Site icon SumutPos

Ketika Oknum Militer Jadi Penadah

Menjamurnya curanmor pasti karena ada punya pasar. Terbukti, penjual onderdil seken di kawasan Jalan Tritura dan STM tak juga gulung-tikar alias bangkrut.

Bukan kawasan ini saja yang menjadi idola pembeli komponen murah, di bagian utara Medan, bisnis ini mulai marak.

Setelah Jalan Tritura dan Jalan STM, awal Maret lalu Sumut Pos menelusuri perkulakan serupa di Jalan Veteran, Desa Manunggal, Labuhan Deli. Lokasinya ada di perbatasan Medan-Deliserdang. Penjual onderdil bekas di daerah ini lebih sedikit.

Tampak warga setempat menyulap lahan bekas perkebunan menjadi areal perkulakan onderdil seken. Di tempat itu berhimpit pula bisnis tak sejenis; mulai bengkel, rumah makan, showroom motor baru dan bekas, pedagang sepatu, hingga kafe-kafe lesehan. Khusus pedagang onderdil bekas, sebagian besar membangun kios di pinggir Jalan Veteran Pasar VI dan Pasar VIII.

Atas jasa seorang kawan yang menjadi perantara, Sumut Pos bertemu sumber yang tahu banyak seluk-beluk sindikasi curanmor. Dulunya si sumber- yang wanti-wanti minta namanya tak dikorankan- ini anggota komplotan curanmor dengan wilayah aksi di seputar inti kota Medan dan sekitarnya. Dari informasi sumber, onderdil hasil curanmor mereka sudah dipasok ke daerah itu sejak tiga tahun silam.

Baik itu lewat jaringan mereka maupun orang yang datang menjual secara langsung. Saat ini transaksi mulai berkurang karena kawasan itu sering disenter aparat. Jika barang tak bersumber dari jaringannya, kata sumber, pedagang enggan  menerima.

“Sekarang tak sebebas tahun 2010 atau 2011. Kalau dulu gampang sekali jual barang. Meskipun mereka cuma mau terima lewat jaringan yang dikenalnya,” kata sumber.

Sebelum masuk penjara di pertengahan tahun lalu, sumber yang notabene spesialis pencuri motor ini mengatakan, motor hasil curian sebagian akan ‘dicincang’ dan lainnya dijual utuh ke Kutacane, Aceh Tenggara. Kemudian unit akan dilego ke penadah, yang mayoritas pemainnya adalah marinir.

Sedangkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) didapatkan dari motor yang digadaikan maupun hasil penggelapan. “Komplotan ini punya jaringan. Mau yang utuh atau ‘cincangan’,” ujar lelaki 25 tahun ini.

Kata sumber, ‘pemain’ menjual utuh motor hasil curanmor atau rampasan ke tangan penadah. Selanjutnya penadah yang ‘mencincang’ untuk dilego ke para pedagang onderdil bekas. Seseorang yang terkenal sebagai penadah adalah oknum dari satu kesatuan militer.

Bertempat di rumahnya sendiri di Belawan, penadah bermarga Srg itu menyimpan seluruh unit hasil curanmor. Srg juga menerima orang yang ingin menggadaikan sepeda motornya. Dibantu teman-teman anaknya, rumah tinggalnya dijadikan bengkel dadakan untuk merestorasi motor curian menjadi legal.

Kelak, motor-motor curian itu akan punya surat kendaraan yang sama persis dengan rangka mesin. Luar biasanya, semua proses itu dikerjakan di rumahnya menggunakan tenaga ahli. Pekerjaan antar-jemput atau transaksi diserahkan kepada sang anak

Untuk memuluskan modusnya, Srg menyalahgunakan STNK sekaligus Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang digadaikan oleh orang-orang yang butuh pinjaman dana segar. Besaran pinjaman rata-rata  Rp500 ribu.

Jika tak ada salah satunya, Srg tak mau memberikan pinjaman. STNK dan BPKP harus sama agar gampang melegonya. Setelah STNK dan BPKP di tangan, maka pekerjaan berikutnya memalsukan nomor rangka mesin.

Bagi seseorang yang ahli, pekerjaan ini semudah membalik telapak tangan. Menggunakan perkakas, rangka mesin motor lebih dulu diamplas, digerenda, dan akhirnya diketok sesuai nomor mesin STNK.

“Alat ketoknya juga mudah dicari. Di bengkel banyak yang jual. Alatnya persis seperti mata obeng ketok. Di situ ada nomor-nomor, dan setelah itu disesuaikan dengan deretan nomor di STNK,” ungkap sumber.

