Site icon SumutPos

Rencana Penggusuran 357 Rumah di Jalan Gaharu

MEDAN-Dipastikan ribuan warga yang bermukim di lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Gaharu Kecamatan Medan Timur tidak akan mendapatkan tempat tinggal. Pasalnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu tetap pada pendirian awal yakni  penertibkan seluruh aset yang selama ini belum termanfaatkan dengan baik untuk mengembangkan usaha.

Manajer Humas PT KAI Divre I Sumut Aceh, Jaka Jakarsih menekankan penertiban aset kali ini bukan hanya isapan jempol semata. Untuk itu dia mengimbau agar warga segera mengosongkan lahan yang selama ini ditempati hingga batas waktu yang ditentukan. “Kita berkaca pada kasus Center Point, jangan sampai lahan di Jalan Gaharu yang memiliki luas lebih dari 4 hektare itu dikuasai pengembang atau mafia tanah,” ujar Jaka Minggu (25/5).

Selama ini lahan milik PT KAI itu dikuasai oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan dan memperkaya diri sendiri, karena lahan tersebut sudah sering berpindah tangan dari satu ke yang lain. Dimana dari transaksi itu PT KAI, tidak mendapatkan apapun. “Dari 357 KK (kepala keluarga) yang berada di kawasan itu, hanya ada 10 pegawai PT KAI aktif yang bermukim dan bersedia mengambil uang upah bongkar,” jelasnya.

Selebihnya, lanjut Jaka, memang belum bersedia datang kekantor PT KAI untuk mengambil uang upah bongkar. Dimana sisa warga yang belum juga mengambil uang upah bongkar yakni warga yang datang entah dari mana.

“Jangan dibilang itu uang ganti rugi, seakan-akan PT KAI membeli lahan dari warga. Uang tersebut diperuntukan untuk upah membongkar bangunan,”tegasnya.

Jaka menambahkan, pihaknya tidak akan mempertimbangkan aspek sosial dalam upaya menyelesaikan kasus ini terlebih untuk menyediakan tempat tinggal pengganti kepada warga.

“Itu hak Pemko Medan jika ingin memberikan tempat tinggal, kita tetap pada pendirian awal yakni menyelamatkan aset negara,” jelasnya.

PT KAI, ujarnya, masih memberikan tenggat waktu kepada warga untuk menjemput uang upah bongkar bangunan hingga akhir bulan Mei. Jika tidak, maka penggusuran secara nampaknya akan ditempuh.

Jaka juga mengakui potensi kericuhan yang timbul akibat persoalan ini sangat tinggi, maka dari itu pihaknya akan berkoordinasi dengan unsur pimpinan daerah dan kecamatan.

PT KAI juga tidak akan melakukan koordinasi apapun kepada DPRD Medan sebelum menertibkan asetnya. Pasalnya, Jaka takut ada tumpangan kepentingan yang berbau politis.

“Tidak ada hubungannya dengan lembaga DPRD Medan, kita hanya berupa mengambil hak PT KAI yang selama ini dikuasai oleh pihak lain,” tandasnya.

Sementara itu, Camat Medan Timur Parulian Pasaribu mengaku persoalan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab PT KAI.

Ia mengaku posisinya saat ini berada di antara kedua belah pihak dan tidak berpihak kemanapun.

Ditanya kemana ribuan warga yang terkena dampak penggusuran itu, ia mengaku belum berfikir ke arah sana. “Kemarin ada pertemuan antara warga dan PT KAI untuk membahas persoalan tersebut, tapi pihak kecamatan tidak ikut di dalam nya, “katanya.

Ditanya kembali, apakah mungkin warga yang terkena penggusuran akan menempati rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) milik Pemko Medan.

“Nanti saya usulkan seperti itu, mudah-mudahan persoalan ini akan selesai secepat mungkin,” katanya.

Menanggapi itu, wakil ketua DPRD Medan, Sabar Syamsurya Sitepu berharap PT KAI tetap menjaga situasi Kota Medan tetap kondusif karena akan sebentar lagi akan memasuki masa pemilihan Presiden.

Politisi Golkar itu mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan resmi dari masyarakat maupun dari Pemko Medan terkait adanya rencana PT KAI melakukan penggusuran. “Saya tahu dari berita-berita yang ada di media, “ katanya.

Walaupun tidak ada laporan resmi, Sabar mengaku akan tetap memanggil pihak-pihak yang bertikai dalam persoalan ini seperti warga, PT KAI maupun Pemko Medan. “Nanti akan saya bicarakan terlebih dahulu dengan teman-teman yang ada komisi, “ sebutnya.

Sabar menyarankan agar Pemko Medan mempergunakan Rusunawa sebagai tempat tinggal sementara warga yang terkena dampak penggusuran.

“Rusunawa di Tanjung Mulia dan di Medan Labuhan bisa dijadikan alternatif, Pemko Medan juga harus memikirkan nasib warga yang akan terkena dampak relokasi tersebut,” tandasnya (dik/azw)

Exit mobile version