Site icon SumutPos

Bola Panas ke Rektor USU

SUMUTPOS.CO – Abdul Hadi, orang yang disebut Kejaksaan Agung (Kejagung), salahsatu tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran Pendidikan Tinggi (Dikti) di Universitas Sumatera Utara (USU) tak mau disebut sebagai orang yang bersalah. Dia lempar bola panas ke Rektor USU karena menurutnya sang rektorlah yang paling bertanggung jawab.

Rumah Dekan Farmasi USU

Tidak itu saja, kasus dugaan korupsi yang diduga membelit Abdul Hadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Prof Sumadio Hadisahputra Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi di USU ini ditengarai hasil konspirasi dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang kini mendekam di LP Sukamiskin, Bandung. Nazaruddin diduga kuat mendapatkan fee Rp30 miliar atas pekerjaannya ‘mengawal’ sejumlah proyek Dikti yang didanai dari APBN 2010 ke USU; bukan anggaran Dikti 2013 seperti diberitakan sebelumnya.

Berdasarkan penelusuran Sumut Pos dari salinan audit BPK terdapat enam proyek di USU yang diduga merugikan keuangan negara. Adanya temuan bahwa pihak USU memberikan fee sebesar Rp30 miliar kepada Nazaruddin terungkap dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yulianis, mantan Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, perusahaan milik Nazaruddin di persidangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.

Berdasarkan salinan audit BPK, diketahui ada enam proyek di USU yang diduga merugikan keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap USU  dengan nomor : 19/HP/XIX/12/2011 tanggal 26 Desember 2011.

Keenam proyek itu meliputi, pekerjaan tiang pancang dan urugan tanah pada pembangunan gedung Fakultas Farmasi yang dilaksanakan tidak sesuai kontrak sebesar Rp1.339.021.854, tiga paket pekerjaan sebesar Rp72.626.584.000 yang tak sepenuhnya  berdasarkan bukti yang sah, lengkap, dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp672.736.235, serta tak sesuai spesifikasi sebesar Rp8.465.729.000, pengadaan peralatan etnomusikologi pada Fakultas Sastra senilai Rp14.805.384.000 yang dinilai tidak memperhatikan kebutuhan senyatanya, belum dimanfaatkan, serta tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp1.055.678.800, penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS) oleh panitia pengadaan/ULP sebesar Rp39.799.238.302 yang ditemukan lebih bersifat proforma dan berindikasi pemahalan harga (mark-up) sebesar Rp1.945.338.051, 47 rekening dana masyarakat USU senilai Rp141.637.835.678,97 yang belum mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, dan terakhir, penyediaan pagu anggaran kegiatan USU tahun 2009 yang totalnya Rp50 miliar yang tak didasarkan atas usulan Kementerian Pendidikan Nasional.

Ketika dikonfirmasi ke Abdul Hadi, dia akhirnya mengaku sudah diperiksa oleh tim Kejagung. “Sudah. Kemarin saya sudah diperiksa untuk dimintai keterangan,” akunya. Namun ia tidak memberi tahu kapan tanggal pasti pemeriksaan itu dilakukan.

Dia mengaku, pemeriksaan terhadap dirinya karena sebelumnya mendapat undangan dari Kejagung. “Jadi tempo hari itu saya datang ke Jakarta memenuhi panggilan Kejagung,” ungkapnya.

Namun, pria yang sekarang bekerja sebagai pegawai di Lembaga Penelitian USU itu belum mengetahui pemberitahuan terkait dirinya sebagai tersangka. Hadi menolak memberi komentar terkait dugaan korupsi di USU yang menjerat dirinya hingga ditetapkan tersangka oleh Kejagung. “Ya, saya enggak bisa kasih penjelasan soal itu. Harusnya Pak Rektor yang menjelaskan ini. Karena beliau yang bertanggung jawab dan memiliki wewenang menjawab ini,” katanya.

Secara tegas, pria berperawakan sawo matang itu menuturkan, segala pertanggungjawaban soal kasus dugaan korupsi ini berada di tangan Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu. Sebab segala berkas maupun dokumen, baik yang sudah dan belum dilengkapi dalam pengadaan barang tersebut.

Ditanyai perihal fokus pemeriksaan tim Kejagung terhadap dirinya, Hadi hanya menyebutkan hal itu berdasarkan temuan-temuan BPK RI pada 2010 tentang pengadaan peralatan musik di Fakultas Sastra jurusan Etnomusikologi USU.

