Site icon SumutPos

Apartemen Center Point Tidak Punya Alas Hak dan IMB

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi D DPRD Kota Medan meminta Satpol PP Kota Medan memasang plang pemberitahuan untuk tidak melanjutkan pengerjaan dan pengoperasian di depan bangunan Apartemen Center Point dan lainnya di Jalan Jawa. Pasalnya, bangunan tersebut memang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan melanggar peraturan.

“Pasang di bagian depan biar masyarakat luas tahu,” tegas Ketua Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangunsong saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak PT Arga Citra Kharisma (ACK) selaku pengembang Center Point, Dinas Perkim-PR, Satpol PP dan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Medan, di ruang rapat Komisi D, Senin  (26/2) sore.

Dijelaskan, pemasangan plang pemberitahuan tidak boleh melanjutkan pembangunan dan melanggar aturan dikarenakan selama ini rekomendasi yang disampaikan anggota dewan meminta bangunan tersebut distanvaskan atau dibongkar instansi terkait tidak diindahkan. Untuk itulah dengan adanya plang pemberitahuan yang dipasang cukup besar di bagian depan masyarakat bisa mengetahui bangunan tersebut ilegal dan melanggar aturan. “Kami minta Satpol PP memasang plang pemberitahuan bangunan tersebut tidak memiliki izin dan melanggar peraturan,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, seharusnya pembangunan tersebut sudah lama harus dihentikan karena tidak mengantongi IMB. Bahkan peruntukannya tidak sesuai, baik itu rumah sakit, hotel, perkantoran, pertokoan, apartemen, dan lainnya. “Harusnya stagnan dan tidak boleh beroperasi. Tidak ada IMB-nya. Peruntukannya pun tidak sesuai, tapi belum ada izin sudah dibangun,” ungkap politisi Demokrat itu.

Sementara, Sekretaris Komisi D DPRD Medan, Salman Alfarisi menegaskan, aneh rasanya ketika IMB belum ada PT ACK sudah melakukan pembangunan sampai 50 persen. Bila dibandingkan dengan masyarakat kecil, baru membangun tiang sedikit saja sudah didatangi lurah, camat dan petugas Trantib agar dibongkar sebelum kantongi IMB. “Kami tahu bahwa ACK ini kuat. Kami juga tahu siapa di belakangnya. Makanya bisa membangun walau belum punya IMB,” katanya.

Ia juga sependapat dengan anggota Komisi D lainnya bahwa lebih baik pembangunan dihentikan sementara, sebelum IMB diterbitkan Pemko Medan. “Dampaknya bisa menyusahkan orang banyak. Dinas Perkim-PR saya nilai tidak berani melarang dan menindak sesuai aturan, meski pelanggaran sudah terlihat di depan mata. Atau jangan-jangan oknum di dinas ini ‘main-mata’ dengan pengembang,” katanya.

Kabid Penataan Bangunan dan Lingkungan Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (Perkim-PR), Ahmadi Cahyadi Lubis mengatakan, pihaknya tidak pernah mempersulit dan menghalangi untuk pengurusan izin. Namun, permohonan tersebut tidak bisa diproses karena lahannya masih sengketa dan alas haknya tidak ada. “Dokumen yang mereka ajukan tidak lengkap. Makanya tidak bisa diproses. Kami sudah surati berulang kali untuk melengkapi dokumennya, baik amdal lalin, amdal, dan lainnya. Mereka hanya punya salinan putusan pengadilan saja. Sementara yang kami tahu, sertifikat itu urusan BPN bukan urusan pengadilan,” jelasnya.

Pihaknya mengaku sudah pernah meminta agar pembangunan dihentikan.  Namun di tengah jalan ada surat keputusan dari Mahkamah Agung pada 2012 untuk tidak menghalangi atau merintangi pengerjaan bangunan di Jalan Timor tersebut. Untuk itulah Pemko hanya memantau saja.

Kabid Lalu Lintas dan Rekayasa Jalan Dinas Perhubungan Medan, Suriono juga mengaku sampai sekarang pihaknya belum pernah mengeluarkan atau menerbitkan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Lalu Lintas (AMDAL Lalin) untuk bangunan Center Point, baik mall maupun apartemen dan lainnya.

Sementara itu, perwakilan PT ACK, Tika Rahayu selaku perwakilan pengembang mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan IMB untuk rumah sakit, hotel, apartemen, perkantoran dan pertokoan. Namun, tidak diproses sampai saat ini. Padahal mereka sudah membayar PBB dan pajak lainnya termasuk pada 2016-2017. Bahkan mereka mempertanyakan tindak lanjut pengukuran lahan yang dilakukan Pemko Medan melalui instansi terkait.

“Permohonan kami tidak juga diproses. Padahal sudah berulangkali kami pertanyakan. Kami hanya butuh kejelasan. Sebab sampai saat ini kami belum bisa menyerahkan unit kepada konsumen yang sudah membayar DP (uang muka). Kami sudah menjual unit apartemen maupun pertokoan. Bahkan, sampai saat ini kami sudah disomasi beberapa pihak yang membeli unit,” ucapnya.

Menyikapi persoalan ini, pengamat dari USU Abdul Hakim Siagian mengatakan, jangankan di Indonesia atau di Medan, di seluruh dunia aturan menyangkut setiap pembangunan harus mengantongi IMB juga berlaku sama. Sebab salah satu fungsi negara atau pemerintahan, diberikan wewenang merencanakan berbagai aturan bagi masyarakatnya. “Salah satunya soal rencana pembangunan. Pemerintah atau negara wajib memastikan bahwa semua rencana itu sesuai dengan rencana nasional yang sinkron dengan rencana daerah. RPJMN sebagai patokan RPJMD salah satunya yakni RUTR (Rencana Umum Tata Ruang),” katanya.

RPJMD inipun, kata Hakim, erat berkaitan dengan keselamatan, keindahan dan estetika. Selanjutnya penting diatur regulasi tentang perizinan, termasuk mengenai kemacetan arus lalu lintas mesti dipastikan. “Izin ini akan berdampak banyak, seperti dokumen AMDAL, AMDAL Lalin, IMB yang turut berdampak pada lingkungan,” katanya.

Justru karena itu, sebelum geliat pembangunan atau investasi seperti ini, ia nilai harus taat hukum. Pihak pengembang, menurut dia, harus membuktikan bisa mengikuti segala ketentuan yang berlaku. “Bukan sebaliknya malah kebal hukum. Pertanyaannya, dimana peran Pemko dan instansi di bidang pengawasannya. Kita tidak pernah menolak pembangunan, tapi tentu harus yang taat hukum,” tegas akademisi Universitas Sumatera Utara itu.

Ia juga melihat, atas kondisi yang seperti ini ada aroma persekongkolan antara Pemko dengan pengembang. Karena tren baru persekongkolan itu ialah, sebut Hakim, membiarkan dan melindungi setiap pelanggaran yang terjadi. “Kalau ada pelanggaran, harusnya ada tindakan. Pertanyaannya, apakah memang Pemko seolah-olah gak tahu, lalu setelah tahu kenapa seolah-olah gak mau tahu. Kita juga perlu tahu apakah ada aroma KKN atas masalah ini,” katanya. (prn/adz)

Exit mobile version