Site icon SumutPos

Bola Panas Kasus Ahok Beralih ke Kejagung

Foto: Ismail Pohan/INDOPOS Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat tiba di Gedung Utama Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Selasa (22/11). Ahok diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Foto: Ismail Pohan/INDOPOS
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat tiba di Gedung Utama Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Selasa (22/11). Ahok diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaya Purnama, ibarat bola panas. Kepolisian pun terkesan enggan menahan bola panas itu berlama-lama di Bareskrim.

Kemarin, bola panas itu telah dilemparkan Bareskrim ke Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad pun mengaku enggan menahan bola panas berisi 826 halaman dari tiga bundel berkas perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok itu berlama-lama. Noor Rachmad menargetkan, dalam dua pekan ke depan perkara dugaan penistaan yang melibatkan Ahok itu bisa disidangkan.

Pelimpahan berkas tersebut juga tergolong singkat. Tepatnya, hanya tiga hari sejak pemeriksaan perdana Ahok sebagai tersangka, Selasa (22/11) lalu.

Kemudian, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ahok dilengkapi dengan bukti-bukti dan keterangan tambahan dari saksi ahli Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, yang diperiksa keesokan harinya.

Jika dikerjakan setiap hari selama 24 jam nonstop, penyidik Bareskrim merampungkan 11 halaman berkas perkara per jam. Atau 22 halaman per jam jika penyidik bekerja selama 12 jam per hari, termasuk lembur.

Hanya saja, pihak Bareskrim tidak menyebutkan berapa penyidik yang terlibat dalam perampungan berkas perkara calon petahanan Gubernur DKI itu. Terlepas dari itu, pihak Mabes Polri yakin, jika berkas perkara tahap pertama tersebut bakal dinyatakan lengkap (P21) oleh jaksa.

Karopenmas Divhumas Polri Kombespol Rikwanto menjelaskan, berkas perkara yang telah selesai dan dilimpahkan tahap satu ini diharapkan bisa segera untuk diproses. ”Ini menunjukkan Polri segera menindaklanjuti kasus sensitif semacam ini,” tuturnya.

Bagian lain, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad mengatakan bahwa sudah ada 13 jaksa yang ditunjuk untuk menangani kasus dugaan penistaan agam tersebut. Langkah pertama yang akan ditempuh adalah mengkaji berkas perkara tersebut. ”Kami lihat semua dulu,” ujarnya.

Setelah itu, tentunya harus dilihat kesesuaian antara berkas perkara dengan barang bukti yang dimiliki. Dia mengatakan, kalau dipandang perlu, tentu nantinya bisa dibutuhkan barang bukti tambahan. ”Ya, itu dulu,” terangnya.

Ada tiga bundle berkas gelar perkara setebal 826 halaman yang harus diperiksa. Menurutnya, untuk memeriksa semua berkas itu diperlukan waktu sekitar satu minggu. Namun, karena dilihat berkas perkara yang sudah cukup komprehensif, maka ada target dalam dua minggu kasus dugaan penistaan agama ini bisa diajukan ke pengadilan. ”Dalam dua minggu kasus ini bisa ke pengadilan,” jelasnya.

Dia mengatakan, Kejagung akan memproses kasus Ahok itu dengan terbuka dan tanpa ada campurtangan pihak lainnya. ”Kami proses secepat mungkin, kalau ada perkembangan akan langsung diumumkan,” ujarnya.

Selain itu, terkait rencana demonstrasi pada 2 Desember mendatang, Polri ternyata mengeluarkan himbauan untuk melarang perusahaan bus untuk mengantar peserta demo ke Jakarta. Menanggapi itu, Rikwanto mengatakan bahwa itu hanya himbauan. ”Agar tidak melampaui trayek yang telah ditetapkan,” paparnya.

Sementara Direktur Eksekutif Partnership for Advancing Demoncracy and Integrity (PADI) M. Zuhdan menjelaskan, sebenarnya pola komunikasi Polri terkait demonstrasi ini masih bermasalah dan condong dengan pendekatan kekuasaan. ”Belum mengimplementasikan polisi sipil atau masyarakat,” jelasnya.

Seharusnya, Polri hanya memiliki kewenangan untuk menjaga ketertiban dalam demonstrasi. Bukan, untuk melarang dan menghalangi kegiatan berpendapat di depan umum. ”Dengan sikap tersebut, maka justru terlihat Polri masih politis,” paparnya.

Dia mengatakan, seharusnya Polri itu mendekati masyarakat yang ingin melakukan aksi demonstrasi. Misalnya, dengan membuat pakta integritas agar menggelar aksi dengan damai. ”Pendekatannya harus berbeda dan jauh dari kesan sebagai alat politik,” paparnya. (idr/wan/jpg)

Exit mobile version