Biasanya barang yang ditampung penadah  dijual sesuai kondisi terakhir motor. Motor tak ‘dicincang’ karena terlalu berisiko, cuma dipercantik untuk memikat pembeli. Bisnis haram ini memang  menggiurkan. Dengan modal tak terlalu besar, keuntungannya bisa berkali-kali lipat.

Dikatakan sumber, Srg memanfaatkan betul statusnya sebagai salah satu anggota kesatuan militer. Aksi bisnisnya boleh terbilang aman dan bersih. Selain aman dari jangkauan aparat kepolisian, sejauh ini tak ada pihak-pihak yang berani mengusik atau mengganggu.

Diakui sumber, ‘pemain’ bisnis haram ini domain sampingan sejumlah oknum dari salah satu kesatuan militer. Dibandingkan pemain lama lainnya di kawasan utara Medan, sumber menyebutkan, geliat bisnis Srg tergolong baru. ‘’Sekitar 4-5 tahun belakangan ini,’’ katanya.

Tak hanya Srg, sumber menyebut pemain lama lain yang bermukim di kawasan Sungai Mati, Kelurahan Pekan Labuhan, Medan Labuhan. Sayangnya sumber tak mengetahui pasti siapa orang dan namanya, tapi yang jelas penadah juga bersala dari kesatuan militer yang sama. Kawasan Sungai Mati ini memang terkenal rawan. Banyak pelaku curanmor, sekaligus penadahnya.

“Penadah paling lama dan awet sampai sekarang ya, di daerah Sungai Mati. Tapi saya jarang buang barang ke situ. Biasanya kepada Srg. Jadi kurang tahu siapa pemain utamanya,’’ tukas dia. Di daerah itu, lanjut sumber, ada sejumlah titik lokasi penadah. Kebanyakan motor hasil curian ditolak ke Aceh. ‘’Para pemain amatiran banyak buang barang ke Srg,” ujarnya.

Selain dua kawasan itu, ada beberapa lokasi lain di bagian utara Medan seperti di Bagan, Belawan dan Sicanang. Barang hasil curian dilego kepada para penadah di lokasi tersebut. Soal harga, menurut sumber, tergantung tipe dan tahun pembuatan motor. Motor bebek atau 4 tak dibanderol Rp1 juta hingga Rp2 juta per unit.

“Kayak Supra, Vega, dan Jupiter, itu harga pasarannya Rp1 juta – Rp2 juta. Ya, lihat kondisinya  juga,” katanya.

Dia menyebut kenderaaan yang laris manis jenis Satria FU. Jika dilego harganya bisa mencapai Rp3,5 hingga Rp4 juta setiap unit. “Pokoknya dalam kondisi mulus barangnya. Ibarat showroom baru ya, sekitar 4-5 bulan pakai,” dia meyakinkan.

Belakangan jaringan ini melebar hingga daerah Kualanamu. Baru-baru ini komplotan itu berhasil menggasak motor jenis Kawasaki Ninja di daerah tersebut. Sejak usia 15 tahun, sumber mengaku, sudah berkecimpung di dunia kriminal, khususnya spesialis pencurian motor.

Dia mengisahkan aksi seorang temannya bernama Putra yang dikenal sebagai residivis curanmor di kawasan Pulo Brayan, persisnya Brayan Bengkel. Motor-motor hasil curiannya dikumpulkan di dalam sebuah gudang. Setelah banyak baru dilego kepada penadah secara bersamaan. ‘’Satu kali pernah sampai 20 motor dikumpulkan di gudang,” ujarnya.

Tak hanya di daerah Pulo Brayan, di inti kota Medan, komplotan Putra juga seringkali beroperasi. “Mereka ini punya base camp. Biasanya setiap malam Minggu berkumpul lalu beraksi menjelang dini hari. Ada saja yang digasak. Kadang satu, kalau lagi untung bisa dapat dua,’’ ungkapnya.

Layaknya geng motor, komplotan ini beroperasi menggunakan motor Kawasaki Ninja. ‘’Mereka biasanya berboncengan,” ungkapnya.

Tertarik dengan sepak-terjang Putra, wartawan koran ini mengajak si sumber menjadi perantara pertemuan berikutnya. Sumber awalnya tak berani memastikan. ‘’Sabar ya, Bos!’’ katanya.  Tapi, selang beberapa hari dia mengontak Sumut Pos. Bisakah Putra ditemui? Ternyata bisa! (tim/bersambung)

Exit mobile version