 Tahun Mereka Makan ‘Darah dan Keringat’ Saya…

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Kartini Hasibuan, seorang pegawai negeri sipil (PNS) mendatangi kantor Sumut Pos di Gedung Graha Pena Medan, di Jalan Sisingamangaraja Medan, Rabu (2/11).
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Kartini Hasibuan, seorang pegawai negeri sipil (PNS) mendatangi kantor Sumut Pos di Gedung Graha Pena Medan, di Jalan Sisingamangaraja Medan, Rabu (2/11).

Memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada hari ini, Jumat (25/11), setiap guru harusnya mendapat apresaisi dari pemerintah. Mengingat, upaya dan kerja keras yang mereka lakukan untuk mencerdaskan anak bangsa. Namun, apa yang dialami Kartini Hasibuan berbanding terbalik. Dia dipecat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa sepucuk surat keterangan (SK) pun.

Diva Iswanda, Medan

KISAH pilu Kartini Hasibuan yang mengabdi di lingkungan Kementrian Agama (Kemenag) Kantor Wilayah (Kanwil) Sumatera Utara (Sumut) ini, sudah seharusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintah. Soalnya, selama 10 tahun lebih dia tak mendapatkan gajinya sebagai seorang PNS.

Ceritanya bermula ketika guru yang pernah bertugas di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Medan Maimun sejak 1997 ini dipindahkan ke MTsN Padangsidimpuan pada 2002 silam. Kemudian di tahun 2007, dia dinyatakan diberhentikan dengan hormat sebagai seorang guru PNS.

Namun dia menaruh curiga soal pemberhentian itu. Sejak dinyatakan telah diberhentikan dengan hormat, Kartini tidak pernah melihat SK pemberhentian sebagai PNS. Menurutnya, yang ada padanya hanyalah surat teguran dari inspektorat.

“Jadi yang saya terima di tahun 2007, pasca pernyataan saya dipecat tidak ada saya lihat SK pemecatan, yang saya terima cuma surat inspektorat. Kalau surat itu (Inspektorat,red) sifatnya teguran bukan pemecatan,” ungkapnya.

Kehidupannya kian berantakan pasca dinyatakan dipecat tanpa dokumen-dokumen jelas berupa SK pemecatan asli dari Kemenag RI. Anehnya, selama dia mempertanyakan statusnya, barulah pihak Kanwil Kemenag Sumut menunjukkan SK pemecatannya sebagai PNS di tahun 2016 ini, itupun cuma fotokopi.

Siapa yang mau terima nasib buruk itu menimpa? Kartini yang punya empat orang anak terus mencari keadilan atas ketidakadilan yang dirasanya sangat membebani. Menurutnya, dia tidak berbuat salah.

“Semenjak yang katanya saya dipecat, saya terus mempertanyakan kenapa? Saya bahkan terus masuk ke sekolah (MTsN) Padangsidimpuan karena saya merasa tidak berbuat apa-apa,” ungkapnya kepada Sumut Pos, kemarin.

Upaya demi upaya dilakoni Kartini. Sambil berusaha untuk menghidupi empat orang anaknya tanpa kehadiran suami yang sudah lebih dulu menghadap sang khalik, Kartini bahkan mengaku mendapat perlakuan bak orang tidak waras.

“Pokoknya saya terus-terusan datang ke MTsN Padangsidimpuan untuk mengajar. Itulah upaya, karena saya merasa tidak bersalah,” ungkap Kartini.

Allah tak tidur, bukti demi bukti mulai didapat. Kartini yang katanya sudah dipecat oleh Kanwil Kemenag Sumut, ternyata masih terdaftar sebagai seorang guru PNS di MIN Medan Maimun kawasan Jalan Pertahanan, Patumbak.

Bukti itu didapat Kartini setelah dia mendesak seorang petugas Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen), berdasarkan data yang didapat masih ada penyetoran dana Taspen dengan identitas Kartini Hasibuan.

“Di data Taspen itu nampak tercantum golongan PNS saya, NIP saya dan di mana saya masih dinyatakan sebagai PNS, yaitu di MIN Medan Maimun Jalan Pertahanan,” ungkapnya.

Selain bukti itu, juga masih ada bukti lainnya yang semakin menguatkan ada permainan oknum-oknum nakal di lingkungan Kantor Kemenag Kanwil Sumut.

“Saat mengikuti program Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) di Tahun 2015 lalu, saya juga ternyata masih terdaftar sebagai PNS di Kanwil Kemenag Sumut dengan NIP Baru : 196504071997032001 di Kemenag dengan tanggal daftar 3 Oktober 2015,” kata Kartini.

Di momen Hari Guru ini, Kartini sebagai guru yang merasa telah dikhianati berharap agar ada secerca keadilan diberikan kepadanya. Dia mengaku sudah melaporkan hal ini ke Ombudsman, ke Polisi juga, soal indikasi ada pemalsuan SK pemecatannya sebagai seorang PNS.

“Sekarang tinggal siapa yang harus bertanggungjawab atas gaji saya yang tidak diberikan. Akan saya tuntut semuanya. 10 tahun lebih sudah mereka memakan ‘darah dan keringat’ saya,” sebutnya.

Dia berharap kepada aparat penegak hukum benar-benar bekerja secara profesional. “Saya minta agar keadilan ditegakkan. Saya minta pelaku-pelaku penggelapan uang gaji saya ditangkap,” harap Kartini.

Kartini bercerita, dia tidak sendirian mengalami masalah tersebut. Setidaknya ada 18 orang lagi yang dia kenal juga dinyatakan telah diberhentikan dari kepegawaian sebagai PNS Kanwil Kemenag Sumut.

Namun, cuma dia yang tidak menyerah mencari kebenaran akan kabar dirinya diberhentikan sebagai PNS. Menurutnya, tradisi seperti ini sudah terjadi secara masih di lembaga tersebut. Sehingga aparat penegak hukum ataupun Menteri Agama agar melakukan reformasi serta pembenahan di lembaga ini.

Kanwil Kemenag Sumut melalui juru bicaranya Purba Pohan yang dikonfirmasi Sumut menilai, ada kejanggalan dalam dokumen pemecatan yang diterima Kartini. “Saya melihatnya ada kejanggalan ya. SK pemecatan dikeluarkan Kementrian Agama yang diberikan kepada ibu ini (Kartini, Red) kok cuma fotokopi? Benapa bukan SK yang asli dengan lambang garuda berwarna emas?” kata Purba Pohan kepada Sumut Pos, kemarin.

Belum lagi soal diterimanya Kartini di program Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) tahun 2015 yang menyatakan dia masih berstatus PNS Kemenag. “Ini yang semakin aneh, oleh Badan Kepegawaian Daerah Kanwil Kemenag Sumut SK pemecatan dikeluarkan 2007 tapi di PUPNS dia terdaftar. Ini nanti saya sampaikan kepada Kakanwil,” sebut Purba.

Dia menegaskan akan membantu menyampaikan permasalah ini kepada Kanwil Kemenag Sumut. “Intinya kita akan tetap berusaha untuk membantu ibu, kita akan coba mempertanyakan bagaimana nasib status kepegawaian ibu,” ungkap Purban Pohan. (*/adz)

Exit mobile version