Disinggung mengenai perasaannya terhadap penetapan tersangka oleh Kejagung atas kasus tersebut, ia malah berujar belum mengetahui kabar beritanya. Hanya dari selentingan informasi yang ia dengar dari orang lain dan juga media cetak. Sekali lagi ia mengungkapkan, bahwa sampai hari ini tidak ada pemberitahuan atas penetapan dirinya sebagai tersangka secara resmi oleh Kejagung.

“Aku sudah 4 tahun yang lalu pindah dari situ (Biro Rektor), jadi enggak tahu perkembangan lagi,” katanya. Ia tidak membantah pada saat itu dirinya pada posisi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).

Sementara itu, Pudek II Fakultas Farmasi USU, Sujiyanto, mengaku sudah menerima surat resmi pemeriksaan dari Kejagung yang disampaikan Pembantu Rektor V USU. Dia juga mengaku bahwa di fakultasnya sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim Kejagung. “Kemarin ada pemeriksaan di sini. Suratnya juga baru hari ini disampaikan PR V USU,” bebernya.

Disinggung teknis pemeriksaan dan soal penetapan Dekan Fakultas Farmasi sebagai tersangka, ia tidak mau berkomentar banyak. “Maaf saya tidak bisa komentar soal itu, tapi yang jelas semalam ada pemeriksaan di sini,” ujarnya.

Amatan Sumut Pos di Fakultas Ilmu Budaya tepatnya di Etnomusikologi USU, tampak sekelompok orang sedang sibuk melakukan pendataan barang-barang. Diketahui bahwa, pendataan yang dilakukan itu setelah tim Kejagung turun melakukan pemeriksaan. “Orang-orangnya saya kenal semua. Hari ini sepertinya tidak ada tim Kejagung,” kata salah seorang dosen di Etnomusikologi FIB USU.

Dia mengatakan bahwa sebelumnya tim Kejagung sudah melakukan pemeriksaan sebanyak dua kali. “Kemarin (Selasa), tim Kejagung ada kemari melakukan pemeriksaan,” ungkap dosen yang tak ingin namanya ditulis itu.

Ekses dari kasus itu sebutnya, membuat ruangan laboratorium di Etnomusikologi belum dipergunakan hingga kini. “Biro yang bermain, kita di sini yang kena imbasnya,” keluh dia.

Dari amatan, tepat di ruang arkaif/ruang dengar, salah seorang pegawai sedang sibuk membuka pintu yang dalam posisi terkunci. Di dekat ruangan tersebut ada terdapat studio musik dan seni. Bahkan di sebuah papan tulis putih yang tersandar di ruang dengar itu, Sumut Pos melihat ada tulisan “Barang Bukti Etnomusikologi”. Di mana ada tercantum beberapa item seperti C3.10, mini DVD casette dan rewinder. Selain itu, di studio musik tampak beberapa orang sedang bermain alat musik dan beberapa di antaranya memoto alat-alat yang ada di dalam ruangan itu. Ruangan laboratorium yang menjadi persoalan dugaan korupsi di Etnomusikologi, terletak di lantai 2 dan 3. Ada banyak ruang laboratorium di sana. Beberapa di antaranya dalam posisi terkunci dengan besi.

Di sisi lain, Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu belum bisa dihubungi. Konfirmasi terakhir dilakukan pada Rabu (25/6), saat itu sang rektor dimintai tanggapan terkait Dekan Fakultas Farmasi yang jadi tersangka. “Saya belum bisa berkomentar banyak. Belum ada surat resmi dari Kejagung. Jadi saya belum berani berkomentar,” begitu katanya saat itu.

Sita Dua Koper Berkas

Sementara itu, sumber Sumut Pos di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, membenarkan turunnya tim penyidik Kejagung ke Medan beberapa waktu lalu. Penyidik Kejagung yang turut didampingi jaksa Kejati melakukan penggeledahan di Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Farmasi USU. Dari penggeledahan itu, penyidik menyita setidaknya dua koper besar berkas atau dokumen yang terkait dengan dugaan korupsi anggaran Dikti tersebut.

