Site icon SumutPos

‘Kami Tambah Miskin, Tambah Bodoh, dan Semakin Sakit’

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.

Mereka meminta keadilan sebagai manusia. Mereka kini tidak lagi punya tempat tinggal. Kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka juga terancam. Mereka juga saat ini bingung mau mengadu ke mana.

PRAN HASIBUAN, Medan

Suara hati ini disampaikan puluhan warga Jalan Ampera, Kelurahan Glugur Darat 2, Medan Timur, kala berunjukrasa ke Kantor Wali Kota Medan, Kamis (24/11). Mereka merupakan korban dari dampak pembangunan jalur layang PT Kereta Api Indonesia (KAI), Rabu (23/11) lalu.

Sebelum penggusuran berlangsung kemarin, ratusan kepala keluarga di sana sudah minta disediakan relokasi terlebih dahulu. Namun sayang, tetap saja hal itu tidak diindahkan oleh PT KAI, selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Perwakilan Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR), Joni M Naibaho mengatakan, sejak 1974 silam, ia beserta kepala keluarga di sana sudah berdomisili di area pinggir rel. Akibat penggusuran kemarin, saat ini warga merasa seperti tinggal di bawah kolong jembatan. Beralaskan tanah dan beratapkan langit.

“Kondisi di tempat kami sekarang ini sangat memprihatinkan. Anak-anak tidak ada lagi yang sekolah,” katanya kepada wartawan, di sela-sela aksi unjuk rasa.

Tak hanya itu, kehadiran ratusan personel penegak hukum saat penggusuran berlangsung, juga menimbulkan rasa trauma tersendiri, terutama bagi anak-anak mereka. “Dua orang saja ada petugas memakai seragam dinas, kami melihatnya sudah takut. Apalagi sampai jumlahnya ratusan begitu. Ditambah lagi terlihat lima unit alat berat. Ibu-ibu rumah tangga hanya sempat mengamankan barang-barangnya dengan memasukkan ke dalam goni,” ungkap Joni.

Kehadiran mereka ke Kantor Wali Kota Medan, hanya untuk menunjukkan, sekarang ini mereka tidak punya tempat tinggal lagi. Aksi mereka damai. Membawa speaker dan sound system. Mereka tidur-tiduran di jalan, meski membuat kelancaran arus lalu lintas sedikit terganggu.

“Kami tak perlu lagi bilang tentang kondisi kami. Kami hanya mau mengetuk hati para pemimpin yang telah kami pilih. Kami mau tiduran di sini, karena jalan ini juga rumah rakyat. Kami minta penundaan penggusuran,” harap Joni.

Joni mengungkapkan, penertiban yang dilakukan PT KAI sepanjang 3 kilometer, mulai dari Jalan Stasiun Medan hingga Pulobrayan. Sebelum penertiban itu terjadi, ia mengakui, warga sudah ada pemberitahuan dari PT KAI Divre I Sumut pada Maret lalu. “Namun hanya sebagian warga saja yang terima. Lampiran itu yang di-photocopy warga lainnya. Sosialisasinya belum merata,” katanya.

Menurutnya, pernah ada pertemuan dengan Pemko Medan terkait nasib warga. Hanya saja sampai kini belum ada solusi konkret. “Mungkin sudah nasib kami seperti ini. Kami tambah miskin. Tambah bodoh, dan semakin sakit. Buktinya anak-anak kami tidak sekolah lagi sekarang,” beber Joni.

Begitupun, soal rusunawa yang pernah dijanjikan pemko, menurut Joni, warga sudah pernah diarahkan ke suatu tempat milik pemko. “Ya, pernah ada pertemuan dengan pemko. Ada rusunawa di suatu tempat. Tapi itu pun belum jelas bagaimana aturannya,” katanya.

Tali asih untuk warga korban pembangunan ini juga belum diterima sepenuhnya. Diakui Joni, sampai hari ini uang tali asih tersebut belum mereka terima dari PT KAI. “Kami belum terima (tali asih). Begitu juga kawan-kawan di tempat lain yang mengalami nasib serupa. Uangnya masih di kantong mereka (KAI, red),” jelasnya.

Amatan Sumut Pos, lebih 4 jam mereka menduduki jalan di depan pintu masuk Kantor Wali Kota Medan, tak ada seorang pun pejabat struktural di Pemko Medan yang mau menerima aspirasi mereka. Mereka menegaskan, akan tetap bertahan di situ sampai ada jawaban dari Pemko Medan.

Menurut personel kepolisian di kantor wali kota, kehadiran FK-MPR pada hari itu memang tidak ada pemberitahuan sebelumnya. “Izinnya memang tidak ada, cuma karena mereka baru digusur kemarin, mungkin minta perlindungan ke sini (kantor wali kota, red),” pungkas personel tersebut. (*)

Exit mobile version