“Memang ada mereka turun ke Medan. Tapi setahu saya penggeledahan hanya di USU, dua fakultas itu. Tapi mereka (penyidik Kejagung) tidak ada pinjam tempat atau pemeriksaan di Kejati. Memang ada juga tim dari Kejati turun, tapi bukan dari penyidik, melainkan dari intel yang turut mendampingi. Inikan perkara mendampingi saja. Tapi penyidiknya semua dari Kejagung. Penyitaan paling data-data itulah, yang terkait penggunaan anggaran Dikti. Itu banyak yang disita. Kalau saya nggak salah, ada dua koper besar itu dokumennya yang disita,” jelasnya.

Dia mengatakan penyelidikan terhadap kasus dugaan penyelewengan dana Dikti sudah lama dilakukan penyidik Kejagung. Namun, ia enggan merinci lebih jauh mengenai penyidikan dugaan korupsi itu. Pasalnya perkara tersebut merupakan kewenangan Kejagung. “Mengenai pemeriksaan saksi, teknisnya ada di Kejagung. Kalau kemarin tingkat lid (penyelidikan) mereka memang ada pinjam tempat di Kejati. Tapi setelah kasusnya naik ke dik (penyidikan), belum ada. Kalau penyidikannya itu semua ada di gedung bundar (Kejagung),” pungkasnya. (mag-6/gir/far/uma/val/rbb)

Dicari, Dekan Farmasi …

Prof Sumadio Hadisahputra Apt, Dekan Fakultas Farmasi ‘hilang’. Ketika Sumut Pos menyambangi rumahnya di Jalan Tri Dharma Komplek USUn
No 134 Medan sekira pukul 16.00 WIB dia tidak berada di rumah. Kondisi rumah yang tampak sunyi di sore itu pun hanya dihuni seorang wanita. “Mau cari siapa ya? Ada perlu apa?” ketus wanita yang diduga istri Prof Sumadio itu.

Ketika ditanya bahwa Prof Sumadio berada di mana, wanita yang hanya menjawab dari balik jerjak besi pintu rumahnya itu hanya menjawab dengan singkat. “Bapak lagi di luar kota,” katanya.

Nada tinggi pun dia lontarkan saat ditanya ke daerah mana suaminya pergi. “Kenapa rupanya sampai mau tahu bapak pergi kemana? Emang ada perlu apa Anda sama bapak? Sudah ya!” ujarnya sembari menutup pintu.

Padahal, sebelumnya Sumut Pos sudah menjelaskan perihal kedatangan dan keperluan konfirmasi terkait penetapan Prof Sumadio, namun pihak keluarga menutup diri untuk mengklarifikasi hal tersebut. Upaya konfirmasi juga dicoba dengan menghubungi nomor ponsel Prof Sumadio. Namun sayang nomor yang dituju tidak aktif. Pun begitu dengan sms yang dilayangkan, tidak terkirim dan berbalas. Namun ada yang aneh, menurut penuturan Ridwan, petugas keamanan (security) di Fakultas Farmasi USU, Prof Sumadio sempat datang ke kampus pada pagi hari. “Mobilnya ada kok tadi pagi. Tapi barusan kayaknya keluar lagi. Namun untuk memastikan, silahkan tanya aja ke dalam (kantor),” saran dia.

Sumut Pos lantas mendatangi ruangan Prof Sumadio yang berada di pojok lantai 2 Fakultas Farmasi USU. Suasana di dalam kantor tampak sepi. Pintu ruangannya juga terkunci. Hanya ruangan Pembantu Dekan (Pudek) II, Sujiyanto, yang tampak ada aktivitas. Hal yang sama juga terlihat di ruang ketua program studi, yang sedang melayani mahasiswa, serta ruang keuangan dan akademik.

Melihat salah seorang staf di ruang keuangan tidak terlihat sibuk, Sumut Pos lantas menanyakan keberadaan Dekan. “Setengah jam yang lalu bapak baru pergi ke Biro Rektor. Ada rapat katanya,” jawab wanita berjilbab merah itu.

Tanpa basa-basi Sumut Pos mengejar ke Biro Rektor dan Pusat Administrasi USU. Sesampainya di sana Prof Sumadio tak juga bisa ditemui. Setelah bertanya ke bagian humas, satpam, pegawai dan bahkan menelusuri hampir semua ruangan di Biro Rektor, tetap tidak berhasil menemui dekan yang menjabat sejak 2010 tersebut. (mag-6/rbb)

Exit mobile version